Bagian
Pertama
Oleh Ngainun
Naim
Tadi siang saya diminta
rekan dan rekanita IPNU-IPPNU Anak Cabang Ngunut untuk mengisi acara selapanan.
Saya bukan mubaligh dan jarang mengisi ceramah laiknya mubalig. Memang pernah
saya mengisi acara semacam itu, tetapi kebanyakan lebih karena tidak ada
pilihan lain. Kalau boleh memilih, saya lebih suka menulis. Karena itu, di
acara ini, saya membuat catatan singkat sesuai dengan tema yang diminta
panitia. Catatan ini, demi kepentingan kemashlahatan yang lebih luas, saya share
di media sosial (FB dan Blog).
Membentuk Akhlak
Mulia itu bukan sebuah
kegiatan yang bisa ditentukan kapan pencapaiannya. Memang ada tolok ukur
tertentu yang bisa dijadikan indikator bahwa seseorang telah memiliki akhlak mulia.
Namun demikian bukan berarti setelah itu prosesnya selesai.
Hidup manusia
selalu memiliki dinamika dan tantangan. Tidak ada manusia yang akhlaknya sempurna, selain Rasulullah SAW. Semua manusia memiliki kelemahan dan kekurangan,
termasuk manusia yang sekarang ini kita lihat sebagai manusia yang dalam
pandangan kita telah memenuhi kriteria berakhlak mulia atau berkarakter.
Di dunia ini, hanya
Nabi Muhammas Saw. saja yang memiliki kesempurnaan akhlak. Hal ini bisa
dimengerti karena dalam hadits yang diriwayatkan oleh Siti Aisyah dinyatakan
bahwa akhlak beliau adalah al-Qur’an. Bisa dibayangkan bagaimana keagungan
akhlak beliau karena segala pernik hidup beliau, termasuk juga karakter beliau,
merupakan gambaran dari al-Qur’an. Dan al-Qur’an adalah kitab suci yang menjadi
pedoman dan petunjuk hidup seorang Muslim.
Selain itu, Nabi
Muhammad adalah sosok yang dilindungi Allah dari melakukan dosa (ma’shum). Perilaku beliau terjaga dari
hal-hal buruk. Tidak pernah sekalipun dalam hidupnya Nabi Muhammad melakukan
dosa.
Hal-hal semacam
itulah yang menjadikan karakter Nabi Muhammad sudah mantap. Sementara kita
sebagai manusia biasa selalu tumbuh dan berkembang. Kadang-kadang kita berada
dalam kondisi yang diliputi kebaikan, namun di saat yang lain kita berada dalam
lingkaran keburukan. Tidak semua manusia mampu mempertahankan karakter dirinya
dalam dinamika kehidupan yang terus berkembang. Kadang karakter baik yang telah
tertanam kuat juga goyah. Dengan demikian, menurut penulis, karakter manusia
biasa memang tidak selamanya kokoh. Hal ini menjadi indikasi bahwasanya akhlak itu
memang harus selalu dijaga, dipertahankan, dan ditumbuhkan kembangkan. Artinya,
proses pengembangan akhlak bukan proses yang sekali jadi, melainkan proses yang
terus-menerus tiada henti.
Ada banyak pendapat
yang berkaitan dengan proses yang tiada berhenti ini. Sebagai proses yang tiada
berhenti, secara sederhana pembentukan
akhlak dibagi menjadi
empat tahap. Pertama, pada usia dini disebut tahap pembentukan. Kedua, pada usia remaja disebut tahap
pengembangan. Ketiga, pada usia
dewasa disebut tahap pemantapan. Dan keempat,
pada usia tua disebut tahap pembijaksanaan.
Namun demikian
tidak semua orang setuju dengan pembagian ini sebab dalam realitasnya, tidak
sedikit orang yang sudah dewasa ternyata karakternya belum terbentuk secara
mapan. Hal ini menunjukkan bahwa akhlak
itu tidak harus disesuaikan dengan
umur. Sementara dari dinamika perkembangannya; mulai dari pembentukan hingga
pembijaksanaan, secara umum tidak banyak dipersoalkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.