Oleh Ngainun Naim
Mimpi bisa menulis sudah mulai tumbuh pada
diri saya saat duduk di bangku MTsN. Tahun 1988 saya diterima sebagai murid
MTsN Tunggangri Kalidawir Tulungagung. Di sekolah inilah mimpi-mimpi masa depan
saya mulai terbangun.
Figur penting yang memantik keinginan
menulis itu adalah seorang guru bahasa Inggris. Saat itu, beliau masih sangat
muda. Usianya berkisar 28 tahun. Orangnya tinggi besar. Kalau
mengajar enak sekali. Saya saat itu merasakan bahwa belajar bahasa Inggris itu
menyenangkan.
Aspek yang
mendorong saya ingin bisa menulis adalah beliau itu seorang penulis. Saya tahu
dari Majalah Mimbar Pembangunan Agama (MPA) yang merupakan majalah Departemen
Agama (sekarang Kementerian Agama) Provinsi Jawa Timur. Bapak saya seorang guru
Depag sehingga setiap bulan beliau mendapatkan majalah tersebut. Di majalah
ini, saya lihat beberapa kali beliau menulis artikel. Selain itu, saya juga
menemukan artikel beliau di majalah AULA dan majalah berbahasa Jawa, Jaya Baya.
Melihat beliau
pandai menulis artikel, mimpi untuk bisa menulis tumbuh dalam diri saya. Saya
amati aktivitas beliau. Di kelas atau di sela-sela istirahat, tangan beliau
tidak lepas dari buku. Membaca dan terus membaca menjadi aktivitas yang membuat
saya terpesona.
Apa yang beliau
lakukan menginspirasi saya, walaupun saya belum tahu apa yang harus saya
lakukan agar bisa menulis. Tetapi kekaguman itu harus saya katakan dengan jujur
telah membuka mata saya akan dunia menulis. Satu yang saya amati: kalau ingin
menjadi penulis, jalan yang terpenting adalah banyak membaca.
Maka, saya pun
mulai belajar menyukai membaca. Tetapi ternyata tidak mudah untuk menyukai
aktivitas membaca. Saya cepat ngantuk saat membaca. Dan lagi, bahan bacaan
tidak mudah saya temukan.
Kini, lebih dari
20 tahun kemudian, saya merasakan betul dampak dari inspirasi yang diberikan
oleh guru bahasa Inggris saya, Bapak Drs. Muhammad Amrullah. Beliau kini menjadi
Kepala MIN Jeli Karangrejo. Komunikasi dengan beliau sampai sekarang masih
terus berlangsung secara intensif. Salah satu faktornya karena kami sekarang
sama-sama mengajar di STAI Diponegoro Tulungagung.
Beberapa
minggu lalu beliau SMS saya untuk bertemu. Beliau memberitahukan bahwa seri
ke-2 dan ke-3 dari buku beliau yang berjudul Kawruh Islam telah terbit dan ingin menghadiahkannya kepada saya.
Tentu saja, saya menyambutnya dengan penuh kegembiraan. Dan jumat sore, tanggal
17 Mei saat rapat di STAI Diponegoro, kami bertemu. Beliau dengan penuh
semangat menghadiahkan buku karyanya. Saya pun memberikan kepada beliau buku
terbaru saya, The Power of Reading. Sayang,
karena waktu yang mepet, kami tidak bisa berbincang sampai puas. Tetapi satu
hal yang harus saya ucapkan; terima kasih tak terkita kepada Pak Muhammad
Amrullah yang karena inspirasinya saya menyukai membaca dan menulis. Semoga
beliau selalu dikarunia kesehatan dan keberkahan agar selalu memberikan
inspirasinya buat para generasi muda. Salam. Trenggalek, 21/5/2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.