Kamis, 07 November 2013

Tukang Kritik Itu Biasanya Minim Prestasi



Oleh Ngainun Naim
Kritik itu memiliki peranan penting untuk menciptakan kemajuan. Jika tidak ada kritik, mungkin kita tidak tahu apa saja hal-hal penting yang seharusnya diperbaiki.
Tetapi kritik itu tidak selalu ditanggapi secara baik. Ada pihak-pihak tertentu yang alergi dengan kritik. Bagi kelompok semacam ini, kritik dinilai sebagai penghinaan atau pelecahan. Mereka tersinggung, marah, dan kemudian melakukan perlawanan terhadap pengkritik secara membabi buta.
Ada juga yang terbuka dengan kritik. Kritik apapun akan disikapi secara arif dan bijaksana. Baginya, kritik adalah media konstruktif untuk berbenah. Sebab, tanpa kritik, tidak akan diketahui secara persis apa saja kelemahan dan kekurangan diri.
Memang, memahami dan menerima kritik itu tidak mudah. Tidak semua orang mampu untuk melakukannya. Tetapi seharusnya dipahami bahwa kritik hampir pasti selalu ada dan menjadi bagian yang tidak terpisah dari kehidupan ini.
Pertama, jangan pernah bermimpi bahwa kita adalah makhluk sempurna tanpa kekurangan atau kesalahan. Kritik menunjukkan bahwa kita adalah makhluk yang mudah terseret untuk melakukan kesalahan. Nah, adanya kritik merupakan sarana kita berbenah secara lebih baik lagi.
Kedua, kritik mengisyaratkan kita akan menekan ego. Ego manusia adalah ego menang, ego tidak mau dikalahkan, ego tidak mau dilecehkan. Orang yang dikritik lalu marah, apalagi melakukan kekerasan fisik terhadap pengritiknya, menunjukkan bahwa dia sesungguhnya adalah makhluk yang egois, tidak peduli orang lain, dan merasa dirinya sebagai yang paling benar.
Ketiga, adanya kritik mengisyaratkan agar kita sabar dalam menjalani kehidupan. Kita harus mampu mengelola emosi secara baik. Jika tidak maka emosi kita akan meledak. Emosi yang meledak sesungguhnya tidak akan memberikan banyak manfaat. Justru kerugian yang akan menimpa.
Keempat, kritik itu merupakan media pembelajaran diri yang baik. Banyak orang yang sekarang ini tidak memiliki kesempatan untuk belajar dan melakukan refleksi diri secara mendalam. Adanya kiritik seharusnya dimanfaatkan secara baik untuk tujuan ini.
Pengkritik sendiri seharusnya juga menyadari bahwa mengkritik itu pekerjaan yang paling mudah. Siapa saja bisa melakukannya. Lihatlah hidup kita sehari-hari. Isi diskusi dan perbincangan kebanyakan ’menguliti’ kesalahan dan kekurangan orang lain.
Pernahkah para pengkritik mengkritik dirinya sendiri? Walaupun kritik itu perlu, seyogyanya disampaikan secara baik. Tujuan kritik seharusnya adalah untuk perbaikan, bukan untuk membuat musuh. Tukang kritik sendiri—sejauh pengamatan saya—biasanya juga bukan figur ideal. Ia bisa mengkritik, tetapi belum tentu bisa melakukan.
Nah, jika Anda ingin mengkritik, silahkan saja. Tetapi penting juga untuk dipertimbangkan apakah Anda lebih baik dari yang Anda kritik? Paling tidak pepatah Arab yang berbunyi Ibda’ binafsika, mulailah dari dirimu sendiri, penting sebagai bahan renungan. Salam Persaudaraan!
Tulungagung, 6 November 2013
Ngainun Naim

4 komentar:

  1. tulisan bapak memberi inspirasi saya untuk belajar menulis. oh, ya saya pernah mengikuti talkshow ketika pelantikan pc pmii nganjuk di stit dipo. terima kasih.

    BalasHapus
  2. Terima kasih membaca artikel saya. Semoga ada manfaatnya.

    BalasHapus
  3. saya setuju dengan bapak. em.. ada lagi pak, selama saya menjadi mahasiswa ketika mengikuti diskusi rata-rata dari mereka lebih asik berdiskusi kritis demi mencari titik peluang untuk dibicarakan lebih panjaang dan lebarrr, daripada diskusi aktif mencari kesepakatan atau kesepahaman gagasan dan pendapat. asik sih pak untuk mengasah speaking, hehe tapi pada akhirnya ya NOTHING kalau tidak ada yang berperan bijak disana...

    BalasHapus
  4. Ya, begitulah realitasnya. Karena itu perlu cara berpikir yang lebih konstruktif. Terima kasih sudah mampir dan berkomentar.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.