Senin, 06 Januari 2014

Buat Apa Rajin Bekerja Kalau Gajinya Sama?



Oleh Ngainun Naim

Mengeluh tampaknya menjadi fenomena umum yang bisa ditemukan di mana pun. Saya pernah menulis tema ini beberapa kali dalam catatan-catatan saya sebelumnya. Tujuan utama saya menulis tema ini adalah agar saya bisa mengurangi sifat mengeluh ini. Saya sendiri tahu mengeluh itu bukan sifat yang baik, tetapi masih juga melakukannya. Melalui tulisan semacam ini saya berharap agar tidak mudah untuk mengeluh.
Salah satu penyebab sifat mengeluh adalah iri hati. Orang yang iri hati senantiasa melihat orang lain itu lebih enak dibandingkan dirinya. Padahal, kerja dan jasanya lebih banyak dirinya. Akhirnya, ia merasa diperlakukan tidak adil.
Lihat saja fenomena di tempat kerja. PNS misalnya. Jika PNS dinilai kinerjanya kurang optimal mungkin saja benar, tetapi tidak bisa digeneralisir. Tentu banyak juga yang bekerja secara optimal, ikhlas, dan penuh dedikasi. Sementara yang kerja kurang optimal juga ada. Beberapa komentar yang acapkali terdengar adalah antara yang rajin dengan yang tidak rajin itu gajinya sama. Jadi, buat apa rajin bekerja kalau gajinya sama? Cara pandang semacam yang menjadi salah satu penyebab PNS dinilai kurang optimal bekerja.
Saat menulis topik ini, saya sedang membuat sebuah naskah buku. Salah satu buku rujukannya adalah karya seorang penulis Yogyakarta, Mas Akhmad Muhaimin Azzet. Judulnya Membangun Kecerdasan Spiritual Bagi Anak (Yogyakarta: Kata Hati, 2010). Pada halaman 52-54 diceritakan mengenai fenomena sebagaimana topik tulisan ini. Jawaban Mas Azzet menarik untuk dijadikan sebagai bahan refleksi bagi kita bersama.
Menurut Mas Azzet, orang yang rajin bekerja tetapi tidak mendapatkan apresiasi dari pimpinan atau honor seperti yang kata harapkan maka janganlah hal itu mengurangi semangat kita bekerja.
”Kalau orang lain atau pimpinan tidak melihat kerja kita, biarlah Tuhan Yang Maha Melihat yang senantiasa melihat pekerjaan kita. Tidak penting lagi orang lain atau pimpinan memuji atau tidak memuji atas kerja baik kita. Biarlah Tuhan Yang Mahakaya yang memberikan balasan atas kerja kita. Bila demikian, kita akan terus mempunyai semangat untuk bekerja dengan baik, untuk memberikan yang terbaik karena Tuhan yang menjadi tujuan kita”.
Saya tertegun cukup lama membaca kutipan ini. Saya sudah sering mendengar tulisan atau ucapan semacam ini. Tetapi harus jujur saya katakan, membaca tulisan Mas Azzet seolah mendapatkan sudut pandang baru. Saya merasa malu. Rasanya masih jauh dari kondisi semacam itu. Karena itu, sebagaimana paparan di awal tulisan ini, saya ingin menjadi manusia yang tidak mudah mengeluh.
Berkaitan dengan paparan di atas, di bagian berikutnya Mas Azzet mengajak pembacanya untuk merenungkan kata-kata inspiratif yang pernah diucapkan oleh Mario Teguh. Menurut motivator papan atas Indonesia ini, ”Lakukanlah saja dengan baik, berikan yang terbaik, lalu lihatlah apa yang akan terjadi”. Kata-kata Mario Teguh ini terasa tepat untuk mengajak kita semua melakukan kerja secara baik. Jadi, bekerjalah dengan orientasi yang tepat. Orientasi materi itu penting, tetapi harus juga disadari bahwa orientasi Tuhan jauh lebih penting dan mulia.
Bagaimana pendapat Anda? Salam!

Trenggalek, 4 Januari 2014
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.