Selasa, 12 November 2013

Intelektual Kelas Blog



Oleh Ngainun Naim

Entah yang ke berapa kali saya menulis yang berkaitan dengan buku. Saya tidak ingat persis. Mungkin sudah puluhan kali.
Buku memang selalu memesona. Saya berulangkali mendapatkan inspirasi, pencerahan, dan pengetahuan baru dari buku. Memang hanya sebagian kecil saja buku-buku saya yang sudah terbaca, sementara sebagian besarnya teronggok kurang rapi di berbagai tempat. Tetapi selalu saja, begitu kondisi memungkinkan, buku menjadi pilihan untuk dibeli, dipinjam, atau dibaca.
Tulisan ini juga lahir karena buku. Saya belum sempat membaca secara tuntas buku yang memberikan inspirasi tersebut. Hanya sekilas saja saya lihat di bagian pengantarnya. Dan tiba-tiba, terbersit keinginan untuk menulis artikel ini.
Buku ini terbeli secara tidak sengaja. Ceritanya, hari sabtu sore (09/11/2013) anak saya menelpon saat saya sedang ikut workhsop di sebuah hotel di Tulungagung. Ia meminta saya memberikan surprise karena ia memang sedang ulang tahun. Saya, tentu saja, mengiyakan.
Saya berpikir keras hadiah apa yang bisa membuat anak saya surprise. Ada beberapa alternatif. Salah satunya adalah buku.
Saya memang berusaha mendekatkan anak saya dengan buku. Menjelang tidur di malam hari, jika sedang di rumah dan tidak capek berat, saya biasanya membacakan buku untuk anak saya. Buku yang saya bacakan temanya beranekaragam. Di antaranya adalah cerita nabi dan orang-orang shaleh. Saya berharap kelak ia bisa meneladaninya.
Selesai acara sesi sore, saya meluncur ke Toko Buku Togamas Tulungagung. Saya berkeliling mencarikan buku. Beberapa waktu berkeliling, saya tidak menemukan buku sebagaimana yang saya maksudkan. Justru saya mendapatkan buku untuk diri saya sendiri. Salah satunya adalah karya Dr. Nadirsyah Hosen. Judulnya Mari Bicara Iman (Jakarta: Zaman, 2011).
Buku ini pernah mau saya beli beberapa waktu lalu, tetapi saya urungkan karena pertimbangan dana. Sore kemarin, saya segera saja membelinya karena ada diskon besar.
Ada bagian menarik yang kemudian menjadi sumber ide untuk tulisan ini, yaitu pada bagian pengantar. Di situ Dr. Nadirsyah menyebutkan bahwa beliau merupakan intelektual kelas milis (hlm. 12). Meskipun konteksnya berbeda, saya pernah disebut oleh seorang teman sebagai intelektual kelas blog. Hal ini disebabkan karena saya lumayan sering menulis di blog. Saya sendiri sesungguhnya merasa tidak pantas dengan sebutan intelektual. Saya bukan siapa-siapa dan tidak layak untuk disebut sebagai intelektual. Saya hanya orang yang sedang belajar menulis dan berharap tulisan yang saya buat bisa memberikan manfaat kepada sesama.
Berkaitan dengan manfaat ini, ada kalimat menarik di buku Dr. Nadirsyah yang membuat saya mendapatkan inspirasi yang mendasar. Ceritanya, salah satu tulisan Dr. Nadirsyah dijadikan naskah buletin jumat di Lombok. Temannya mengirimi pesan membanggakan. ”Nikmatnya jadi ustad di internet, ribuan kilometer antum sedang asyik tidur, sementara pahala mengalir dari mana-mana sampai ke pelosok Lombok” (hlm. 13).
Kalimat ini menurut saya sangat menggetarkan. Saya terkesiap sekaligus terinspirasi untuk menjaga stamina menulis. Ya, menulis merupakan sarana ibadah. Jika tulisan saya memberikan manfaat, Insyaallah pahalanya akan mengalir kepada saya.
Tentu saja, saya tidak boleh berharap terlalu berlebihan. Kalaupun ada yang memetik manfaat dari tulisan saya, tentu saya sangat berbahagia. Kalaupun tidak ada, atau bahkan tidak ada yang membacanya sama sekali, masih ada pembacanya yang setia, yaitu saya sendiri.
Tulungagung, 10 November 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.