Selasa, 29 Oktober 2013

Argumen Filosofis tentang Tuhan



Judul Buku: Filsafat “Wujud” Seyyed Hossein Nasr
Penulis: Ahmad Sidqi
Penerbit: Lawan Yogyakarta
Edisi: September 2013
Tebal: x+134 halaman
 
Buku karya Ahmad Sidqi
Buku filsafat selalu menghadirkan pesona. Membacanya membutuhkan konsentrasi tinggi dan energi yang lebih dibandingkan dengan buku nonfilsafat. Menelusuri jejak pemikiran filsafat seperti memasuki belantara luas yang penuh kekayaan. Memang tidak mudah untuk menemukan kekayaannya, tetapi justru di sinilah nilai lebih dunia filsafat.
Salah seorang filosof kontemporer yang penting untuk diperhitungkan adalah Seyyed Hossein Nasr. Nasr adalah filosof prolifik yang menjadi tokoh terdepan Filsafat Perennial. Pemikiran dan kiprah Nasr menjadikan dunia filsafat Barat yang selama ini mendominasi dunia mendapatkan pembanding yang tangguh. Hal ini disebabkan karena pemikiran Nasr yang kritis-konstruktif terhadap peradaban Barat.
Nasr yang asli Iran ini sekarang tinggal di Amerika Serikat. Walaupun tinggal di Barat, bukan berarti Nasr mengikuti peradaban Barat dengan segenap produknya. Justru pada titik inilah terlihat orisinalitas dan kreativitas pemikiran Nasr.
Karena itu, buku-buku Nasr selalu menghadirkan hal-hal baru yang menarik. Karya-karyanya terus saja terbit secara intensif. Wajar jika Nasr dan pemikirannya menjadi objek kajian yang tidak pernah kering.
Buku yang ditulis Ahmad Sidqi, seorang intelektual muda berbakat ini menghadirkan salah satu pikiran penting Nasr, yaitu filsafat wujud. Buku yang awalnya merupakan tesis penulisnya di Universitas Gajah Mada Yogyakarta ini dilengkapi dengan riset penulisnya di Amerika Serikat. Tidak hanya riset, Sidqi juga berguru secara langsung kepada beberapa intelektual ternama, termasuk kepada Nasr.
Salah satu topik yang banyak disorot oleh Nasr adalah tentang modernitas. Memang harus diakui bahwa modernitas telah merubah kehidupan manusia secara drastis. Berbagai hal yang tidak terbayangkan sebelumnya kini hadir dan menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan. Bahkan manusia kini telah kecanduan dan tidak bisa dipisahkan lagi dari modernitas dengan segenap produk yang dihasilkannya.
Selain mengandung banyak nilai lebih, sesungguhnya modernitas juga menyimpan persoalan akut. Tidak sedikit ekses negatif yang mengiringi. Sayang, pengetahuan tentang kelemahan modernitas dan ekses negatifnya ini kurang mendapatkan apresiasi yang memadai. Implikasinya, tidak ada perspektif obyektif dan juga minim aksi antisipasi.
Pada titik inilah, Nasr mengisi ruang yang belum banyak mendapatkan perhatian ini. Nasr memiliki modal berlimpah untuk melakukannya. Ia adalah salah satu teolog Islam yang mampu meramu metafisika, sains, dan agama. Model filsafat Nasr terletak pada ajaran teologi Islam. Bahkan Nasr menganjurkan kembali kepada tradisi Islam. Sebagai teolog, Nasr mengkritik banyak hal, terutama modernisasi yang dianggap menggerus nilai spiritual Islam (h. 7).
Sebagai intelektual tangguh, Nasr tidak hanya mengkritik. Ia juga membangun argumentasi yang kokoh untuk keluar dari kemelut modernitas. Sebagai intelektual garda depan filsafat perennial, maka tawaran Nasr adalah Islam Tradisional.
Pilihan terhadap Islam tradisional ini karena Nasr menilai modernitas tidak mampu memandang realitas kehidupan secara keseluruhan. Islam tradisional memandang realitas dalam bingkai yang lebih besar yang terhubungkan dengan keilahian. Tradisi ibarat pohon yang akarnya terbenam dalam hakikat Ilahi. Dari pohon inilah tumbuh batang dan rantingnya yang tumbuh sepanjang masa. Tradisi yang ditawarkan Nasr menjadi landasan pemikirannya (h. 21-22).
Pilihan terhadap Islam Tradisional ini kemudian menjadi titik pijak bagi pemikiran Nasr dalam berbagai hal, termasuk filsafat wujud. Sidqi berhasil memetakan secara jernih tentang filsafat wujud. Sebagaimana ditulis Sidqi, wujûd itu merupakan kepastian yang universal yang memiliki nilai, kemurnian, dan kesucian dalam kemutlakan segala hal yang bersifat umum. Namun, wujûd yang suci dan murni tersebut teremanasi dan terikat dalam proses menjadi (h. 51-52).
Paparan Sidqi tentang filsafat wujud cukup mendalam. Juga uraiannya tentang relevansi mengkaji pemikiran Nasr dalam konteks kemodernan. Sidqi, sejauh yang saya baca di buku ini, berhasil menangkap dengan jernih pemikiran Nasr.
Sebagai sebuah karya, selain berbagai sisi positifnya, ada beberapa hal teknis yang penting untuk perbaikan edisi berikutnya. Pertama, kutipan pemikiran Nasr dalam bahasa Inggris perlu untuk diterjemahkan. Jadi ada edisi Inggris dan Indonesia. Hal ini penting karena tidak semua orang menguasai bahasa Inggris. Edisi terjemahan akan memudahkan pembaca untuk memahami konteks pemikiran Nasr.
Kedua, perlu editing ulang agar buku ini terasa lebih enak dibaca. Beberapa kesalahan teknis pengetikan juga perlu diperhatikan.
Terlepas dari kesalahan teknis tersebut, buku ini memiliki kontribusi yang sangat penting dalam memperkaya khazanah pemikiran filsafat dan pemikiran Islam. Salam!
Ngainun Naim
Tulungagung, 29 Oktober 2013
www.ngainun-naim.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.