Minggu, 21 Juli 2013

MEMAKNAI BAHAGIA



MEMAKNAI BAHAGIA
Oleh Ngainun Naim

Tujuan hidup manusia itu sesungguhnya bisa disederhanakan pada kata bahagia. Anda boleh saja tidak setuju dengan pendapat saya ini. Setiap orang juga memiliki pemikiran terkait dengan tujuan hidupnya masing-masing. Karena itu jika ada yang memiliki tujuan hidup yang lain atau berbeda dengan apa yang saya tulis ini, itu merupakan realitas yang harus saya hargai sebaik-baiknya.
Hakikat bahagia sendiri ternyata tidak mudah dirumuskan. Ada yang memahami bahagia sebagai memiliki harta berlimpah. Tetapi ketika banyak harta telah diperoleh, ternyata tidak pernah merasakan kepuasan. Ia selalu saja merasa kurang dan kurang. Harta ternyata ibarat air laut yang tidak bisa menghilangkan dahaga. Maka kita acapkali mendengar orang yang kaya raya tetapi hidupnya tidak bahagia.
Ada juga yang bilang bahwa bahagia itu ketika kita dipuja banyak orang. Demi menjadi orang pujaan berbagai cara ditempuh. Ada yang melalui jalur normal lewat berbagai kompetisi. Namun ada juga yang melalui jalur pintas. Tetapi apakah ketika ketenaran telah diperoleh berarti bahagia akan diperoleh? Mungkin saja ia, tetapi kita tidak bisa menutup mata bahwa banyak pesohor yang tersiksa hidupnya karena kebebasannya terenggut. Kemana-mana ia tidak lagi memiliki kebebasan.
Satu fenomena perburuan kebahagiaan yang kini justru meresahkan adalah dengan jalan mengkonsumsi narkoba. Kian hari para penggunanya kian bertambah. Para pengguna narkoba mungkin saja menemukan kebahagiaan saat mengkonsumsinya tetapi itu hanya bersifat sementara. Setelah pengaruhnya hilang, mungkin kesengsaraan yang ia rasakan. Apalagi kalau kemudian ditangkap polisi maka kesengsaraannya kian berlimpah.
Tentu ada lebih banyak lagi paparan yang bisa ditemukan mengenai bagaimana bahagia itu. Dan Anda sekalian saya kira punya daftar yang lebih panjang lagi. Definisi bahagia yang Anda rumuskan bisa jadi sangat khas dan tidak sama dengan rumusan saya. Saya kira itu wajar.
Saat menulis catatan ini, saya teringat sebuah buku kecil karangan Jalaluddin Rakhmat. Buku tersebut berjudul Tafsir Kebahagiaan (Jakarta: Serambi, 2010) . Saya buka lagi buku itu dan saya menemukan sebuah paparan yang cukup menarik. Kata Kang Jalal, kebahagiaan itu bukan hanya ketenteraman dan kenyamanan saja. Kenyamanan atau kesenangan satu saat saja tidak melahirkan kebahagiaan. Mencapai keinginan saja tidak dengan sendirinya memberikan kebahagiaan. Kesenangan dalam mencapai keinginan biasanya bersifat sementara. Satu syarat penting harus ditambahkan, yaitu kelestarian atau menetapnya perasaan itu dalam diri kita (h. 18).
Saya renungkan paparan tersebut. Hasil renungan saya menyimpulkan bahwa meraih kebahagiaan itu tidak mudah. Mungkin Anda tidak setuju karena bagi Anda kebahagiaan itu sederhana dan mudah saja. Tetapi saya memahaminya sebagai sebuah kondisi yang tidak datang begitu saja. Bahagia itu, menurut saya, harus diusahakan dan adanya kemauan untuk membangun paradigma yang tepat dalam memahami setiap fenomena. Sikap semacam ini penting agar bahagia itu betul-betul hadir dalam kehidupan kita.
Satu cara yang saya tangkap dari paparan Kang Jalal adalah kebahagiaan itu merupakan sebuah sudut pandang. Dalam hal ini lag-lagi saya mengamini Kang Jalal yang menyatakan bahwa kita cenderung lebih memerhatikan penderitaan ketimbang kebahagiaan, something wrong lebih mengalihkan perhatian daripada something right. Kang Jalal memberikan contoh, sebuah gigi yang sakit lebih diperhatikan daripada sekian gigi yang sehat. Satu bagian tubuh yang sakit akan lebih menyita perhatian daripada anggota-anggota badan yang tak sakit (hal. 30). Padahal, jika kita mengubah sudut pandang, justru kita akan bersyukur dan menemukan kebahagiaan.
Kebahagiaan itu tidak bisa selamanya menetap diri. Suatu ketika pasti ada kesedihan. Kebahagiaan ada karena adanya kesedihan. Sedih itu manusiawi, tetapi jangan larut di dalamnya. Mari kita ubah sudut pandang dengan lebih memerhatikan berbagai hal yang positif daripada konsentrasi pada hal negatif. Jika ini kita lakukan, kebahagiaan saya kira akan hadir dalam hidup kita. Semoga.

Ngainun Naim



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.