Selasa, 30 April 2013

TIDAK TERHEGEMONI TEKNOLOGI


Saya sedang membuat artikel tentang Filsafat Ilmu Pengetahuan. Artikel ini membahas tentang hal-ihwal pengetahuan ditinjau dari sudut pandang filsafat. Tetapi saya tidak akan memaparkan substansi tulisan tersebut di catatan ini. Tulisan itu sendiri tinggal editing akhir dan akan saya kirim ke sebuah Jurnal Ilmiah kampus. Semoga saja ada yang mau memuatnya. Kalaupun tidak dimuat juga tidak apa-apa. Saya berusaha membangun prinsip: tugas penulis ya menulis, sementara memuat itu tugasnya redaksi. Kalaupun tidak dimuat, saya sangat yakin hanya waktu dan kesempatan saja yang belum berpihak. Suatu saat tulisan yang tertolak itu pasti ada gunanya. Dan yang penting, saya selalu berusaha merawat spirit menulis agar tetap konsisten.
Menulis topik Filsafat Ilmu Pengetahuan ini mengharuskan saya mencari berbagai referensi pendukung. Dan alhamdulillah, Allah memudahkan saya dalam kerja ini. Walaupun juga harus dipahami, bukan berarti tidak ada hambatan sama sekali.
Bersamaan dengan penelusuran pustaka ini, saya menemukan sebuah tulisan tentang seorang profesor ITS di Harian Jawa Pos edisi Jumat, 19 April 2013. Judul tulisan itu memikat saya, ”Abdullah Shahab Tak Merasa Butuh Ponsel meski Banyak Aktivitas, Janjian Lancar dengan Memanfaatkan Telepon Rumah dan Kantor”. Tulisan tentang Prof. Abdullah Shahab ini menarik karena menurut saya, beliau adalah seorang intelektual yang mampu menjadikan dirinya tidak terhegemoni oleh teknologi.
Saya pernah hadir dalam sebuah seminar yang bertema “Integrasi Islam dan Sains serta Etika Profesi dalam Implementasi Perkuliahan PAI dan Mata Kuliah Berbagai Bidang Disiplin Ilmu”, oleh Pusat Pengembangan Agama Islam Universitas Brawijaya, Kamis, 6 Mei 2010. Salah seorang pembicaranya adalah Prof. Abdullah Shahab. Saya terpukau oleh kedalaman wawasannya, termasuk wawasan agama Islam. Beliau sangat menguasai topik yang dibawakan lengkap dengan landasan filosofisnya dalam Islam.
Berita di Jawa Pos itu menulis dengan kalimat pembuka yang menarik. ”Sampai saat ini Prof Dr Ir Abdullah Shahab MSc belum punya ponsel. Bukan karena dia tak sanggup membeli atau gaptek. Tetapi, pilihan itu didasarkan pada sikap rasional untuk tidak terbawa arus”.
Pilihan beliau tidak menggunakan ponsel bukan karena ingin tampil beda, tetapi lebih didasari oleh pertimbangan yang rasional. ”Saya tak butuh alasan untuk pakai ponsel”, kata beliau. Sebaliknya, beliau menjelaskan, orang yang menggunakan ponsel itu harus punya alasan. Sebab, dulu, ketika orang tak punya ponsel, toh kehidupan juga berlangsung dengan baik. Jika alasannya untuk memudahkan komunikasi, Prof. Shahab menolaknya karena ternyata tidak selalu orang yang memiliki ponsel mudah untuk dihubungi.
Tetapi perspektif yang menarik—dan menurut saya filosofis—adalah saat beliau menyatakan, para pengguna ponsel itu tidak serta merta diartikan sebagai kalangan melek teknologi. Menurut Prof. Shahab, kebanyakan pengguna ponsel hanyalah pemakai atau operator. Sementara itu, teknologi dalam ponsel tersebut sama sekali tidak dikuasai.
Kondisi semacam itu, tegas Prof. Shahab, malah akan membuat manusia jadi malas berpikir. Dengan nada kritis, beliau mengatakan, ”Ibaratnya, jempolnya akan lebih besar dari otaknya”. Ya, pengguna ponsel lebih banyak mendayagunakan jempolnya daripada otaknya.   
Walaupun tanpa ponsel, kegiatan Prof. Shahab tetap berjalan lancar. Semua itu terjadi karena beliau memiliki perencanaan yang matang. 
Tulisan tentang Prof. Abdullah Shahab—Guru Besar bidang Proses dan Manajemen Manufaktur ITS—mengajarkan kepada saya bahwa produk teknologi seperti ponsel itu memang penting, tetapi jangan sampai keberadaannya membuat kita kehilangan otonomi kemanusiaan kita. Ketika ponsel telah ’menjajah’, maka ponsel tidak lagi menjadi sarana untuk memudahkan kita dalam menjalani kehidupan, Justru ponsel membuat kita tidak lagi manusiawi, hidup merasa tidak sempurna, dan terbawa arus kehidupan yang sesungguhnya tidak ada ujungnya. Pada titik inilah, pilihan sikap Prof. Abdullah Shahab—walaupun kita tidak harus menyetujuinya—mengajarkan kepada kita untuk tidak taklid buta sepenuhnya kepada ponsel. Salam! [Kampus STAIN Tulungagung, 30 April 2013].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.