Selasa, 10 September 2013

Jangan Mengaku Sarjana Jika Belum Bisa Bangun Jam 4 Pagi



Jangan Mengaku Sarjana Jika Belum Bisa Bangun Jam 4 Pagi
Oleh Ngainun Naim
Kemajuan dan kesuksesan hidup tidak hanya ditentukan oleh lembaga tempat seseorang menempuh studi, tetapi juga kemauan untuk melakukan transformasi diri. Banyak orang yang berasal dari daerah terpencil, minim fasilitas, dan jauh dari akses pada akhirnya menjadi orang besar. Sebaliknya, tidak sedikit juga yang hidupnya berlimpah fasilitas, pendidikan di lembaga bermutu, dan dekat dengan akses kekuasaan namun kehidupannya sarat dengan masalah.
Pada titik inilah, salah seorang yang berasal dari daerah terpencil, sarat berbagai kekurangan, dan penuh perjuangan hidup namun akhirnya menuai kesuksesan adalah Prof. Dr. H. Imam Suprayogo. Beliau adalah mantan Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang.
Hari Jumat pagi (6/9), STAIN Tulungagung menyelenggarakan yudisium. Hadir sebagai narasumber pada acara ini adalah Prof. Dr. H. Imam Suprayogo. Prof. Suprayogo dikenal sebagai tokoh penting yang berhasil merubah wajah IAIN Sunan Ampel Malang yang dulu tidak banyak dikenal orang menjadi sebuah universitas besar yang sangat diperhitungkan. Satu-satunya Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) yang bisa bertransformasi langsung menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) hanyalah STAIN Malang. Lainnya harus menjadi IAIN, baru menjadi UIN.
Bukan rahasia lagi jika UIN Maulana Malik Ibrahim atau lebih dikenal sebagai UIN Maliki Malang merupakan perguruan tinggi role model yang dikagumi di lingkungan PTAIN. Kemajuannya sangat luar biasa. Prestasi demi prestasi terus diukir oleh lembaga ini. Semua ini tidak bisa dilepaskan dari tangan dingin Prof. Suprayogo.
Saya beberapa kali mendengarkan ceramah Prof. Suprayogo. Ceramahnya penuh semangat dan motivatif. Orang yang mendengarkan dapat dipastikan seolah mendapatkan darah segar menuju kemajuan. Prof. Suprayogo tidak sekadar motivator tetapi juga membuktikannya secara nyata dalam prestasi kepemimpinan di UIN Maliki Malang.
Saat beliau hadir di STAIN Tulungagung, saya justru tidak bisa mengikuti sepenuhnya. Tetapi dari catatan status seorang teman dosen, saya mendapatkan gambaran acara bahwa beliau menyampaikan banyak hal yang memotivasi para sarjana agar selalu menjadi pribadi yang unggul. Ya, sejauh yang pernah saya dengar secara langsung, juga dari kolega yang mengajar di UIN Maliki Malang, kata yang paling sering beliau ucapkan adalah ”Unggul, Unggul, dan Unggul”. Kata ini selalu beliau ulang dan tegaskan kepada siapapun, khususnya civitas akademika di lembaga yang beliau pimpin. Jelas terlihat bahwa kata tersebut mengandung magnet progresif dan maju. Di tengah iklim kehidupan yang sarat persaingan, kata yang penuh energi tersebut menandaskan pentingnya menjadi pribadi yang terbaik.
Spirit Berubah
Sebagaimana yang saya dengar sendiri, juga dari berbagai tulisan beliau, saya mendapatkan informasi bahwa Prof. Suprayogo berasal dari sebuah desa terpencil di Kabupaten Trenggalek, yaitu Watulimo. Watulimo adalah sebuah kawasan terpencil pegunungan yang letaknya tidak kurang dari 30 kilometer arah tenggara dari Trenggalek. Bagi Anda yang pernah ke daerah tersebut, dipastikan dapat membayangkan bagaimana kondisinya. Penuh perjuangan, tahan nafas, ngeri, dan sejenisnya mengiringi perjalanan menuju Watulimo.
Kehidupan awal Prof. Suprayogo penuh dengan perjuangan. Berbagai kegiatan khas anak kampung, seperti mencari rumput kambing, telah beliau lakukan. Jika kini beliau menjadi profesor, pernah menjadi rektor, pernah menyandang berbagai jabatan, menerima hadiah MURI sebagai penulis blog dalam jangka beberapa tahun tanpa jeda, itu semua tidak diperoleh secara tiba-tiba. Semua itu merupakan hasil perjuangan kerasnya yang tidak mengenal putus asa. Rasanya sulit mencari orang sekelas Prof. Dr. H. Imam Suprayogo. UIN Maliki Malang beruntung pernah dipimpin orang visioner seperti beliau sehingga kini menapaki kemajuan yang sangat berarti.
