MENULIS ITU PERJUANGAN
Bagian Pertama
Oleh Ngainun Naim
“Pak, ada paket kagem Panjenengan. Sepertinya buku”,
kata petugas resepsionis kampus tempatku bekerja. Dia hafal betul dengan paket
kiriman yang kerap aku terima, yaitu buku. Aku bergegas menuju ruang
resepsionis untuk mengambil paket tersebut. Dan seperti aku duga, paket buku.
Hari senin (11/3) kemarin
menjadi hari yang indah karena kehadiran buku inspiratif, Tidur Berbantal Koran, Kisah Inspiratif Seorang Penjual Koran Menjadi
Wartawan karya N. Mursidi. Buku ini aku pesan langsung ke penulisnya
setelah aku membaca informasi mengenai buku ini di FB Mas N. Mursidi.
Segera aku membuka
buku tersebut. Kulihat sampulnya yang menarik. Kubaca sekilas isinya. Maksud
hati ingin segera membacanya sampai tuntas, tetapi kesibukan membuatku harus
menunda keinginan tersebut. Aku masih harus mengajar, lalu menyelesaikan tugas
administrasi kantor. Setelah dhuhur, aku berjuang melawan guyuran hujan yang
sangat deras menuju terminal karena harus mengajar di sebuah PTS di Trenggalek.
Aku berharap mendapatkan sebuah bis yang nyaman sehingga memberikan kesempatan
untuk ’mencicipi’ buku Mursidi. Tetapi harapanku tidak terkabul. Bus penuh
sesak. Beruntung masih ada satu bangku untukku duduk.
Aku mensyukuri kondisi
ini. Kunikmati perjalanan sekitar satu jam menuju Trenggalek, sebuah kota kecil
di mana sekarang aku tinggal. Sampai di kampus, aku mengajar sampai sekitar
setengah lima sore. Baru pada malam hari, aku mulai membaca sedikit demi
sedikit.
Membaca buku karya
Mursidi seperti mendengar dia bertutur secara lisan. Ingatanku segera melayang
ke Yogyakarta di awal tahun 2000-an. Saat itu aku diajak Achmad Maulani
(seorang penulis muda produktif yang namanya juga menjadi bagian dari cerita
dalam buku ini karena ia memang teman seperjuangan Mursidi) untuk mampir ke kos
Mursidi, tapi sayang dia tidak ada. Info yang kudapat, ayahnya sakit. Padahal
saat itu aku ingin berdiskusi, berbincang, dan menyerap ilmu tentang menulis di
media massa.
Beberapa kali aku
membaca karya-karya Mursidi, baik artikel, resensi buku, atau cerpen.
Yogyakarta memang gudangnya penulis muda. Hampir semua media massa dirambah
oleh penulis Yogyakarta. Dan salah seorang di antaranya adalah Mursidi.
Tahun 2009, aku ada
tugas menghadiri sebuah konferensi di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saat
itulah aku mengontak dia, dan akhirnya bisa berbincang di Terminal Lebak Bulus.
Sekitar satu jam kami berbincang dan berbagi pengalaman. Aku menghadiahkan
padanya buku karyaku, Menjadi Guru
Inspiratif (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), yang sekarang sudah memasuki
cetakan ketiga. Aku berharap dia meresensinya.
Pasca pertemuan itu,
tidak ada informasi mengenai bukuku; apakah sudah diresensi atau belum. Aku
sendiri sudah melupakannya, sampai suatu ketika aku membaca di Jawa Pos ada resensi bukuku. Aku membaca
resensi tersebut. Luar biasa! kataku dalam hati. Ia mampu membuat sebuah
resensi yang memikat. Pantas saja banyak karyanya yang nampang di media massa.
Itu sedikit kisahku
berkenalan dengan N. Mursidi. Aku memang tidak banyak mengenalnya secara
personal karena hanya sekali bertemu, tetapi karyanya sering aku jadikan referensi
dan aku nikmati [Bersambung].
Trenggalek, 13/3/2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.