Rabu, 11 September 2013

Proyeksi Masa Depan ala Kang Paimo



Proyeksi Masa Depan ala Kang Paimo
Oleh Ngainun Naim
Kang Paimo (bukan nama sebenarnya) bukan tokoh besar. Juga bukan figur yang banyak disorot media. Ia orang sederhana yang menjalani hidup dengan penuh kesungguhan dan totalitas.
Saya mengenalnya secara akrab saat menjadi kuli bangunan di rumah saya. Kang Paimo memang satu desa dengan saya. Tetapi sebagai pendatang, saya belum terlalu lama mengenalnya. Awalnya memang hanya sekadar berbincang sederhana saat dia istirahat. Tetapi perbincangan sederhana itu menjadi titik mula bagi perbincangan lebih lanjut menyangkut berbagai hal dalam kehidupan.
Bagi saya, Kang Paimo berbeda dengan kuli yang lainnya. secara sederhana saya mencatat beberapa perbedaan pada diri Kang Paimo. Pertama, totalitas. Kang Paimo bekerja dengan totalitas. Ia datang beberapa saat sebelum tukang yang ia layani sampai. Ia dengan sigap mempersiapkan segala sesuatu yang akan dipakai oleh tukang. Cara kerjanya cekatan. Tidak sekalipun saya melihatnya ogah-ogahan. Ia bekerja dengan penuh semangat. Tak terlihat wajah lelah, walaupun sebagaimana manusia saya yakin ia merasakannya. Saat pulang pun ia tidak mendahului. Ia akan membereskan semuanya sampai tuntas sehingga tidak ada barang yang tidak rapi setelah ia bekerja. Bahkan saat kerja di rumah saya selesai, ia akan menuntaskan semuanya secara sangat rapi.
Totalitasnya dalam bekerja membuat ia mendapatkan banyak kepercayaan. Nyaris tidak ada waktu yang kosong dari kerja. Bahkan banyak yang harus rela antri menunggu selesainya kerja Kang Paimo di tempat lain daripada mempercayakan kepada kuli lainnya. Hal ini disebabkan karena kerja Kang Paimo memang memuaskan. Jika seorang kuli bekerja selama 10 hari, di tangan Kang Paimo bisa selesai dalam 8 hari.
Kedua, Kang Paimo sangat religius. Coba Anda bayangkan, jam 12 saat istirahat, Kang Paimo bergegas pulang. Ia segera mandi, lalu adzan di masjid dan shalat berjamaah. Begitu rutinitas yang ia lakukan. Jika tidak ada halangan, sehari lima kali ia ikut shalat berjamaah di masjid dekat rumahnya. Saya sering menemuinya berjalan menuju masjid saat saya pulang kerja.
Religiusitasnya yang kuat inilah yang barangkali menjadi pendorong kehidupannya yang tenang dan damai. Memang, soal tenang dan damai adalah soal rasa yang tidak bisa diukur secara fisik, tetapi aktualisasinya dapat kita lihat dalam perilaku dan kehidupannya sehari-hari.
Ketiga, wawasannya luas. Mungkin terdengar aneh ada seorang kuli yang memiliki wawasan luas. Tetapi itu yang saya temui. Ia bisa bercerita banyak hal tentang ilmu agama, tentang pengetahuan umum, dan tentang berbagai hal yang sering di luar dugaan. Saya bertanya darimana ia tahu banyak hal, dan dengan santai dia menjawab bahwa dia banyak memperolehnya dari koran bekas pembungkus belanja istrinya. Sebelum di buang, koran itu akan ia baca sampai tuntas.
Tidak hanya itu, ia juga rajin membaca buku. Saat bekerja di rumah saya, ia meminjam satu buku agama milik saya. Beberapa hari kemudian, saat istirahat, ia bisa bercerita dengan detail mengenai buku yang telah usai ia baca.
Keempat, penabung yang ulet. Bekerja sebagai kuli penghasilan perharinya tidak banyak. Jika orang tidak ulet menabung, tentu uang penghasilannya akan habis untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Kang Paimo berbeda. Hasil nyata tabungannya bisa dilihat dalam banyak hal: ia memiliki sepeda motor yang lumayan bagus; rumahnya cukup bagus, bahkan bagian belakangnya tingkat dua; ia memiliki beberapa ekor kambing dan sapi; dan anak pertamanya telah sukses menjadi seorang tentara.
Jujur saya mengagumi keuletan kerja Kang Paimo. Soal menabung, ia bercerita bahwa ia ingin masa depannya lebih baik. Ia bekerja keras dan menabung agar anak-anaknya lebih baik dari dirinya. Ia memiliki dua orang anak. Anak pertama sudah menjadi tentara, sedangkan anaknya yang kedua masih duduk di bangku SD kelas 6. Ia berharap anaknya yang kedua juga bisa memiliki kerja yang cukup baik sebagaimana kakaknya.
Kelima, menyalurkan hobi yang menghasilkan. Ini yang juga menarik yakni dari hasil kerjanya, ia menabung dan membelikan sebuah alat musik, yaitu elekton. Ia pandai memainkannya. Ia sendiri, menurut ceritanya, di masa mudanya menjadi anggota sebuah kelompok musik. Dan hobi itu ia rawat sampai sekarang. Karena memiliki elekton, malam hari saat beberapa tetangga memiliki hajat, ia akan diundang untuk mengiringi acara. Ia pun, selain menyalurkan hobi, juga mendapatkan tambahan penghasilan.
Keenam, rutin kurban setahun sekali. Ini yang membuat saya malu. Bayangkan, seorang kuli seperti Kang Paimo ternyata mampu menyisihkan penghasilannya khusus untuk membeli hewan korban. Nyaris tidak ada tahun tanpa menyembelih hewan korban. Maka, sebagaimana ajaran agama, korban yang ia lakukan tidak sekadar sebagai ibadah, tetapi juga memberikan dampak konkrit pada keberkahan hidupnya.
Kang Paimo adalah orang sederhana yang hidupnya juga sederhana. Tetapi kesederhanaan dirinya telah memberikan inspirasi dan pencerahan. Bukan berarti ia orang yang sempurna. Beberapa orang sering menggunjingnya soal gaya hidupnya yang super irit, tetapi ia menanggapinya dengan santai. Baginya, yang penting hidupnya jujur dan tidak merugikan orang lain. Hidupnya yang sangat irit dilakukan juga demi masa depan dirinya dan keluarganya.
Ia sadar banyak orang yang berprofesi seperti dirinya hidupnya serba kekurangan. Apa yang dilakukannya merupakan bagian dari kesadarannya untuk hidup lebih baik.
Tulungagung, 8 September 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.