Minggu, 04 Agustus 2013

BUKU HARIAN YANG MENGGETARKAN



BUKU HARIAN YANG MENGGETARKAN
Oleh Ngainun Naim


Hampir semua penulis menyatakan bahwa salah satu hal yang menjadi dasar dari kesuksesan mereka menulis adalah menulis buku harian. Buku harian bukan hanya tempat untuk curhat, tetapi juga untuk berkomunikasi dengan alam pikiran bawah sadar. Para ahli mengatakan bahwa kita baru memakai kurang dari 10% atau 15% dari kemampuan otak kita. Itu artinya lebih 90% otak kita tidak dipakai alias tidur.
Kecenderungan manusia dalam belajar adalah ia akan lebih cepat menangkap atau mengingat sesuatu yang ia dengar, baca, lihat sekaligus rasakan. Ketika kita mendengar sesuatu yang penting barangkali akan mudah hilang jika tidak kita catat. Kebiasaan menyalin informasi atau ide yang terlintas atau yang terdengar di buku harian sebenarnya merupakan cara untuk mengingat sebuah informasi secara lebih langgeng dan cepat. Ketika kita menulis buku harian, sebenarnya kita sedang mengaktifkan pikiran sadar kita. Ketika kita menempel gambar atau yang lainnya, kita mengaktifkan pikiran bawah sadar kita.
Kisah tentang manfaat buku harian sangat banyak. Philip Barry Osborne dalam Chicken Soup for the Writer’s Soul menulis bahwa dalam “Lesson from Aunt Grace” yang muncul di Readers’s Digest, Nardi Reeder Campion menyampaikan sebuah pengalaman dan pesan yang bisa bermanfaat bagi semua pembaca. Kisah Nardi menggambarkan sebuah periode dalam hidupnya ketika ia sedang dalam kesulitan, dan kemudian ia menemukan sebuah buku harian yang telah ditulis lebih dari empat puluh tahun lalu oleh seorang bibi lajang yang juga pernah mengalami masa-masa sulit. Dulu Bibi Grace miskin, rapuh, dan terpaksa hidup bersama kerabatnya. “Aku tahu aku harus ceria, hidup dalam keluarga besar ini tempat aku menggantungkan hidupku,” tulis Bibi Grace. “Meski begitu aku dihantui kemuraman. Sudah jelas situasiku takkan berubah, karena itu, aku akan harus berubah”.
Untuk membantu keutuhan dunianya yang rapuh, Bibi Grace bertekad melakukan enam hal setiap harinya: (1) sesuatu untuk orang lain, (2) sesuatu untuk dirinya sendiri, (3) sesuatu yang tak ingin ia lakukan dan yang perlu dilakukan, (4) latihan fisik, (5) latihan mental, dan (6) sebuah doa asli yang selalu mencakup menghitung anugerahnya. Dari sana, artikel Nardi menjelajahi cara keenam langkah itu membantu mengubah hidupnya, seperti halnya langkah-langkah itu telah membantu mengubah hidup Bibi Grace bertahun-tahun yang lampau.
“Bisakah hidup dijalani berdasarkan sebuah formula?” tanya Nardi dalam artikelnya. “Yang aku tahu hanyalah sejak aku mulai menjalani keenam aturan itu, aku telah menjadi lebih terlibat dengan orang lain dan, karena itu, tidak terlalu ‘terkubur’ dalam diriku sendiri. Bukannya berkubang dalam perasaan mengasihani diri sendiri, aku malah berpedoman pada moto Bibi Grace, ‘Berkembanglah di mana kau ditanam.”
Setelah membaca buku harian ini, Nardi seperti mendapatkan secercah cahaya baru. Ia mendapatkan pencerahan. Buku harian Bibi Grace dirasakan begitu luar biasa. Sejak itu, ia terus berusaha memperbaiki hidupnya agar menjadi diri yang berkembang.
Buku harian Ahmad Wahib merupakan sebuah contoh bagaimana sebuah buku harian memiliki pengaruh yang sedemikian luas. Tidak sedikit pengakuan dari para pemikir, aktivis, hingga mahasiswa yang menyatakan bahwa buku Wahid begitu luar biasa. Begitu tersebut sarat dengan pemikiran progresif. Apa yang ditulis Wahib tidak hanya berisi catatan aktivitas keseharian, tetapi lebih pada pemikiran yang bernar, liberal, dan sangat berani. Itulah mengapa buku Wahid begitu banyak dibicarakan orang karena pengaruhnya yang memang luar biasa.
Dari sebuah buku harian—yang Wahib sendiri hampir pasti tidak pernah membayangkan semasa hidupnya jika akan menghasilkan catatan yang begitu menghebohkan—muncul banyak tulisan, baik makalah, artikel, hingga buku. Mu’arif misalnya, menulis sebuah buku yang berjudul Muslim Liberal. Buku ini membahas tentang pemikiran Wahib yang dinilainya sebagai tokoh yang bisa disebut sebagai liberal. Kata Mu’arif, jauh sebelum Ulil Abshar-Abdalla dan kawan-kawannya mendirikan Jaringan Islam Liberal, Wahib sudah mengawalinya. Wahib memang tidak banyak menelurkan karya, buku, apalagi organisasi macam JIL. Tetapi pada diri Wahib melekat kuat identitas sebagai seorang Muslim liberal.
Jauh sebelum buku Wahib terbit, buku harian yang paling monumental adalah karya R.A Kartini. Habis Gelap Terbitlah Terang adalah kumpulan catatan harian dan surat menyurat antara RA Kartini dengan para sahabatnya di Negeri Belanda. Seperti Anne Frank, Kartini telah membuka mata dunia, menginspirasi banyak orang, dan memberikan pengaruh yang luar biasa.
Tokoh lain yang dapat disebut adalah Soe Hok Gie. Buku hariannya berisi tentang aktivitas yang dilakukannya, baik sebagai demonstran yang gigih, pembaca buku yang tekun, pendaki gunung yang fanatik, pemuda yang menyukai pesta dan hura-hura, maupun sebagai keturunan Tionghoa yang punya banyak pengalaman diskriminatif. Seperti umumnya buku harian, buku Gie juga banyak diwarnai oleh konflik batin antara ia dengan kekasihnya, orang tuanya, lawan politiknya, dan dengan dirinya sendiri. Gie menuliskan buku hariannya seperti bercerita, sehingga membaca buku hariannya seperti membaca sebuah novel yang bersetting sejarah tahun 60-an.

Ngainun Naim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.