Senin, 16 Desember 2013

Dari Seorang Tokoh, Aku Belajar Kehidupan



Oleh Ngainun Naim

Sebuah pertanyaan tiba-tiba datang menghunjam. Sesungguhnya itu merupakan pertanyaan biasa. Ya, pertanyaan tentang mempelajari sejarah. Buat apa? Rupanya si penanya belum tahu dan paham bahwa sejarah—apalagi sejarah kehidupan seorang tokoh—mengajarkan banyak hal berharga dalam kehidupan ini. Tetapi tidak mengapa dia bertanya. Justru dengan cara semacam ini dia akan tahu dan paham bahwa ada banyak aspek positif yang dapat diambil dan ditumbuhkembangkan dalam diri berkaitan dengan sejarah kehidupan seorang tokoh.
Bagiku, membaca kehidupan seorang tokoh merupakan sarana untuk belajar. Seorang disebut tokoh bukan karena dirinya yang meminta, tetapi karena publik yang mengakuinya. Pengakuan publik ini mungkin saja bisa diskenario, tetapi saya meyakini bahwa cara semacam ini tidak akan menghasilkan seorang tokoh yang sejati. Seorang tokoh sejati tidak melakukan usaha-usaha tidak baik untuk menjadikan dirinya seorang tokoh. Penokohan terjadi secara natural. Semuanya terjadi begitu saja karena adanya faktor-faktor yang saling berkaitan sehingga kemudian seseorang menjadi tokoh.
Tetapi jangan lupa, seorang tokoh itu memiliki keagungan kepribadian yang tidak dimiliki oleh orang pada umumnya. Mereka adalah orang-orang karakternya lebih dibandingkan apa yang dimiliki orang pada umumnya. John Wooden mengatakan, ”Orang-orang yang peduli pada karakternya akan berani bertindak, sedangkan yang peduli pada reputasi hanya akan berbuat mengikuti kekawatiran dirinya tentang pikiran-pikiran orang lain terhadap dirinya”. Orang yang berani bertindak itulah tokoh yang sejati.
Melalui sejarah kehidupan seorang tokoh saya belajar banyak hal: pertama, orang besar adalah orang yang memiliki keluhuran karakter. Seorang tokoh disebut tokoh karena dia memiliki nilai lebih dibandingkan dengan orang-orang pada umumnya. Dia lebih sabar, lebih pemurah, lebih disiplin, dan lebih-lebih yang lainnya. Nilai lebih yang mereka miliki menjadi cermin sekaligus teladan buat saya pribadi. Setelah membaca kehidupan mereka, saya berharap ada keinginan dalam diri saya untuk meneladaninya, sekecil apapun. Saya sadar sepenuhnya bahwa saya sangat jauh dari mereka. Tetapi saya berdoa agar selalu bisa memperbaiki diri ini. Melalui mereka, saya belajar kehidupan orang besar. Saya seperti disadarkan bahwa saya masih jauh dari baik.
Kedua, kehidupan seorang tokoh mengajarkan kepada saya bahwa saya harus merefleksikannya dalam kehidupan saya dan jika mungkin, kepada orang lain. Saya memercayai bahwa transformasi ide dan kebaikan secara luas akan kembali kepada saya. Saya setuju dengan apa yang ditulis Ustad Yusuf Mansur dalam bukunya, Undang Saja Allah: Belajar Syukur, Belajar Yakin (Jakarta: Zikrul Hakim, 2012), bahwa:
”Ketahuilah, ketika mendorong orang melakukan perbuatan baik, maka perbuatan baik yang dilakukan orang lain akan menjadi kebaikan buat diri kita sendiri. Insyaallah kita akan dapat terus pahalanya hingga ia berganda-ganda lagi kelipatannya” (h. 46).  
Kalimat sederhana Ustad Yusuf Mansur ini—meskipun sebenarnya sudah lama saya ketahui—seolah memberikan energi baru dalam diri saya. Jadi, dari seorang tokoh, saya belajar bagaimana menjalani kehidupan ini lebih baik lagi, membagikan pengalaman ini kepada orang lain melalui menulis, dan berharap hidup saya selalu dalam keberkahan. Semoga.
Trenggalek—Tulungagung, 15-16 Desember 2013
Ngainun Naim
www.ngainun-naim.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.