Oleh Ngainun Naim
Kata cinta memang memiliki magnet yang kuat sepanjang kehidupan manusia.
Agama (Islam) juga menebarkan dan mengajarkan cinta dalam selaksa makna yang
menghampar. Begitu besarnya makna cinta bagi kehidupan, maka ajaran Tuhan pun
juga penuh dengan tebaran makna cinta.
Tentu saja, cinta yang diajarkan Tuhan bukan cinta cengeng yang penuh
gejolak nafsu. Cinta Tuhan adalah cinta transendental yang menginjeksi
nilai-nilai spiritualitas-transendental. Manusia yang dapat mereguk cinta Tuhan
akan menemukan hidupnya dalam bingkai nilai dan ajaran agama. Ia tidak akan
sesat dan hanyut dalam godaan duniawi.
Tema cinta dari Tuhan menjadi bahan kajian yang cukup luas, mendalam,
bahkan abadi. Selalu saja dalam setiap masa hadir kajian tentang cinta dalam
hubungannya dengan Tuhan. Artikulasi kecintaan Tuhan kepada manusia
sesungguhnya sedemikian mendalam. Hal ini terlihat pada bagaimana Tuhan
mengajarkan kepada manusia untuk menjauhi segala sesuatu yang dapat
menghancurkan hidupnya. Tuhan mengajarkan kepada manusia agar menjalani hidup
ini selalu dalam rel kebaikan dan menjauhi segala bentuk kemunkaran.
Tuhan mengajarkan kepada manusia untuk mencintai secara tulus. ”Siapa saja
yang menabur cinta di bumi, dia akan menuai damai. Siapa saja yang mencintai,
dia akan dicintai. Siapa yang menyakiti, dia akan disakiti. Siapa yang berbuat
zalim, dia akan dizalimi. Siapa yang berkhianat, dia akan dikhianati. Sekecil
apapun yang kita terbangkan di udara, sungguh kita akan menerima karmanya”,
kata Islah Gusmian dalam bukunya yang menggetarkan, Surat Cinta dari Tuhan, (2005: 42-43).
Parafrase ini sungguh menyentuh. Manifestasi cinta yang diajarkan oleh
Tuhan, berkaitan erat dengan nilai-nilai moralitas diri dan sosial. Hal ini
dibuktikan dalam salah satu hadis qudsi yang menyebutkan bahwa tidak ada cinta
kasih yang melebihi sifat santun. Hadis tersebut secara eksplisit menunjukkan
bahwa kesopanan adalah cinta yang sangat luhur. Mencintai sesungguhnya adalah
jalan bagaimana kita merawat, menjaga, dan memberikan kesempatan untuk
berekspresi dengan baik kepada subyek yang kita cintai. Di sinilah Allah
menunjukkan kepada kita bahwa kesopanan merupakan kesadaran bagaimana kita bisa
merawat subyek yang kita cintai itu. Itulah cinta yang luhur. Tidak sedikit
orang yang menempatkan sesuatu atau orang yang dicintainya sebagai objek
kepemilikan yang bebas untuk dieksploitasi.
Di tengah kehidupan yang penuh anomali seperti saat ini, dibutuhkan ”lampu
penerang” yang dapat menjadi acuan dalam mengarungi kehidupan. Dengan mengkaji,
menghayati, merenungi, dan memaknai ajaran Tuhan mengenai cinta, kita bisa
memandang semesta kehidupan ini dalam pancaran cinta dan kasih sayang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.