Dari status teman-teman di jejaring sosial, juga dari beberapa kali ceramah yang saya dengarkan, spirit berubah menjadi kunci yang utama yang selalu beliau dengungkan. Ya, Prof. Suprayogo seolah seorang pemimpi. Hal-hal yang seolah mustahil beliau mimpikan. Mimpi demi mimpi beliau tebarkan demi kebesaran UIN Maliki Malang. Butuh waktu bertahun-tahun untuk mewujudkannya, tetapi sekarang terlihat bagaimana beliau adalah seorang pemimpin yang sukses.
Beberapa Kunci Sukses
Tentu tidak mudah mengurai bagaimana seorang Prof. Dr. Imam Suprayogo bisa menjadi orang yang sukses seperti sekarang ini. Ada banyak faktor yang masing-masing berkaitan dan saling mempengaruhi,
Berdasarkan bacaan terbatas saya, dan mungkin juga kesimpulan dangkal saya, ada beberapa kunci sukses yang dimiliki Prof. Imam. Pertama, disiplin. Anda bisa membayangkan bagaimana sibuknya menjadi rektor. Waktunya hampir pasti habis untuk mengurusi kampus. 24 jam terasa kurang. Saya tahu persis bagaimana sibuknya seorang rektor. Jangankan rektor, dekan saja sibuknya bukan main. Padahal, sebagai warga masyarakat, pimpinan semacam dekan atau rektor juga sering diundang menghadiri berbagai acara. Intinya mereka itu sangat sibuk.
Berbeda dengan rektor pada umumnya, Prof. Suprayogo sangat disiplin. Rektor lainnya saya yakin juga disiplin. Tetapi Prof. Prayogo mampu menjaga kedisiplinan itu dalam jangka panjang. Salah satunya adalah disiplin menulis setiap hari. Ini yang menurut saya sangat berat. Saya yang hanya pegawai biasa saja sering kewalahan mengatur waktu menulis, tetapi Prof. Suprayogo yang bertahun-tahun menjadi rektor dapat menulis tanpa jeda selama bertahun-tahun. Kalau tidak salah selama 5 tahun lebih. Ini tentu prestasi luar biasa.
Menurut cerita, beliau secara disiplin bangun jam 4 pagi, lalu shalat subuh jamaah, membaca al-Qur’an, dan dilanjutkan dengan menulis sebuah artikel untuk blog-nya. Disiplin ini beliau pegang teguh dan tidak bisa ditawar. Saat yudisium kemarin, Prof. Suprayogo menegaskan, ”Jangan mengaku sebagai sarjana jika bangun jam 4 saja Anda belum lulus”.
Kedua, kemauan keras. Jika memiliki cita-cita, apapun akan beliau lakukan agar terwujud. Salah satu wujud nyata mimpi beliau adalah UIN Maliki Malang. Beliau sering bercerita bagaimana perjuangan alih status menjadi UIN. Jika bukan Prof. Suprayogo, mungkin tidak tahan. Berjuang, berjuang, dan terus berjuang. Semangat mewujudkan mimpinya sangat besar. Besarnya semangat dan kemauan beliau itu diakui oleh banyak orang. Salah satunya adalah Prof. Dr. Abdul Haris, M.Ag., salah seorang guru besar IAIN Sunan Ampel Surabaya. Prof. Haris menyatakan, ”Kemauan keras (himmah) Pak Imam selalu tampak dalam berbagai hal. Seringkali yang lebih muda dari beliau kalah semangat dengan kemauan-kemauan itu” (lihat tulisan Prof. Abdul Haris dalam buku yang diedit oleh Ahmad Barizi dan Mujtahid (eds.). Membangun Pendidikan dalam Bingkai Islam Lintas Batas. Malang: UIN Press, 2011, h. 10).
Ketiga, menjadi teladan. Ini yang tidak mudah. Banyak pemimpin yang rajin memerintah, tetapi dia sendiri tidak melaksanakan. Padahal, kesuksesan sebuah perintah itu jika disertai teladan nyata dari yang memerintah. Prof. Suprayogo menjadi contoh nyata mengenai keteladanan ini. Sebagaimana dituturkan Dr. Agus Mulyono, salah seorang dosen di UIN Malang. ”Ketika Pak Imam menyuruh kita shalat jama’ah, beliau paling dulu sampai di masjid untuk shalat jama’ah. Ketika Pak Imam menyuruh sedekah, beliau paling rajin bersedekah. Ketika menyuruh kita puasa, beliau paling istiqamah puasa senin kamis” (lihat di halaman 33 buku sebagaimana dikutip di atas).
Tentunya masih banyak kunci lain dan teladan lain yang bisa diperoleh dari sosok Prof. Dr. Imam Suprayogo. Catatan singkat ini semoga memberikan manfaat kepada kita semua agar menjadi diri yang semakin bermutu dan bermakna. Tidak harus sama dengan beliau, tetapi paling tidak menjadi diri sendiri yang selalu lebih berarti dari hari ke hari. Semoga!
Tulungagung, 7 September 2013
Ngainun Naim




2 komentar:

  1. masyaallah.. artikel ini menjadi inspirasi buat saya untuk menjadi lebih baik dalam berbuat.

    BalasHapus
  2. Terima kasih atas apresiasinya. Senang sekali tulisan sederhana ini ada manfaatnya.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.