Jumat, 11 Oktober 2013

Aku Korupsi Maka Aku Bahagia





Aku Korupsi Maka Aku Bahagia


Oleh Ngainun Naim

Apa sih sesungguhnya yang ingin dicari manusia dalam hidup ini? Ini pertanyaan sederhana tetapi ternyata tidak mudah untuk dijawab. Ada yang menjawab ingin berguna, ingin kaya, ingin bermartabat, dan sebagainya. Semuanya saya kira betul. Siapa yang tidak ingin berguna, kaya, dan bermartabat? Semua orang yang waras saya kira ingin mendapatkannya.
Berbagai buku mengenai hidup yang pernah saya membaca memberikan penjelasan yang berbeda-beda. Namun demikian rata-rata buku-buku tersebut sepakat dalam satu hal, yaitu kehidupan manusia ini sesungguhnya mencari satu hal: hidup bahagia. Tetapi apa itu hidup bahagia dan bagaimana meraihnya, di sini terjadi perbedaan pendapat dari para ahli.
Bagaimana meraih hidup bahagia di zaman kompetitif yang kian tidak manusiawi ini? Hidup sekarang ini memang semakin keras dan semakin tidak mengenal toleransi kemanusiaan. Tantangan demi tantangan terus hadir dan menjadi bagian tidak terpisah dari kehidupan. Berdiam diri secara pasif akan tergilas dalam arus hidup yang kian ganas. Sementara bergelut secara habis-habisan juga bukan berarti menjamin kesuksesan.
Sekarang ini banyak orang yang melakukan berbagai tindakan tidak terpuji demi tuntutan dinamika hidup. Tujuannya sesungguhnya satu yaitu meraih hidup bahagia. Lihat saja para koruptor itu. Saya juga tidak habis mengerti dan belum menemukan logika yang bisa diterima mengenai bagaimana mereka terus saja menumpuk hartanya. Tetapi saya kira jelas, mereka ingin bahagia dengan korupsi. Kayaknya adagium filsafat yang menyatakan ”Aku Berpikir Maka Aku Ada” dapat disesuaikan untuk para koruptor menjadi ”Aku Korupsi Maka Aku Bahagia”.
Di sini yang justru penting untuk diperhatikan adalah makna bahagia. Dalam bahasa Arab, sebagaimana dijelaskan oleh Jalaluddin Rakhmat dalam buku Tafsir Kebahagiaan (Jakarta: Serambi, 2010) kata yang artinya bahagia adalah falรขh. Dalam kata ini dijelaskan bahwa kebahagiaan itu bukan hanya ketenteraman dan kenyamanan saja. Kenyamanan atau kesenangan satu saat saja tidak melahirkan kebahagiaan. Mencapai keinginan saja tidak dengan sendirinya memberikan kebahagiaan. Kesenangan dalam mencapai keinginan biasanya bersifat sementara. Satu syarat penting harus ditambahkan, yaitu kelestarian atau menetapnya perasaan itu dalam diri kita (h. 18).
Penjelasan ini secara konkrit memberikan gambaran bahwa korupsi yang kian hari kian menggila itu hanya akan memberikan kebahagiaan semu. Harta demi harta yang terkumpul dalam jumlah menggila melalui ”jalan gila” tidak akan memberikan kebahagiaan sejati. Sekarang coba lihat para koruptor yang tertangkap. Hidupnya ”telah selesai”. Ia tidak bisa menikmati lagi harta yang dikumpulkannya. Ia telah kehilangan banyak hal, termasuk bahagia yang didambakannya. Kini yang tersisa hanyalah kesengsaraan. Jadi, korupsi itu bukan jalan meraih kebahagiaan, melainkan jalan meraih kesengsaraan. Sudah begitu, ternyata makin banyak saja orang yang berminat. Terlalu!
Trenggalek, 11 Oktober 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.