Oleh Ngainun
Naim
Nama Rudi Rubiandini mendadak tenar. Kepala Satuan Kerja Sementara
Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) yang ditangkap
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu tersebut awalnya adalah
seorang akademisi. Jenjang pendidikannya sangat mengagumkan. Beberapa penghargaan
pernah ia raih. Berdasarkan data yang saya peroleh, beberapa prestasi Rudi,
antara lain:
- Presenter Terbaik pada Kongres IATMI, 2000, 2001, 2003 dan 2004.
- IATMI Award, sebagai Inovator Nasional, 2002
- Dosen Teladan ITB ke III, 1994 & 1998
Menjadi guru besar bukan hal sederhana dan mudah. Tetapi
Rudi berhasil meraih gelar tersebut pada usia yang relatif muda. Konon beliau
sudah menjadi profesor di usia sekitar 45 tahun. Tentu ini merupakan prestasi
yang membanggakan.
Setelah bertahun-tahun mengabdikan diri sebagai dosen di
ITB, karirnya sebagai guru besar terhenti karena pada 2010 ia
ditugaskan di BP Migas. Setelah itu, Rudi bahkan jadi wakil menteri ESDM dan
terakhir jadi kepala SKK Migas. Selain
tertangkap tangan karena faktor suap, belakangan juga ramai diberitakan bahwa
Rudi melakukan selingkuh dengan teman kantornya yang berinisial S.
Sebelum Rudi, nama yang juga menyita perhatian publik
adalah Jendral Djoko Susilo. Penangkapan Jendral Djoko Susilo sempat diwarnai
ketegangan antara pihak kepolisian dengan KPK. Jendral Djoko Susilo dalam
perkembangannya kemudian menjadi terdakwa kasus simulator mengemudi. Tidak
hanya itu. Jendral Djoko juga diketahui memiliki lebih satu istri.
Selain kedua pesohor tersebut, ada banyak lagi yang harus
berurusan dengan KPK. Tentu, publik pun terkejut dan banyak bertanya: mengapa
mereka bisa melakukan hal itu? Apa faktor penyebabnya? Sedemikian rusakkah
kondisi negeri ini? Jika orang yang selama ini memiliki citra baik ternyata
tidak bisa dipercaya, lantas siapa lagi yang bisa untuk dipercaya?
Pertanyaan demi pertanyaan dapat terus diajukan dan
berbagai jawaban juga dapat diberikan. Semuanya telah terjadi dan tidak mungkin
untuk dihapus. Hal yang paling penting untuk dilakukan adalah belajar dari pengalaman mereka.
Saya kira kita semua tahu bahwa melakukan korupsi itu
jelas-jelas perbuatan yang melanggar, baik hukum, agama, etika, maupun norma.
Koruptor pun saya yakin sepenuhnya mengetahuinya. Tetapi mengapa korupsi
semakin menggila dan terjadi di mana-mana?
Tentu tidak mudah untuk menjawabnya. Korupsi itu soal
yang pelik, bahkan sangat pelik. Adanya KPK ternyata tidak juga membebaskan
Indonesia dari korupsi. Apalagi tampaknya ada usaha dari berbagai pihak untuk
melemahkan posisi KPK dalam memberantas korupsi.
Jika memang ingin tidak tertangkap KPK, ada satu kunci
sukses yang dapat dilakukan, yaitu jangan
korupsi. Jika kita tidak korupsi, hidup dengan sederhana, jujur, tidak
tergoda dengan harta yang bukan hak kita, maka kita pun tidak akan terjerat
hukum. Kiat ini kelihatannya sederhana, tetapi untuk melaksanakannya dibutuhkan
komitmen, daya tahan, dan kemampuan mengelola diri secara baik. Salam.
Trenggalek, 19 Agustus 2013
Ngainun
Naim,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.