Selasa, 29 Oktober 2013

PENGALAMAN MENULIS PERTAMA



Oleh Ngainun Naim
Tulisanku untuk pertama kalinya dimuat di Majalah Jaya Baya. Itu berarti terjadi pada tahun 1994. Jaya Baya adalah majalah berbahasa Jawa yang sampai sekarang pun aku tidak memahami semua bahasanya. Saat itu, karena kondisi ekonomi yang sangat parah, aku tidak memiliki banyak pilihan selain berusaha keras bagaimana agar bisa makan dan sekolah. Mengandalkan kiriman orang tua jelas jauh dari memadai. Aku sendiri tahu bagaimana beratnya kondisi ekonomi keluargaku saat itu.
Kondisi semacam ini menjadi pemantik bagiku untuk mencari tambahan penghasilan semata-mata hanya demi satu hal: bertahan hidup di Surabaya dan bisa menyelesaikan kuliah. Berkali-kali aku nyaris putus asa. Apa mungkin kuliahku bisa selesai dalam kondisi yang serba kekurangan semacam itu? Berbagai pikiran menghantuiku, termasuk bagaimana seandainya aku pindah kuliah, atau pulang saja. Tetapi di sisi lain, aku tidak siap dengan resiko menjadi drop out. Aku masih menyimpan mimpi menjadi sarjana.
Saat semacam ini, tiba-tiba aku ingat di Majalah Jaya Baya ada rubrik Ana-Ana Bae. Rubrik ini berisi kisah-kisah humor. Kucoba menulis dalam rubrik ini. Sebagai penulis pemula, tentu saja tidak mudah menghasilkan tulisan humor yang hanya setengah halaman. Berkali-kali aku membuat konsep di kertas kosong bekas makalah kuliah. Berkali-kali aku gagal. Tetapi terus kucoba, sampai akhirnya selesai juga. Aku kemudian meminjam mesin ketik Cak Dayat (En Hidayat, seorang sastrawan asal Sumenep yang kebetulan satu kos denganku). Waktu itu kami kos di Jemur Wonosari Gang VII belakang IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Aku sebenarnya tidak terlalu berharap agar tulisanku dapat dimuat, karena aku sadar akan kualitasnya yang jauh dari standar. Tetapi rupanya nasib berkata lain. Tulisanku dimuat, tentu saja setelah melewati berbagai editing yang hampir total dari redaksi. Tentu, bangganya minta ampun. Akhirnya ada juga tulisanku yang bisa dimuat media. Dan untuk kerja kerasku saat itu, ada mendapatkan honor Rp. 6.000,. Tentu ini jumlah yang cukup lumayan bagiku. Paling tidak bisa untuk hidup sekitar seminggu (sebuah kehidupan yang hemat, tentunya).
Pengambilan honor ini juga sebuah dinamika. Aku harus minta tanda tangan pak RT. Dia senyum melihat aku mendapatkan honor sejumlah itu. Aku katakan dengan jujur bahwa itu adalah pertama kalinya aku menulis dan mendapatkan honor. Sesudah mendapatkan tanda tangan beliau, bersama seorang teman (Muslih, asal Nganjuk), berdua aku naik sepeda onthel ke kantor pos besar di Jemursari. Bahagia sekali waktu itu. Aku kira siapa pun aku maklum bagaimana aku bisa merasakan kebahagiaan yang semacam itu.
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.