Sabtu, 28 September 2013

Tidak Ada Buku Sempurna



Tidak Ada Buku Sempurna
Oleh Ngainun Naim
Menulis buku itu tidak mudah. Bahkan sangat sulit. Dibutuhkan energi yang cukup besar untuk menuliskannya. Juga butuh biaya dan energi untuk mencari dan membaca data-data referensi pendukung.
Setidaknya kondisi semacam itulah yang saya alami. Sebuah naskah buku membutuhkan waktu yang cukup lama dalam pengerjaannya. Apalagi kalau kemudian terbentur dengan keterbatasan referensi, maka penulisan buku menjadi lebih lama lagi.
Namun demikian, jika terus dikerjakan, sedikit demi sedikit buku juga akan selesai. Syaratnya memang harus mampu menundukkan segala hambatan yang ada. Jika tunduk dan mengalah terhadap hambatan yang ada, tentu sebuah naskah buku tidak akan terwujud.
Saat sebuah naskah selesai ditulis bukan berarti sebuah naskah siap untuk dicetak. Masih ada proses panjang yang harus dilalui.  Sebelum sebuah naskah ditawarkan ke sebuah penerbit, langkah yang paling dasar adalah mengedit sebaik mungkin sehingga sebuah naskah menjadi layak untuk ditawarkan.

Pengalaman Seorang Perfeksionis
Saya memiliki seorang teman yang—menurut saya—cukup perfeksionis dalam soal menulis. Tempat kerjanya di luar Jawa, tetapi kami biasanya bertemu setahun sekali. Rumah mertuanya yang satu desa dengan rumah orang tua saya membuat kami bisa bertemu saat idul fitri.
Satu hal yang saya perhatikan dari dia yaitu dia tidak akan melepas sebuah naskah sebelum diedit secara total. Ukuran totalnya itu yang membuat orang lain kadang tidak sabar menanti.
Ia sudah cukup lama selesai menempuh program S-3. Saya menyarankan kepada beliau untuk mengolah ulang naskah disertasinya untuk diterbitkan menjadi sebuah buku. Ia pun menyetujui usulan saya.
Lama tidak bertemu hingga suatu ketika saat ada acara yang mempertemukan kami. Saya pun iseng-iseng menanyakan perkembangan naskahnya. ”Masih harus kuedit lagi. Rasanya masih ada saja yang kurang membuatku puas”, katanya.
Saat saya tanya sampai kapan, dia tidak memastikan. Cuma jawabannya itu menunjukkan bahwa ia memang seorang perfeksionis dalam urusan naskah. Ia maunya memiliki naskah yang cukup baik sebelum dibaca banyak orang.

Selalu Ada Kekurangan
Saya jadi teringat sebuah tulisan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Rektor UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta. Dalam tulisan tersebut beliau menyatakan bahwa jika menanti sebuah buku yang sempurna, maka seumur hidup pasti tidak akan dihasilkan sebuah naskah. Begitu dibaca, ditelaah, diteliti, dan diedit, selalu saja ada hal-hal baru yang ditemukan. Entah itu salah ketik, perlunya memasukkan kata baru, perlu menambah referensi, dan hal-hal baru yang lainnya.
Jika kondisi semacam ini dibiarkan, maka seumur hidup tidak akan ada naskah buku yang dapat sampai ke penerbit. Sebaliknya, sebuah naskah yang telah selesai diketik juga jangan langsung ditawarkan ke penerbit tanpa dibaca ulang, diedit, dan dicermati. Sebuah naskah yang baik adalah perpaduan dari edit, telaah, dan baca ulang, namun tidak perlu berlebihan. Ada batas-batas tertentu yang perlu ditentukan sehingga tidak terjatuh pada sikap perfeksionis.
Salam Persaudaraan!
Trenggalek, 28 September 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.