Jumat, 17 Januari 2014

Ah, Kan Masih Lama! Epistemologi Menunda Pekerjaan



Oleh Ngainun Naim

Membaca judul di atas mungkin Anda akan tersenyum. Sok ilmiah? Mungkin ya. Judulnya mungkin memang kelihatan rumit, tetapi isinya sesungguhnya biasa. Bahkan sangat mungkin menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan sehari-hari.
Kata yang sering muncul dalam perbincangan adalah kata teori. Teori tidak selalu cocok dengan kenyataan. Bisa jadi teori itu lahir setelah mengamati apa yang terjadi di lapangan. Bisa juga teori itu idealitas yang diharapkan dapat terwujud dalam tataran realitas.
Tentu ada sangat banyak penjelasan tentang teori. Bagi yang mempelajari teori penelitian, akan menemukan banyak penjelasan tentang teori, fungsi, dan perannya dalam penelitian. Hal yang sama juga bisa ditemukan dalam bidang ilmu sosial.
Catatan sederhana ini tidak akan membahas hal-hal rumit berkaitan dengan teori yang semacam itu. Tulisan ini hanyalah goresan ringan dan sederhana tentang ’tidak nyambungnya’ antara apa yang diucapkan atau diidealkan—karena itu disebut ”teori—dengan praktik yang sesungguhnya di lapangan. Jadi, teori yang saya maksud dalam catatan ini memiliki konotasi makna yang luas. Ia bisa jadi teori yang rumit, atau bisa juga dimaknai sebagai ungkapan sederhana, ”Ah, teori!”.
Satu hal yang sering saya temui—pada saya sendiri dan juga orang lain—adalah ”kebiasaan menunda”. Entahlah, menunda pekerjaan itu kok rasanya mudah dan nikmat sekali untuk dilaksanakan. ”Santai dulu, kan masih lama tenggatnya”, biasanya itu yang menjadi alasan.
Begitu datang di kantor pada pagi hari, hal yang pertama saya lakukan biasanya membaca koran, santai sejenak, lalu baru memulai aktivitas rutin. Anehnya, saya tidak menjalankan tugas-tugas pokok secara optimal. Sorenya menjelang pulang baru saya menyadari ada beberapa tugas yang belum selesai. Tetapi dengan tenang dalam hati saya bertutur, ”Santai saja, kan masih ada hari esok”.
Kebiasaan menunda pekerjaan ternyata terjadi pada hampir semua hal, juga pada sebagian besar orang. Entahlah, rasanya kok enak sekali. Tetapi jika dipikir, menunda pekerjaan merupakan ”menabung masalah”. Kita menyimpan masalah demi masalah karena tidak segera menyelesaikannya. Jadi, saya mengajak kepada diri saya sendiri—dan pembaca sekalian—untuk jangan menunda pekerjaan. Segera jalankan dengan rajin. Jangan lupa dilandasi niat yang tulus dan ikhlas agar hidup ini menjadi berkah.

Trenggalek, 14 Januari 2014

Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.