Sabtu, 07 September 2013

Reaktualisasi Pesan Luhur Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, MPA



Reaktualisasi Pesan Luhur Prof. Soetandyo Wignjosoebroto, MPA
Oleh Ngainun Naim
Kita kehilangan tokoh besar. Tokoh yang hidupnya sarat dengan perjuangan. Keteladanannya seolah menjadi obor pencerah di tengah arus hedonisme dan pragmatisme yang kian menjadi-jadi. Hidup Pak Tandyo yang terepresentasikan dalam perilaku dan pemikirannya menerangi dan menjadi rujukan bagi kemanusiaan yang terjangkiti penyakit akut.
Secara personal saya tidak mengenal secara akrab Prof. Tandyo. Seingat saya, saya hanya dua kali bertemu secara fisik. Pertama saat saya masih mahasiswa di mana saya menjadi notulen seminar dan Pak Tandyo sebagai narasumbernya. Pertemuan kedua adalah saat saya menjadi peserta sebuah seminar. Hanya itu saja pertemuan saya, tetapi pertemuan tersebut meninggalkan kesan mendalam dalam diri saya.
Hidup Pak Tandyo sarat dengan pesan. Disebut pesan karena apapun yang beliau lakukan banyak memberikan nilai positif yang memancarkan energi besar kepada orang lain di sekitarnya, baik yang bertemu muka secara langsung maupun yang membaca kiprah dan pemikirannya.
Kolom beliau di Jawa Pos tentang tokoh Dal Dil Dul (kalau tidak salah bertajuk ”Kiat Hidup di Tengah Perubahan”)  di awal tahun 1990-an saya baca dengan penuh kekaguman. Tetapi sayangnya, kolom itu terhenti pemuatannya. Saya tidak tahu persis apa sebabnya, tetapi konon beliau tidak mau merubah format dan substansi tulisannya atas permintaan ”orang kuat” yang kurang berkenan. 
Ada beberapa hal penting yang dapat saya petik dari sosok Pak Tandyo. Pertama, kesederhanaan. Saat menjadi narasumber seminar di Tulungagung, beliau naik bis dari Surabaya. Sesampai di Tulungagung, beliau berjalan kaki menuju lokasi acara. Padahal, jarak yang ditempuh lumayan jauh. Saat datang dan bercerita bahwa beliau jalan kaki, tentu saja panitia merasa bersalah dan meminta maaf. Tetapi dengan tenang beliau menjelaskan bahwa berjalan kaki itu bagian dari keseharian beliau. ”Kaki juga memiliki hak untuk berjalan”, kata beliau. Ini merupakan satu prinsip hidup yang penting untuk diteladani.
Tulisan Bagong Suyanto, ”Pak Tandyo, the Last Samurai” di Jawa Pos 3 September juga menyebutkan bahwa mencari Pak Tandyo itu di gedung FISIP Unair itu sangat mudah.
”Lihatlah di lantai bawah, di depan ruang perlengkapan, apakah di sana ada sepeda butut yang di depannya ada keranjang yang sudah berkarat. Pak Tandyo, meski di rumahnya ada mobil, setiap hari berangkat ke kampus selalu menunggangi kendaraannya yang butut itu”, tulis Bagong Suyanto.
Kedua, filosofi hidup lurus. Sebagaimana ditulis di Jawa Pos edisi 3 September, filosofis itu berbunyi, ”urip iku sing lurus-lurus wae, nggak usah neko-neko. Sing penting cukup lan halal” (hidup itu yang lurus-lurus saja, tidak usah macam-macam. Yang penting cukup dan halal). Filosofi ini penting sekali karena menandakan adanya ketegasan menjalani hidup. Hidup lurus itu sebenarnya sederhana, tetapi tidak ringan untuk dijalankan. Godaan untuk orang sebesar beliau tentu tidak ringan. Tetapi hidup beliau menunjukkan bahwa beliau mampu menjalani kehidupan secara lurus sebagaimana filosofi yang dipeganginya.
Ketiga, meninggalkan nama baik. Hidup manusia itu hanya sekali. ”Kita harus merawat nama baik kita”, pesan Bung Hatta. Dan itu juga yang tampaknya dilakukan oleh Pak Tandyo. Nama baik itu terekam kuat dalam benak publik. Hal ini juga didukung oleh dedikasi beliau dalam dunia keilmuan. Coba simak pesab n beliau sebagaimana ditulis Bagong Suyanto. ”Jadi doktor atau profesor jangan seperti pohon pisang, sekali berbuah kemudian mati. Jadi profesor, tetapi tidak pernah membuat buku, ibaratnya adalah kesatria Jepang yang tidak memiliki semangat samurai”.
Kini Pak Tandyo telah meninggalkan kita semua. Spirit dan pesan luhur kehidupannya yang layak untuk direaktualisasikan agar kita menjadi bangsa yang bermartabat. Selamat jalan Pak Tandyo.
Salam!
Tulungagung, 5 September 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.