Rabu, 01 Mei 2013

DILTHEY [BAGIAN PERTAMA]




Judul tulisan ini mungkin kelihatan aneh. Bagi Anda yang menekuni kajian pemikiran, khususnya filsafat, akan segera dapat mengarahkan asosiasi pada judul ini. Ya, Dilthey—lengkapnya Wilhelm Christian Ludwig Dilthey—adalah seorang tokoh penting dalam kajian hermeneutika.
Saya tidak ingin mengajak Anda berdebat mengenai keabsahan hermeneutika. Memang, banyak yang mempertanyakan, bahkan menggugat, saat hermeneutika dipelajari di perguruan tinggi agama. Bagi saya, gugatan semacam ini sah-sah saja. Tetapi adanya mata kuliah hermeneutika juga absah secara epistemologi, ontologi, dan aksiologi.
Secara pribadi saya meyakini bahwa hikmah itu bisa diperoleh darimana saja. Jika ada ilmu dan manfaat, bagi saya, itu dapat dijadikan sebagai wahana untuk memperkaya pengetahuan kita.
Catatan ini, sebagaimana catatan saya yang lainnya, tidak akan membahas secara detail tentang hermeneutika Dilthey. Saya hanya ingin berbagi hal-hal ringan yang saya harapkan ada manfaatnya.
Ceritanya, selasa [30/4], saya mengunjungi sebuah kios buku kecil di utara perempuan Jepun Tulungagung. Saya beberapa kali mengunjungi kios ini sehingga penjualnya hapal dengan saya. Di kios ini, saya mendapatkan sebuah buku yang sangat menarik. Judul buku tersebut adalah Wilhelm Dilthey, Peletak Dasar Ilmu-ilmu Humaniora. Penulisnya Supriyo Priyanto, dan diterbitkan oleh Penerbit Bendera Semarang tahun 2001.
 Buku ini bagi saya termasuk buku langka. Pertama, karena penerbitnya bukan penerbit besar. Kedua, buku ini sudah terbit 12 tahun yang lalu. Karena itu, saat mendapatkan buku ini, saya menganggapnya sebagai keberuntungan. Dan yang ketiga, saya tertarik pada kajian hermeneutika sehingga buku ini saya harapkan dapat memperkaya pemahaman saya terhadap pemikiran Dilthey.
Membaca sekilas buku ini memberikan banyak pelajaran berharga buat saya. Dilthey ternyata bukan hanya seorang ahli hermeneutika. Ia seorang ahli yang menguasai banyak bidang. Hermeneutika adalah salah satu di antara berbagai keahlian yang dikuasainya.
Pada halaman 5 buku ini disebutkan bahwa secara keseluruhan pemikiran Dilthey adalah filsafat kehidupan. ”Kehidupan” diberinya arti khusus, yaitu bukan hanya kehidupan biologis, tetapi seluruh kehidupan manusiawi yang kita alami menurut kompleksitasnya yang amat kaya. Menurut Dilthey, dunia terdiri dari banyak sekali kehidupan individual, dan bersama-sama membentuk kehidupan umat manusia sebagai realitas sosial dan historis. Oleh karena itu, dia berpendapat bahwa kehidupan merupakan satu-satunya obyek bagi filsafat, karena tidak ada sesuatu yang di bawah atau di seberang kehidupan.
Menjadi pemikir itu tidak mudah. Ada banyak hambatan dan tantangan yang harus dihadapi, termasuk dalam kehidupan personalnya. Dilthey harus berjuang keras menjadi pemikir karena ia memiliki karakter yang berbeda dengan istrinya. Tidak jarang saat ia sedang menyendiri untuk bekerja, istrinya malah mengajak jalan-jalan untuk melihat pertunjukan atau hal-hal lainnya. perbedaan orientasi antara keduanya ternyata tidak mengurangi kreativitas dan produktivitas Dilthey. Bersambung [Kampus STAIN Tulungagung, 1/5/2013].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.