KUNCI
HIDUP SUKSES
Oleh Ngainun
Naim
Siapa
yang tidak mau hidup sukses? Semua orang yang normal pasti ingin hidupnya
sukses. Perjalanan hidup ini sesungguhnya bergerak menuju kepada dua arah:
sukses atau gagal. Semuanya berusaha untuk sukses, tetapi hanya sebagian kecil
saja yang dapat mencapainya. Hal ini wajar karena sesungguhnya hidup ini
merupakan dinamika kompetisi yang tidak selalu berjalan linier.
Tetapi
apa definisi dan parameter sukses itu sendiri menimbulkan berbagai perbedaan
pendapat. Ada yang menilai sukses adalah berhasil menduduki jabatan tertentu,
mengumpulkan harta berlimpah, mendapat posisi sosial terhormat, atau selalu
dipuja banyak orang. Tetapi ada juga yang mengukur sukses dari sudut yang
berbeda, yaitu menikmati segala hal yang diberikan Tuhan dalam kehidupan.
Berkaitan
dengan sukses ini, Wishnubroto Widarso dalam bukunya Kiat Hidup Sukses (Yogyakarta: Kanisius, 2000) menyatakan bahwa
untuk mengukur apakan seseorang itu sukses atau tidak, kriteria kejujuran dan altruisme perlu dimasukkan. Kalau tidak, nanti tidak ada bedanya
antara orang yang sukses sejati dengan garong—orang yang merampas harta, hak,
dan kehormatan orang lain demi kesenangan diri sendiri (hlm. 13).
Pendapat
Widarso ini menarik untuk direnungkan. Kehidupan yang serba kompetitif ini
membuat orang harus berjuang ekstra keras untuk menggapai kesuksesan.
Persaingan hidup semakin hari semakin ketat. Usaha yang sama yang di waktu
sebelumnya bisa mengantarkan kesuksesan, belum tentu akan memiliki kekuatan
yang sama ketika dilakukan di waktu yang lainnya.
Begitulah
realitas kehidupan sekarang ini. Bagi orang yang memiliki karakter kuat,
hambatan dan tantangan apapun akan dihadapi dengan penuh ketabahan dan
keikhlasan. Sukses atau gagal akan dipahami sebagai realitas hidup yang harus
diterima dengan dada terbuka. Jika sukses tidak akan berbangga hati, dan jika
gagal tidak patah hati. Semuanya akan dijalani dengan usaha maksimal tanpa
terjatuh ke jalan-jalan yang tidak benar.
Sebaliknya,
orang yang mentalnya rapuh maka jalan pintas—saya menyebutnya dalam tulisan
saya beberapa hari lalu sebagai potong
kompas—yang akan ditempuh. Demi kesuksesan yang dipahaminya sebagai
terkumpulnya harta berlimpah maka korupsi akan dilakukan. Demi menduduki
jabatan publik maka politik uang akan digunakan. Demi mempertahankan posisi
sosial, maka jalan kekerasan akan dihalalalkan. Begitu seterusnya.
Sukses
sejati ditempuh melalui usaha-usaha yang berpegang kepada koridor ajaran agama.
Orang akan disebut sebagai orang sukses jika jalan yang ditempuh tidak
menghalalkan segala cara. Ia akan menempuh jalan halal dan bermartabat.
Baginya, jalan pintas tidak akan mengantarnya menuju gerbang kesuksesan sejati.
Mungkin kesuksesan akan ditempuh, tetapi sifatnya sementara. Justru pada saat
berikutnya bukan kesuksesan yang diraih, tetapi kehancuran.
Menurut
Nurcholish Madjid dalam buku 30 Sajian
Ruhani, Renungan di Bulan Ramadhan (Bandung: Mizan, 2007), untuk dapat
hidup sukses sejalan dengan perspektif al-Qur’an, ada empat faktor yang penting
untuk diperhatikan. Pertama, agar
berhasil dalam menjalani kehidupan, orang harus memerhatikan waktu.
Memerhatikan waktu berarti mengatur dan mengelola serta memanfaatkannya untuk
beribadah dalam pengertian yang luas sebaik-bainya. Kedua, harus beriman secara benar. Ketiga, seseorang harus mampu melakukan amal saleh atau kerja
sosial karena hampir keseluruhan ibadah dalam Islam selalu dibarengi dimensi
konsekuensial. Dan keempat, seseorang
harus mengikuti mekanisme sosial yang ada, berupa kontrol sosial untuk saling
mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.
Empat
faktor ini, jika kita cermati, akan mampu mengantarkan orang untuk menggapai
kesuksesan yang sejati. Memang tidak mudah untuk melakukannya, tetapi pedoman
keempat aspek tersebut penting dijadikan sebagai bahan rujukan dalam menjalani
kehidupan ini secara benar.
Tulungagung,
16 Juli 2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.