Rabu, 03 Juli 2013

POTRET HUMOR KIAI



Judul Buku: Tawa Show di Pesantren
Penulis: Akhmad Fikri AF
Penerbit: LKiS Yogyakarta
Edisi: 2013
Tebal: 170 halaman
Peresensi: Ngainun Naim



Tertawa adalah obat yang ampuh untuk menyegarkan jiwa. Tertawa yang muncul dari humor dapat menjadi katarsis untuk melepaskan segenap tekanan dalam jiwa. Maka, humor itu penting artinya untuk kesehatan.
Larisnya acara-acara humor di berbagai televisi menunjukkan bahwa kebutuhan humor di masyarakat itu sangat tinggi. Masyarakat membutuhkan hiburan setelah tertekan oleh dinamika kehidupan yang kian kompleks. Menikmati acara humor, karena itu, menjadi media yang ampuh untuk mencerahkan jiwa agar kembali sehat.
Humor sendiri telah menjadi kajian ilmiah. Sebagaimana dikatakan oleh Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Retorika Modern (2004: 126-128), ada beberapa teori tentang humor. Pertama, teori superioritas dan degradasi. Kita tertawa bila menyaksikan sesuatu yang janggal, aneh, atau menyimpang. Kita tertawa karena kita merasa tidak mempunyai sifat-sifat objek yang ”menggelikan”. Sebagai subjek, kita memiliki kelebihan, sedangkan objek tertawa kita mempunyai sifat-sifat yang rendah.
Kedua, bisosiasi. ”Kita tertawa bila secara tiba-tiba kita menyadari ketidaksesuaian antara konsep dengan realitas yang sebenarnya. Menurut teori ini, humor timbul karena kita menemukan hal-hal yang tidak diduga.
Ketiga, teori pelepasan inhibisi. Ini teori yang paling ”teoritis”, yang bermuara dari Sigmund Freud. Kita banyak menekan ke alam bawah sadar kita pengalaman-pengalaman yang tidak enak atau keinginan-keinginan yang tidak bisa kita wujudkan. Salah satu di antara dorongan yang kita tekan itu adalah dorongan agresif. Dorongan agresif masuk ke alam bawah sadar kita dan bergabung dengan kesenangan bermain di masa kanak-kanak.
Bila kita lepaskan dorongan ini yang bisa diterima masyarakat, kita melepaskan inhibisi. Kita merasa senang karena lepas dari sesuatu yang menghimpit kita. Kita melepaskan diri dari ketegangan. Kita senang. Karena itu, kita tertawa.
Tiga teori yang diulas oleh Jalaluddin Rakhmat tersebut dapat kita gunakan untuk membaca buku yang ditulis oleh Akhmad Fikri AF ini. Buku ini mengulas sisi-sisi tersembunyi dunia pesantren. Dunia kiai, dunia santri, dan relasi antara keduanya ternyata tidak selalu berlangsung secara formal dan penuh ketakdhiman. Tidak jarang muncul hal-hal mengejutkan dan spontanitas.
Menelisik dimensi humor kiai, sebagaimana dipaparkan dalam buku ini, akan mengantarkan kita pada perspektif yang selama ini tidak terendus. Kiai misalnya, selama ini diposisikan sebagai figur terhormat, serius, sarat norma, dan berbagai aspek ’kesempurnaan’ lainnya. tetapi masyarakat sering lupa bahwa kiai adalah manusia sebagaimana yang lainnya. Status sebagai kiai tidak akan menghilangkan keunikannya sebagai manusia. Maka, membaca buku ini akan membuat Anda betul-betul terhibur dan ’ngakak’.
Pada bab yang berjudul ”Kiai Bisri dan Strategi Kiai Wahab”, diceritakan bahwa ada seorang warga yang ingin berkorban melakukan konsultasi kepada Kiai Bisri Syansuri. Orang tersebut ingin korban sapi, tetapi karena anggota keluarganya delapan, orang tersebut ingin di akhirat nanti satu keluarga bisa satu kendaraan agar tidak terpencar.
Kiai Bisri yang sangat ketat dalam urusan fikih mengatakan bahwa kurban sapi hanya untuk tujuh orang. Bahkan saat orang itu menanyakan kalau anggota keluarganya yang kedelapan adalah anaknya yang berumur tiga bulan, Kiai Bisri tetap menjawab, ”Tidak bisa”.
Merasa tidak puas, orang itu mengadu ke Kiai Wahab. Apa jawab Kiai Wahab, ”Agar anakmu yang masih kecil itu bisa naik ke punggung sapi, harus pakai tangga. Sampeyan sediakan seekor kambing agar anak sampeyan bisa naik ke punggung sapi”, kata Kiai Wahab.
Orang itu dengan semangat mengatakan, ”Siap Kiai. Jangankan satu, dua pun siap”.
Coba Anda simak kisah ini. Terlihat bahwa kisah ini, memakai teori Jalaluddin Rakhmat, termasuk bisosiasi. Ada kejanggalan, tetapi kisah tersebut menyuguhkan humor yang sarat makna. Ketegasan prinsip sebagaimana Kiai Bisri penting artinya untuk menjaga integritas norma agama, tetapi strategi fleksibel sebagaimana dikembangkan Kiai Wahab juga merupakan strategi efektif untuk merangkul masyarakat agar tetap berada dalam bingkai norma agama.

