Kamis, 12 September 2013

Dosen Kutu Buku Itu Biasa, Tetapi Tukang Parkir Kutu Buku Itu Luar Biasa



Dosen Kutu Buku Itu Biasa, Tetapi Tukang Parkir Kutu Buku Itu Luar Biasa
Oleh Ngainun Naim
Tidak diragukan lagi bahwa membaca itu memiliki manfaat besar dalam hidup manusia. Membaca yang dilakukan secara konsisten akan membuat pelakunya dapat melakukan transformasi menuju kehidupan yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena isi buku yang diserap secara produktif memberikan stimulus perubahan yang luar biasa.
Ada cukup banyak cerita tentang orang yang mengalami transformasi hidup karena membaca. Rasanya tidak terlalu sulit mencari data mengenai hal ini sebab memang signifikansi membaca telah menjadi pengetahuan umum.
Namun demikian ada penggolongan secara tidak formal bahwa para pembaca yang rajin adalah mereka yang dekat dengan dunia pendidikan. Karena itu merupakan hal biasa manakala mereka—dosen, guru, mahasiswa, peneliti, ekskekutif, dan berbagai profesi yang secara sosial dekat dengan dunia pendidikan lainnya—rajin membaca. Sebab memang aktivitas dan kerja mereka secara umum berhubungan dengan dunia membaca. Justru merupakan hal aneh manakala mereka kurang rajin membaca.
Sementara profesi yang kelihatannya jauh dari dunia pendidikan biasanya juga jauh dari dunia membaca. Implikasinya, jika mereka rajin membaca justru akan dianggap sebagai hal yang luar biasa.
Tukang Parkir Pendiam
Ini merupakan pengalaman lama saya beberapa tahun lalu. Saat itu saya sedang studi di Yogyakarta. Seminggu atau dua minggu sekali saya pulang. Untuk kepentingan mobilitas selama di Yogyakarta, saya memakai sebuah sepeda motor butut. Sepeda motor inilah yang menemani hari-hari saya.
Saat hendak pulang dari kos menuju tempat naik bis di daerah Janti, sepeda saya titipkan di tempat penitipan sepeda. Hal ini memudahkan saya karena saat datang kembali ke Yogyakarta, sepeda dapat segera saya ambil.
Tukang parkir yang menjaga penitipan sepeda usianya sekitar 50 tahun. Tubuhnya tinggi besar. Tetapi orangnya sangat pendiam. Nyaris tidak ada ucapan yang keluar dari mulutnya. Saat saya tanya, jawabannya pun sangat ringkas. Kadang saya juga malas mengajaknya berbicara karena orangnya terkesan sangat cuek.
Pernah saya mencoba membuka perbincangan, tetapi jawaban yang saya peroleh sangat ringkas dan jauh dari kesan hangat. Beberapa kali saya coba, tetapi polanya hampir selalu sama. Ya sudah, perbincangan saya ke beliau pun tidak berkembang. Mungkin karena beliau memang pendiam.
Tetapi ada hal menarik yang dapat saya cermati dari beliau, yaitu saat menjaga tempat penitipan sepeda tersebut, beliau selalu ditemani buku-buku tebal di sekitarnya.  Suatu ketika saya cermati buku-buku yang bertumpuk tersebut. Saya lihat sebagian besar adalah buku-buku agama yang memiliki ketebalan tinggi. Misalnya Tafsir Al-Misbah karangan Prof. Dr. M. Quraish Shihab, buku-buku karya Almarhum Prof. Dr. Hasbie Ash-Shidieqy, dan beberapa buku lainnya. Tidak lupa, kitab suci al-Qur’an dan terjemahnya serta koran lokal Yogyakarta.
Pernah saya bertanya mengenai tumpukan buku-buku tersebut, dengan singkat dijawab sebagai teman. ”Daripada mikir tidak karuan, mendingan ditemani buku-buku yang bisa dibaca”, katanya.  
Saya tidak tahu persis apa beliau sekarang masih bertugas sebagai tukang parkir di Janti Yogyakarta. Saya hanya berdoa agar beliau selalu dalam kesehatan dan keberkahan. Beliau orang luar biasa karena memiliki tradisi membaca yang baik. Sebagai seorang pendidik, setiap ingat beliau saya ini malu rasanya. Saya sangat jarang membaca. Saya harus mentradisikan membaca secara lebih baik lagi agar terjadi transformasi diri ini menuju diri yang lebih baik. Semoga.
Trenggalek, 12 September 2013
Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.