Senin, 15 Juli 2013

PUASA DAN MEMBACA



PUASA DAN MEMBACA
Oleh Ngainun Naim

Mungkin Anda bertanya mengenai hubungan antara puasa dengan membaca sebagaimana judul tulisan ini. Pertanyaan semacam itu saya kira wajar karena memang puasa adalah ibadah yang tidak ringan. Menahan diri dari hal-hal yang membatalkan di tengah aktivitas rutin menjadikan ketahanan fisik tidak jarang menurun. Maka, gambaran orang yang berpuasa biasanya kurang energi, lemah, dan malas. Pada kondisi semacam ini, membaca tentu merupakan aktivitas yang berat untuk dilakukan. ”Orang berpuasa kok disuruh membaca,” mungkin begitu pikiran Anda.
Menurut saya, gambaran puasa semacam itu sesungguhnya kurang tepat. Puasa bukan untuk menjadikan orang kurang bergairah. Puasa justru harus membuat kualitas diri semakin tumbuh dan berkembang. Orang yang berpuasa akan tetap penuh gairah jika dalam dirinya ada motivasi positif dan spirit hidup yang kuat.
Kajian psikologi menunjukkan bahwa motivasi memberikan dampak nyata terhadap aktivitas hidup seseorang. Jika orang yang berpuasa telah menata niat secara baik, maka aktivitas hariannya akan tetap penuh makna dan berkualitas. Puasa tidak akan menjadi alasan—atau modus dalam istilah anak muda—untuk bermalas-malasan sembari menunggu waktu berbuka puasa.
Memang bukan hal mudah untuk melakukan hal semacam ini. Puasa sebulan penuh seringkali menurunkan daya tahan tubuh. Godaan demi godaan membuat kondisi fisik tidak selalu prima. Namun demikian, seyogyanya selalu diusahakan agar kita tidak larut dalam kepasifan. Harus selalu dibangun motivasi positif untuk menjalankan puasa dengan penuh vitalitas.
Satu kegiatan positif yang dapat dilakukan adalah membaca. Ya, membaca seharusnya dilakukan untuk mengisi bulan puasa secara lebih produktif. Tentu saja, bacaan utama yang harus mendapatkan prioritas adalah membaca kitab suci al-Qur’an. Spirit membaca kitab suci ini biasanya lebih tumbuh subur karena kondisi lingkungan memang memungkinkan untuk membacanya. Alunan ayat suci al-Qur’an terdengar di berbagai tempat. Berbagai media juga menyajikan hal-hal yang sarat dengan nuansa agama. Kondisi semacam ini memberikan pemantik yang produktif untuk kita membaca dan mengkaji al-Qur’an. Jika saja dalam sehari kita bisa membaca sampai satu jus secara konsisten, maka dalam sebulan kitab suci tersebut telah katam.
Tentu tidak semua orang mampu melakukannya. Tetapi paling tidak diusahakan setiap hari membaca al-Qur’an, berapapun jumlahnya. Hal ini penting agar hidup kita sebagai umat Islam selalu berada dalam lingkaran al-Qur’an.
Bacaan lain yang dapat dipilih adalah buku-buku yang dapat meningkatkan kualitas ibadah kita. Saya pribadi memilih buku karya Almarhum Prof. Dr. Nurcholish Madjid yang berjudul 30 Sajian Rohani. Buku ini berisi 30 renungan harian yang memang didesain untuk dibaca secara harian: satu hari satu bagian. Di tengah kesibukan rutin, buku ini memberikan wawasan dan pengetahuan yang bermanfaat buat saya. Memang butuh usaha keras juga agar saya bisa membaca buku ini. Kerja dari pagi sampai sore telah menguras energi. Tetapi saya berusaha untuk memanfaatkan celah waktu yang ada untuk membaca.
Saya biasanya mengawali pagi hari dengan membaca al-Qur’an. Setelah sahalat subuh, saya membuat catatan ringan seperti tulisan ini. Setelah mendapatkan dua atau tiga paragraf, saya berbenah untuk berangkat kerja. Di perjalanan saat naik bis, jika memungkinkan saya membuka buku Cak Nur untuk saya baca. Syukur-syukur dapat satu renungan. Jika tidak, akan saya selesaikan di kantor. Kalau di perjalanan selesai, di kantor saya baca ulang agar lebih mengena dan paham.
Memang bukan hal mudah, tetapi membaca sedikit demi sedikit semacam ini telah memberikan banyak wawasan dan manfaat. Di bulan puasa ini, saya mengajak saudaraku sekalian untuk memanfaatkan waktu dengan memperbanyak ibadah, termasuk membaca kita suci al-Qur’an dan buku-buku yang dapat meningkatkan kualitas diri kita.

Tulungagung, 15 Juli 2013



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.