Kisah menarik yang dapat kita petik di sini adalah ”Kiai Alhamdulillah”. Kiai biasanya dipanggil dengan hal-hal unik yang melekat dalam dirinya. Seorang kiai yang sering berkata subhanallah dipanggil Kiai Subhanallah. Maka ada Kiai Astaghfirullah, Kiai Innalillahi, dan ada juga Kiai Alhamdulillah. Alkisah, suatu hari, empat orang kiai ini sedang bepergian bersama dalam satu mobil. Dalam perjalanan, mereka melewati sungai yang menjadi pusat aktivitas masyarakat, termasuk mandi. Tanpa malu para wanita muda mandi di pinggir sungai. Melihat itu, Kiai Astaghfirullah spontan berkata, ”Astaghfirullah”. Tidak mau kalah, Kiai Innalillahi mengatakan, ”Innalillahi”, dan Kiai Subhanallah pun mengatakan ”Subhanallah”. Mengikuti teman-temannya, Kiai Alhamdulillah pun berkata, ”Alhamdulillah”.
Ada banyak sekali kisah humor yang dimuat dalam buku ini. Totalnya ada 51 humor. Tentu saja, kisah semacam ini penting untuk dibaca. Tidak hanya agar terhibur, tetapi juga menjadi bagian dalam memahami dunia pesantren yang sesungguhnya sangat kaya warna.
Membaca buku akan membuat Anda menemukan kesegaran, keceriaan, dan keterkejutan. Banyak hal tak terduga yang muncul dan terjadi. Para kiai ternyata memiliki selera humor tinggi. Humor tersebut merupakan spontanitas dan kadang dengan kesengajaan. Maksudnya juga bermacam-macam.
Humor, sebagaimana dikatakan Gus Dur dalam bukunya Melawan Melalui Lelucon (2000: 274), memang tidak dapat mengubah keadaan atas ”tenaga sendiri”. Ini sudah wajar, karena apalah kekuatan percikan perasaan di hadapan kenyataan yang mencekam kehidupan. Namun, lelucon yang kreatif, tetapi kritis, akan merupakan bagian yang tidak boleh tidak harus diberi tempat dalam tradisi perlawanan kultural suatu bangsa, kalau bangsa itu sendiri tidak ingin kehilangan kehidupan waras dan sikap berimbang dalam menghadapi kenyataan pahit dalam lingkup yang sangat luas. Dera kepahitan dalam jangka panjang tidak mustahil akan ditundukkan oleh kesegaran humor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.