Rabu, 17 Juli 2013

DERING HP SAAT SHALAT



DERING HP SAAT SHALAT
Oleh Ngainun Naim

Wajah perempuan setengah baya yang duduk di kursi bis sebelah saya terlihat jengkel. Sesekali ia menoleh ke arah suara dari beberapa kursi di belakangnya. Kemudian bibirnya berkomentar lirih. ”Telpon kok di loudspeaker. Nggak tahu apa kalau mengganggu orang lain”, gerutunya.
Cukup lama suara perbincangan via HP yang menimbulkan kejengkelan tersebut. Saya kira tidak hanya dia yang jengkel. Namun reaksi terhadap kejengkelan tersebut bermacam-macam. Saya sesungguhnya juga jengkel, tetapi saya berusaha menikmati setiap kondisi yang saya temui. Karena bagi saya, perjalanan ke tempat kerja dengan bis umum akan menghadapi berbagai resiko yang beragam, mulai dari penumpang penuh sesak, orang mabuk, bau menyengat, dan berbagai kemungkinan lainnya, termasuk mendengar suara gaduh HP yang diloadspeaker.
Tulisan ini ingin menyorot satu fenomena yang sering saya temui, yaitu HP. HP sekarang ini memang telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan. Rasanya HP telah menjadi ”candu” sehingga tanpa HP hidup terasa kurang lengkap. HP ketinggalan saja bingungnya minta ampun, apalagi kalau sampai hilang.
Memang kemajuan dalam berbagai produk HP menjadikan HP tidak hanya sekadar sebagai alat komunikasi, tetapi juga berbagai fungsi lainnya yang kian hari kian canggih. Setiap waktu selalu muncul produk terbaru yang menawan. Hari ini beli produk terbaru, minggu depan telah keluar produk yang lebih baru lagi. Begitu seterusnya.
Tetapi tampaknya pemilikan HP tidak diikuti dengan etika penggunaannya. Etika itu—menurut saya—berlaku dalam segala kondisi, khususnya saat berhadap dengan orang lain. Jika Anda sedang sendirian, menerima telepon dalam bentuk dan aksi apapun tidak menjadi masalah. Tetapi jika Anda bersama orang lain, maka ada etika yang harus Anda perhatikan.
Pertama, saat Anda mengikuti kegiatan yang melibatkan banyak orang, seperti rapat, mendengarkan ceramah, mengikuti kuliah, dan kegiatan sejenisnya, lebih baik HP dimatikan. Telepon yang berdering pada saat semacam ini menganggu suasana. Mematikan HP juga merupakan bagian dari ikhtiar untuk tidak tergantung sepenuhnya terhadap HP. HP memang penting, tetapi jangan sampai keberadaannya membuat kita kecanduan dan mengabaikan etika.
Kedua, saat berada di tempat ibadah, seperti di masjid, HP harus dimatikan. Di berbagai masjid sekarang ini ada tulisan yang tegas, ”HP Harap Dimatikan”. Tulisan semacam ini, sayangnya tidak selalu dipatuhi. Beberapa kali saya menemukan kejadian yang mengganggu konsentrasi shalat. Kejadian itu, kebetulan saya alami sendiri. Bukan dari HP saya, tetapi HP jamaah yang kebetulan berada persis di samping saya. Saat itu sedang shalat asar. Memasuki rakaat kedua, dering HP jamaah samping saya berdering. Lagu OPLOSAN dangdut koplo berdendang secara utuh sampai shalat selesai. Usai shalat dan bersalaman, saya lihat wajah jamaah tersebut kemerahan karena menahan malu.
Di saat lain, justru imam yang memimpin shalat lupa mematikan HP-nya. Berkali-kali HP yang diletakkan di depannya berbunyi mendendangkan sebuah lagu pop. Jelas saja, kondisi ini mengganggu konsentrasi jamaah yang lainnya.
Tentu pembaca sekalian memiliki ukuran etika sendiri tentang kapan saat HP harus dimatikan dan kapan harus dibunyikan. Prinsip yang mendasar, jangan sampai bunyi HP Anda mengganggu aktivitas sosial saat bersama orang lain. Soal kapan dan bagaimana penerapannya, saya kira pembaca yang lebih tahu kondisinya.  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.