Rabu, 18 Desember 2013

Politisi dan Buku



Oleh Ngainun Naim


Politisi dan dunia buku seolah dua dunia yang saling berjauhan. Entahlah, kesan umum saya semacam itu. Politisi itu urusannya dunia politik yang seringkali tidak ilmiah. Politik urusannya dengan lobi, penentuan kebijakan, dan sejenisnya.
Mohon maaf jika kesan saya kurang positif. Tetapi saya kira saya tidak sendirian. Ada banyak orang yang memiliki kesan semacam ini. Dan tidak terlalu susah untuk membuktikannya.
Jujur, saya jenuh melihat debat-debat atau diskusi di televisi yang melibatkan para politisi. Setiap melihat acara semacam itu, saya tidak menemukan adanya kearifan. Yang ada hanyalah bagaimana menjadi menang, mengalahkan yang lain, dan tidak memberikan perspektif positif yang menggembirakan.
Karena itu, saat tadi pagi (Rabo, 18 Desember 2013) saya membaca Harian Jawa Pos, saya merasa menemukan sesuatu yang berbeda. Di rubrik ”Sosok dan Sisi Lain”, ada berita tentang politisi Partai dan psikiater, Nova Riyanti Yusuf yang ternyata memiliki tradisi membaca yang cukup baik. Saya tidak mengenal politisi ini. Saya—tentu saja—juga belum pernah bertemu muka. Hanya beberapa kali saya membaca berita mengenai politisi jelita ini. Di media saya membaca kalau dia akan maju (lagi) sebagai Caleg DPR RI dari Dapil Kediri, Tulungagung, Blitar. Dan beberapa kali saya membaca kalau dia juga seorang penulis.
Tulisan ini bukan untuk mendukung aktivitas politik Noriyu—sapaan akrabnya. Saya menulis tentang Noriyu karena satu hal: aktivitas membaca (dan menulis). Ke mana pun pergi, Noriyu selalu membawa buku. Dia bahkan membuat daftar tentang buku yang harus dibacanya setiap minggu. Hal ini dia lakukan karena waktunya yang terkikis gara-gara aktivitasnya di dunia politik. Hebatnya, di tengah kesibukan yang tinggi, rata-rata ia mampu melahap 25 judul buku. Ke mana pun pergi, di tasnya selalu tersedia dua judul buku. ”Jadi, seperti jimat”, selorohnya.
Buku saya tentang Membaca

Ya, saya mendukung aktivitas membaca dan menulis karena aktivitas inilah yang mengantarkan kemajuan masyarakat. Masyarakat yang maju adalah masyarakat yang memiliki tradisi membaca dan menulis yang baik. Dalam kerangka ini, aktivitas membaca Noriyu layak untuk diapresiasi, diteladani, dan disebarluaskan.
Saya membayangkan betapa indahnya jika para politisi—di tengah kesibukannya—masih menyisakan waktu untuk membaca secara intensif. Jika mereka tetap aktif membaca, pola dan kinerja politiknya pasti lebih baik. Wawasan yang luas akan membuat mereka lebih memahami bahwa menjadi politisi bukan aji mumpung, tetapi akan dilakukan sepenuh hati.
Tulungagung, 18 Desember 2013
Ngainun Naim
www.ngainun-naim.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.