Sabtu, 19 Oktober 2013

Menulis Itu Jangan Banyak Tanya, Tapi Segera Praktik



Oleh Ngainun Naim

Salah satu kebahagiaan yang saya rasakan adalah saat bisa membantu teman belajar menulis. Jika dalam perkembangannya teman yang belajar menulis tersebut bisa menghasilkan tulisan yang baik, kebahagiaan saya semakin bertambah. Apalagi jika kemudian dia mampu produktif menghasilkan karya.
Jika ditelisik, sesungguhnya peminat dunia menulis itu cukup banyak. Tetapi karena berbagai sebab, mereka tidak bisa mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Salah satu sebabnya karena tidak ada media untuk menampung tulisan. Seorang penulis itu membutuhkan apresiasi dari orang lain. Dulu, ketika media sosial dunia maya belum berkembang pesat seperti sekarang ini, salah satu ukuran keberhasilan seorang penulis adalah saat karyanya dimuat di media cetak. Perjuangan untuk bisa dimuat itu jelas tidak ringan. Jumlah media terbatas, sementara jumlah karya tulis yang masuk bertumpuk. Akibatnya, hanya sedikit penulis yang karyanya berhasil dimuat. Itupun biasanya adalah para penulis yang sudah punya nama. Sementara penulis baru biasanya harus menghadapi ujian seleksi redaksi yang panjang. Mungkin tulisan yang kesekian puluh baru bisa masuk.
Di sinilah justru yang menjadi persoalan. Tidak sedikit penulis pemula yang tidak tahan menunggu. Mereka merasa putus asa dan akhirnya meninggalkan dunia menulis. Mereka merasa dunia menulis bukan dunianya. Buktinya, berkali-kali mengirim naskah ternyata tidak juga ada satu pun yang dimuat.
Sekarang, media untuk memuat tulisan tidak hanya media cetak. Media sosial memberikan peluang menulis yang sangat luas. Hadirnya media ini dalam kenyataannya telah menumbuhsuburkan potensi menulis yang selama ini terpendam. Kompasiana adalah salah satu contohnya. Saya membaca ada begitu banyak penulis yang produktif di Kompasiana. Mereka menemukan dunia baru setelah berkenalan dengan blog keroyokan ini. Karya tulisnya rajin menyapa pembaca nyaris tanpa jeda. Ada yang sehari menulis sampai tiga atau empat artikel. Ada yang rutin sehari sekali. Ada yang seminggu 3-4 naskah dan sebagainya.
Media, dengan demikian, sekarang ini bukan lagi menjadi persoalan. Ada banyak media yang dapat dimanfaatkan untuk menampung tulisan. Tinggal bagaimana menulis dan menjaga spirit untuk terus menulis.
Para penulis pemula biasanya memiliki hasrat yang sangat besar untuk menulis, tetapi kurang diimbangi dengan praktik menulis. Saya sendiri bukan penulis yang baik. Saya masih belajar dan terus belajar agar menghasilkan karya yang baik. Menurut keyakinan saya, menulis itu lebih merupakan dunia praktik daripada teori. Teori penting, tetapi yang lebih penting lagi adalah praktik menulis. Buat apa menguasai teori menulis yang sangat luas dan mendalam jika tidak satu karya pun dihasilkan? Memang tetap saja ada manfaatnya menguasai teori, tetapi penguasaan teori tidak menjamin seseorang bisa menulis. Yang membuat seseorang bisa menulis adalah praktik menulis.
Saya memiliki pengalaman menarik berkaitan dengan seorang teman yang belajar menulis. Teman tersebut merupakan peserta sebuah acara di mana saya pernah menjadi narasumber di sebuat perguruan tinggi swasta di Madiun. Beberapa hari setelah mengisi acara tersebut, dia berkirim SMS berkaitan dengan menulis. Saya jawab setiap pertanyaan yang dia kirim. Jawaban SMS yang saya kirim rupanya membuat dia semakin rajin bertanya. Nyaris tiap hari dia kirim SMS. Saya pun berusaha menjawab setiap SMS yang dia kirimkan.
Tetapi lama kelamaan SMS yang dia kirim makin menggelikan dan menjengkelkan. Salah satunya dia bertanya tentang cara menerbitkan buku. Pertanyaan teknis yang membuat saya tersenyum kira-kira begini: ”Kalau misalnya saya sudah sampai di kantor penerbit buku, siapa pak yang harus saya temui pertama kali?”. Saya baca SMS itu dengan agak geli. Masak sampai persoalan semacam itu ditanyakan, begitu pikir saya. Secara reflek saya jawab, ”Satpam mas”.
Beberapa hari kemudian dia SMS lagi, lalu saya tanya: ”Sudah mencoba membuat tulisan?”, tanya saya. ”Belum Pak”, jawabnya.
Saya pun kemudian memberi saran kepada dia bahwa menulis itu jangan banyak tanya, tetapi segeralah praktik menulis. ”Anda tetap tidak akan bisa menulis dengan banyak bertanya, tetapi dengan banyak menulis”.
Kediri, 19 Oktober 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.