Jumat, 06 September 2013

Belajar dari Kegigihan Menulis Krishna Mihardja



Belajar dari Kegigihan Menulis Krishna Mihardja
Oleh Ngainun Naim

Nama Krishna Mihardja mungkin belum terlalu akrab dengan para pembaca Kompasiana. Saya kira itu wajar karena beliau adalah seorang pengarang sastra Jawa. Berbeda dengan sastra Indonesia yang memiliki cakupan lebih luas, sastra Jawa–tentu saja—hanya dibaca oleh orang Jawa atau orang yang memiliki minat terhadap bahasa Jawa. Jumlah mereka yang mau membacanya juga minoritas di tengah jutaan warga masyarakat Jawa. Bahkan isu sastra Jawa mati suri telah lama diperdebatkan, walaupun faktanya masih hidup sampai hari ini. Tetapi hidupnya sastra Jawa saya kira tidak sesehat dan sesegar sastra Indonesia.
Ada pelajaran penting dari Krishna Mihardja yang dapat diteladani berkaitan dengan dunia menulis. Aspek penting yang dapat diteladani adalah tentang kegigihannya menulis. Ia menulis dengan sangat serius. Buah dari kerja kerasnya selama puluhan tahun sebagai penulis sastra Jawa membuahkan hasil manis. Tahun 2013, Khrisna Mihardja mendapatkan Hadiah Rancage untuk buku kumpulan cerkak (cerita pendek) yang berjudul Pratisara.
Ada banyak pelajaran yang dapat kita petik. Sebagaimana dimuat di Majalah Jaya Baya Nomor 40 Minggu 1 Juni 2013 dimuat tentang sosok Khrisna Mihardja. Beliau memberikan nasihat. ”Kirim tulisan ke media dan tidak dimuat itu hal biasa. saya dulu juga mengalaminya. Mengirimkan puisi atau cerita pendek berkali-kali tidak dimuat. Baru pada tulisan yang ke-50, tulisan saya dimuat”, katanya. Lebih lanjut Krishna menegaskan bahwa menjadi penulis itu membutuhkan daya tahan yang tinggi. Dibutuhkan kegigihan dan tidak patah semangat. Karena itu, walaupun ditolak oleh redaksi media massa, jangan putus asa. Terus saja berkarya, mengirim, dan mengirim lagi. Jika terus saja mengirim, suatu ketika pasti akan lolos dari seleksi media.
Terkait dengan bagaimana meningkatkan kualitas tulisan, Khrisna menegaskan mengenai pentingnya belajar karya para pengarang yang telah dimuat. Juga pentingnya membaca tulisan para sastrawan senior. Kalau perlu membangun komunikasi secara intensif dengan para penulis yang lainnya.
Lulusan Matematika IKIP Yogyakarta ini menceburkan dirinya di sastra Jawa dengan penuh kesungguhan. Selain menekuni sastra Jawa, ia juga menulis dalam bahasa Indonesia. Tulisannya berupa cerita pendek, puisi, dan kritik sastra dan banyak dimuat di berbagai media massa di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Yogyakarta.
Kumpulan cerpen karyanya yang berjudul Bibir diterbitkan oleh Penerbit Gama Media pada tahun 2001. Karya lainnya adalah Di antara Kali Progo dan Kali Opak, Legenda Berdirinya Kota Yogyakarta, dan Ketika Gelap Menjadi Terang. Ketiganya diterbitkan oleh PT Adicitra Yogyakarta pada tahun 2005. Selain itu, tulisannya juga termuat di berbagai antologi, baik sastra Jawa maupun Indonesia.
Karena kerja keras dan kreativitasnya, pada tahun 2011 Khrisna menerima Penghargaan Sastra Untuk Pendidik yang diadakan oleh Pusat Bahasa. Para jurinya, antara lain Sapardi Djoko Damono dan Helvy Tiana Rosa. ”Penghargaan itu bisa menambah motivasi diri saya untuk masuk dan menenuki dunia kesusastraan”, katanya.
Salam.
Tulungagung, 4 September 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.