Kamis, 16 Januari 2014

Nasehat Kebijaksanaan Hidup Pak Sopir Bus



Oleh Ngainun Naim

Bertahun-tahun saya menjadi pelanggan setia bus. Bahkan hingga hari ini pun saya masih menjadi penumpang setia bus untuk pulang pergi dari rumah ke tempat kerja. Dibandingkan dengan naik kendaraan pribadi, naik bus lebih ekonomis, bisa santai, dan tinggal duduk untuk mengistirahatkan diri.
Saya memiliki berbagai pengalaman dengan awak bus ini. Jika dulu waktu kuliah di Yogyakarta, bus yang kerap saya naiki adalah P.O. Sumber Kencono. Bus ini terkenal suka ngebut di jalanan. Tetapi karena jumlah armadanya yang sangat banyak, mau tidak mau saya lebih sering naik bus ini dibandingkan naik bus lainnya. Dan saya cukup menikmatinya karena biasanya memang lebih cepat sampai. Sekarang, bus yang sering saya naiki adalah bus jurusan Trenggalek-Surabaya. Biasanya ada dua P.O., yaitu Harapan Jaya dan Pelita Indah.
Ada banyak pengalaman dan dinamika hidup dalam naik bus ini. Tetapi saya memiliki pengalaman khusus yang tidak terlupa dengan awak bus jurusan Trenggalek Ponorogo. Banyak di antara mereka yang masih kenal akrab dan saling menyapa hingga hari ini jika bertemu. Persahabatan dengan mereka terjalin karena seringnya saya naik bus kecil ini.
Ternyata awak bus itu juga banyak yang memberikan pelajaran hidup yang sangat berharga buat saya. Ada seorang sopir yang selalu saya dengarkan ’nasehat-nasehatnya’ saat saya duduk persis di belakangnya. Saya sebut ’nasehat’ karena ia berbicara banyak hal tentang kebajikan dan tentang pengalaman hidup.  Sebenarnya apa yang ia sampaikan merupakan refleksi pengalaman hidup secara umum, tetapi saya menemukan beberapa poin penting yang dapat saya teladani.
Pertama, kata yang paling melekat dalam ingatan saya dari Pak Sopir ini adalah pentingnya bagi kita untuk mengontrol diri. Ia memberikan banyak contoh mengenai kegagalan demi kegagalan dalam hidup yang dialami oleh mereka yang tidak mampu mengontrol dirinya. Beberapa orang sering dijadikan contoh oleh beliau. Misalnya ada seorang politisi yang perilakunya ’kebablasan’, karena dengan menjadi politisi ia menikah lagi. Karena perilakunya, kehidupan keluarganya menjadi berantakan. Istri pertama minta cerai, demikian juga dengan istri keduanya karena kehidupan si politisi menurun drastis saat karier politiknya surut. ”Itu karena ia tidak bisa mengontrol diri”, kata beliau. Tidak hanya itu. Banyak sekali teladan hidup yang beliau sampaikan.
Saya mengamini apa yang dikatakan Pak Sopir. Mengontrol diri harus menjadi bagian yang tidak terpisah dalam kehidupan ini agar kita selalu berada dalam kebaikan. Hidup ini sarat dinamika. Jika tidak mengontrol diri, hidup kita bisa terjerumus dalam lubang kehancuran. Hidup ini sudah penuh dengan contoh yang nyata mengenai bagaimana orang yang tidak bisa mengontrol dirinya.
Kedua, beliau menekankan mengenai pentingnya proses dalam hidup. Wuih, mungkin kedengarannya filosofis, tetapi dari ceritanya saya menangkap bahwa itu yang beliau lakukan. Misalnya saat membangun rumah, beliau melakukannya dengan sedikit demi sedikit. Dalam jangka sekitar lima tahun, rumahnya baru berdiri.
Begitulah, mentalitas proses beliau tekankan sebagai bagian penting untuk meraih kesuksesan. Kondisi semacam ini ternyata juga beliau terapkan saat mengemudikan bus. Sejauh yang saya alami, beliau mengendalikan bus secara baik, jarang ngebut, dan selalu tepat waktu. Hal ini saya kira tidak terlepas dari prinsip hidup yang beliau ceritakan.
Ketiga, berpikir masa depan. Dari beberapa kali cerita yang saya dengarkan, ternyata beliau memiliki pemikiran cerdas mengenai bagaimana mengelola hidup demi masa depan yang cerah. Kedua anaknya di sekolahkan secara baik. Tidak hanya itu. Beliau juga bercerita bahwa jika hanya mengandalkan bayaran dari sopir, tentu kurang mencukupi. Maka, di rumah, beliau memiliki beberapa alternatif usaha, mulai menyewa sawah, memiliki penggilingan kelapa, menanam pohon, dan beberapa usaha lainnya. Semuanya itu beliau lakukan setelah selesai menyopir atau saat libur menyopir. Prinsipnya adalah bagaimana kehidupan beliau dan keluarga itu lebih baik di masa depan.
Sudah beberapa tahun terakhir saya tidak bertemu beliau. Saya tidak banyak mengetahui bagaimana kabarnya. Doa yang saya panjatkan semoga beliau selalu diberi keberkahan hidup. Pelajaran hidup yang beliau berikan sungguh bermakna buat saya. Jarang ada sopir bus yang memiliki keistimewaan seperti beliau.

Trenggalek, 14-15 Januari 2014

Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.