Rabu, 13 November 2013

Mari Memuji Daripada Mencaci



Oleh Ngainun Naim

Mantan Menteri Agama, Prof. Dr. K.H. M. Tholhah Hasan dalam sebuah acara di Pondok Pesantren Al-Fatah Mangunsari Tulungagung menyatakan bahwa salah satu ”penyakit” yang menghinggapi banyak orang—termasuk orang alim sekalipun—adalah dengki. Penyakit ini menyebabkan orang yang terinfeksi tidak rela melihat orang lain menerima anugerah, apalagi anugerahnya lebih baik dibandingkan yang diterimanya. Ia sakit hati saat orang lain lebih baik dari dirinya. Akibat penyakit ini tidak hanya merugikan diri sendiri, melainkan juga menyebabkan terjadinya persoalan dalam kehidupan sosial secara luas.
Sesungguhnya kita tidak asing lagi dengan kata ini. Ya, dengki merupakan kata yang banyak diucapkan, didiskusikan, atau dijadikan tema pengajian. Semuanya mengingatkan bahwa dengki itu bukan hal yang baik. Dengki jangan dipelihara. Dengki menjadi titik awal untuk menghancurkan orang lain.
Menurut Dr. Nadirsyah Hosen dalam buku Mari Bicara Iman (Jakarta: Zaman, 2011), dengki adalah persoalan hati. Dari dengki akan lahir buruk sangka. Dari buruk sangka akan lahir fitnah dan tuduhan. Dan seseorang akan ”senang” jika fitnah dan tuduhan yang dibuatnya bisa didengar oleh orang lain. Fitnah itu pun menyebar. Begitulah.... Dengki melahirkan perilaku-perilaku buruk lainnya (h. 46-47).
Pendapat Dr. Nadirsyah ini menarik untuk kita renungkan dan kita jadikan refleksi dalam konteks kehidupan personal dan sosial kita. Secara personal, orang yang mengidap penyakit dengki tidak pernah merasakan tenang. Ia akan selalu gelisah. Kehidupannya hanya berisi ketidakpuasan dan kebencian terhadap orang lain. Jika ada tetangganya mendapatkan rejeki, ia akan sibuk mencari logika untuk menjatuhkannya. Ia akan bahagia kalau orang lain justru sengsara. Kondisi ini terus berlanjut selama sifat dengki menjangkiti dirinya.
Secara sosial, sifat dengki ini telah menyebabkan tatanan kehidupan menjadi tidak harmonis. Aspek kerukunan bisa terganggu karena masing-masing individu berusaha mencari titik kelemahan orang lain. Sisi positif yang seharusnya lebih dikedepankan justru tidak kelihatan pada individu dan komunitas yang mengidap dengki ini.
Oleh karena itu, mari kita kelola diri kita. Mari kita gunakan sudut pandang positif. Lihatlah bahwa sisi positif yang dimiliki orang lain merupakan anugerah dan sarana bagi diri untuk belajar. Marilah belajar memuji daripada mencaci. Memuji akan membuat hidup kita selalu penuh senyum kebahagiaan. Memang tidak mudah untuk melakukannya, tetapi kita sesungguhnya mampu jika mau. Semoga kita semua menjadi manusia yang tidak terhinggapi dengki dan iri hati.
Tulungagung, 12 November 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.