BANJIR PENGUNJUNG
Oleh Ngainun Naim
Salah
satu kebahagiaan penulis adalah saat tulisannya dibaca banyak orang. Itu juga yang aku rasakan. Hari selasa kemarin, dalam sehari blogku ini, www.ngainun-naim.blogspot.com, dikunjungi oleh 340 orang. Dan
hari rabo, dikunjungi oleh 409 orang. Ini merupakan kunjungan terbanyak sejak
aku aktif mengisinya bulan maret kemarin. Biasanya, dalam sehari dikunjungi di
kisaran 50 pengunjung. Kadang di atas 50, kadang kurang.
Aku tidak tahu pasti mengapa jumlah pengunjung blog milikku
meningkat sedemikian drastis. Tetapi dugaan terkuatku karena tulisanku yang
kukirim ke Kompasiana ”nangkring” pada posisi Inspiratif selama beberapa jam.
Kulihat juga tulisan tersebut disebar melalui twitter dan FB.
Apa hubungannya dengan meningkatnya jumlah pengunjung
blogku? Begini. Di (hampir) setiap artikel yang aku kirim ke Kompasiana, pada
bagian akhir aku selalu menyisipkan alamat blogku. Aku meniru seorang
Kompasianer senior, Wijaya Kusuma atau Omjay. Di bagian akhir setiap
tulisannya, Omjay menulis alamat blognya. Dan itu juga yang aku lakukan.
Menulis di blog atau jejaring sosial yang lainnya itu
sangat menantang. Di tinjau dari sisi materi, memang tidak ada materi yang
kuperoleh secara langsung. Tetapi secara tidak langsung, materi itu juga akan
datang menyapa. Salah satu buktinya, sekitar dua minggu sebelum puasa, aku
diminta mengisi acara sebuah sekolah di Tulungagung. Ketika kepala sekolah
datang ke kantorku untuk acara tersebut, aku bertanya mengapa memilih aku
sebagai pembicara, ternyata salah satu alasannya karena tulisanku yang dinilai
cukup banyak.
Pengalaman para aktivis blog—selain Omjay yang bisa
kusebut adalah Pak Johan Wahyudi—juga menunjukkan betapa menulis di blog itu
sangat besar manfaatnya. Ada ”efek
samping” yang bisa kita rasakan.
”Menulis itu klangenan”,
kata seorang teman yang merupakan penulis sekitar 10 buku beberapa hari. Ia
datang menemuiku setelah sekian tahun tidak bertemu. Ada rasa bahagia kembali
bersua. Yang paling membahagiakan adalah saat berbincang tentang dunia menulis.
Menulis itu seperti barang berharga yang harus terus dipelihara. Materi bukan
menjadi tujuan yang utama. Materi memang penting, tetapi menulis yang hanya
dimotivasi untuk kepentingan materi semata akan kecewa. Sebab, tidak semua
hasil tulisan kita bisa diuangkan.
Jadi, apapun yang terjadi, menulis harus terus
ditradisikan agar memberikan banyak manfaat. Sedekah itu tidak harus berupa
materi tetapi juga tulisan. Tulisan yang menginspirasi manfaatnya jelas terasa.
Coba kita baca testimoni atau tulisan para Kompasianer yang mengalami transformasi
setelah membaca artikel-artikel di Kompasiana.
Salam!
Tulungagung,
22 Agustus 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.