PUASA
DAN MEMBACA
Oleh
Ngainun
Naim
Mungkin
Anda bertanya mengenai hubungan antara puasa dengan membaca sebagaimana judul
tulisan ini. Pertanyaan semacam itu saya kira wajar karena memang puasa adalah
ibadah yang tidak ringan. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan di tengah
aktivitas rutin menjadikan ketahanan fisik tidak jarang menurun. Maka, gambaran
orang yang berpuasa biasanya kurang energi, lemah, dan malas. Pada kondisi
semacam ini, membaca tentu merupakan aktivitas yang berat untuk dilakukan.
”Orang berpuasa kok disuruh membaca,” mungkin begitu pikiran Anda.
Menurut
saya, gambaran puasa semacam itu sesungguhnya kurang tepat. Puasa bukan untuk
menjadikan orang kurang bergairah. Puasa justru harus membuat kualitas diri
semakin tumbuh dan berkembang. Orang yang berpuasa akan tetap penuh gairah jika
dalam dirinya ada motivasi positif dan spirit hidup yang kuat.
Kajian
psikologi menunjukkan bahwa motivasi memberikan dampak nyata terhadap aktivitas
hidup seseorang. Jika orang yang berpuasa telah menata niat secara baik, maka
aktivitas hariannya akan tetap penuh makna dan berkualitas. Puasa tidak akan
menjadi alasan—atau modus dalam
istilah anak muda—untuk bermalas-malasan sembari menunggu waktu berbuka puasa.
Memang
bukan hal mudah untuk melakukan hal semacam ini. Puasa sebulan penuh seringkali
menurunkan daya tahan tubuh. Godaan demi godaan membuat kondisi fisik tidak
selalu prima. Namun demikian, seyogyanya selalu diusahakan agar kita tidak
larut dalam kepasifan. Harus selalu dibangun motivasi positif untuk menjalankan
puasa dengan penuh vitalitas.
Satu
kegiatan positif yang dapat dilakukan adalah membaca. Ya, membaca seharusnya
dilakukan untuk mengisi bulan puasa secara lebih produktif. Tentu saja, bacaan
utama yang harus mendapatkan prioritas adalah membaca kitab suci al-Qur’an.
Spirit membaca kitab suci ini biasanya lebih tumbuh subur karena kondisi
lingkungan memang memungkinkan untuk membacanya. Alunan ayat suci al-Qur’an
terdengar di berbagai tempat. Berbagai media juga menyajikan hal-hal yang sarat
dengan nuansa agama. Kondisi semacam ini memberikan pemantik yang produktif
untuk kita membaca dan mengkaji al-Qur’an. Jika saja dalam sehari kita bisa
membaca sampai satu jus secara konsisten, maka dalam sebulan kitab suci
tersebut telah katam.
Tentu
tidak semua orang mampu melakukannya. Tetapi paling tidak diusahakan setiap
hari membaca al-Qur’an, berapapun jumlahnya. Hal ini penting agar hidup kita
sebagai umat Islam selalu berada dalam lingkaran al-Qur’an.
Bacaan
lain yang dapat dipilih adalah buku-buku yang dapat meningkatkan kualitas
ibadah kita. Saya pribadi memilih buku karya Almarhum Prof. Dr. Nurcholish
Madjid yang berjudul 30 Sajian Rohani. Buku
ini berisi 30 renungan harian yang memang didesain untuk dibaca secara harian:
satu hari satu bagian. Di tengah kesibukan rutin, buku ini memberikan wawasan
dan pengetahuan yang bermanfaat buat saya. Memang butuh usaha keras juga agar
saya bisa membaca buku ini. Kerja dari pagi sampai sore telah menguras energi.
Tetapi saya berusaha untuk memanfaatkan celah waktu yang ada untuk membaca.
Saya
biasanya mengawali pagi hari dengan membaca al-Qur’an. Setelah sahalat subuh,
saya membuat catatan ringan seperti tulisan ini. Setelah mendapatkan dua atau
tiga paragraf, saya berbenah untuk berangkat kerja. Di perjalanan saat naik bis,
jika memungkinkan saya membuka buku Cak Nur untuk saya baca. Syukur-syukur
dapat satu renungan. Jika tidak, akan saya selesaikan di kantor. Kalau di
perjalanan selesai, di kantor saya baca ulang agar lebih mengena dan paham.
Memang
bukan hal mudah, tetapi membaca sedikit demi sedikit semacam ini telah
memberikan banyak wawasan dan manfaat. Di bulan puasa ini, saya mengajak
saudaraku sekalian untuk memanfaatkan waktu dengan memperbanyak ibadah,
termasuk membaca kita suci al-Qur’an dan buku-buku yang dapat meningkatkan
kualitas diri kita.
Tulungagung,
15 Juli 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.