Selasa, 16 Juli 2013

KUNCI HIDUP SUKSES



KUNCI HIDUP SUKSES
Oleh Ngainun Naim

Siapa yang tidak mau hidup sukses? Semua orang yang normal pasti ingin hidupnya sukses. Perjalanan hidup ini sesungguhnya bergerak menuju kepada dua arah: sukses atau gagal. Semuanya berusaha untuk sukses, tetapi hanya sebagian kecil saja yang dapat mencapainya. Hal ini wajar karena sesungguhnya hidup ini merupakan dinamika kompetisi yang tidak selalu berjalan linier.
Tetapi apa definisi dan parameter sukses itu sendiri menimbulkan berbagai perbedaan pendapat. Ada yang menilai sukses adalah berhasil menduduki jabatan tertentu, mengumpulkan harta berlimpah, mendapat posisi sosial terhormat, atau selalu dipuja banyak orang. Tetapi ada juga yang mengukur sukses dari sudut yang berbeda, yaitu menikmati segala hal yang diberikan Tuhan dalam kehidupan.
Berkaitan dengan sukses ini, Wishnubroto Widarso dalam bukunya Kiat Hidup Sukses (Yogyakarta: Kanisius, 2000) menyatakan bahwa untuk mengukur apakan seseorang itu sukses atau tidak, kriteria kejujuran dan altruisme perlu dimasukkan. Kalau tidak, nanti tidak ada bedanya antara orang yang sukses sejati dengan garong—orang yang merampas harta, hak, dan kehormatan orang lain demi kesenangan diri sendiri (hlm. 13).
Pendapat Widarso ini menarik untuk direnungkan. Kehidupan yang serba kompetitif ini membuat orang harus berjuang ekstra keras untuk menggapai kesuksesan. Persaingan hidup semakin hari semakin ketat. Usaha yang sama yang di waktu sebelumnya bisa mengantarkan kesuksesan, belum tentu akan memiliki kekuatan yang sama ketika dilakukan di waktu yang lainnya.
Begitulah realitas kehidupan sekarang ini. Bagi orang yang memiliki karakter kuat, hambatan dan tantangan apapun akan dihadapi dengan penuh ketabahan dan keikhlasan. Sukses atau gagal akan dipahami sebagai realitas hidup yang harus diterima dengan dada terbuka. Jika sukses tidak akan berbangga hati, dan jika gagal tidak patah hati. Semuanya akan dijalani dengan usaha maksimal tanpa terjatuh ke jalan-jalan yang tidak benar.
Sebaliknya, orang yang mentalnya rapuh maka jalan pintas—saya menyebutnya dalam tulisan saya beberapa hari lalu sebagai potong kompas—yang akan ditempuh. Demi kesuksesan yang dipahaminya sebagai terkumpulnya harta berlimpah maka korupsi akan dilakukan. Demi menduduki jabatan publik maka politik uang akan digunakan. Demi mempertahankan posisi sosial, maka jalan kekerasan akan dihalalalkan. Begitu seterusnya.
Sukses sejati ditempuh melalui usaha-usaha yang berpegang kepada koridor ajaran agama. Orang akan disebut sebagai orang sukses jika jalan yang ditempuh tidak menghalalkan segala cara. Ia akan menempuh jalan halal dan bermartabat. Baginya, jalan pintas tidak akan mengantarnya menuju gerbang kesuksesan sejati. Mungkin kesuksesan akan ditempuh, tetapi sifatnya sementara. Justru pada saat berikutnya bukan kesuksesan yang diraih, tetapi kehancuran.
Menurut Nurcholish Madjid dalam buku 30 Sajian Ruhani, Renungan di Bulan Ramadhan (Bandung: Mizan, 2007), untuk dapat hidup sukses sejalan dengan perspektif al-Qur’an, ada empat faktor yang penting untuk diperhatikan. Pertama, agar berhasil dalam menjalani kehidupan, orang harus memerhatikan waktu. Memerhatikan waktu berarti mengatur dan mengelola serta memanfaatkannya untuk beribadah dalam pengertian yang luas sebaik-bainya. Kedua, harus beriman secara benar. Ketiga, seseorang harus mampu melakukan amal saleh atau kerja sosial karena hampir keseluruhan ibadah dalam Islam selalu dibarengi dimensi konsekuensial. Dan keempat, seseorang harus mengikuti mekanisme sosial yang ada, berupa kontrol sosial untuk saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.
Empat faktor ini, jika kita cermati, akan mampu mengantarkan orang untuk menggapai kesuksesan yang sejati. Memang tidak mudah untuk melakukannya, tetapi pedoman keempat aspek tersebut penting dijadikan sebagai bahan rujukan dalam menjalani kehidupan ini secara benar.

Tulungagung, 16 Juli 2013.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.