Oleh Ngainun Naim
Membaca memang idealnya menjadi tradisi semua profesi. Bagi seorang penulis,
misalnya, membaca jelas merupakan sebuah keharusan. Mungkin saja seseorang
menjadi penulis dan menghasilkan karya walaupun tidak memiliki tradisi membaca
yang baik. Namun tanpa tradisi membaca, tidak ada hal mencerahkan yang dapat
disajikan dalam karya seorang penulis. Isi tulisan dari penulis yang malas
membaca biasanya akan kering dan tidak mampu menggerakkan pembacanya. Parahnya
lagi, sangat mungkin informasi yang ditulisnya itu tidak tepat. Jika sampai
semacam ini, tentu membahayakan bagi pembaca, sebab ia telah melakukan penipuan
kepada pembacanya.
Profesi apa pun sesungguhnya akan dapat berkembang dengan
pesat manakala diikuti dengan membangun tradisi membaca secara baik pula. Dengan
dukungan tradisi membaca yang kokoh, kualitas pekerjaan yang dijalankan akan
menjadi lebih bermutu dan berkualitas.
Membangun tradisi membaca secara luas di kalangan
masyarakat merupakan salah satu kunci penting untuk membuat masyarakat kita
menjadi masyarakat yang maju. Kemajuan tidak bisa diperoleh secara signifikan hanya dengan
adanya teknologi, modal besar, atau pergaulan luas semata. Kunci penting yang
mendasari kemajuan adalah budaya membaca yang kokoh. Oleh karena itu, pada
titik yang paling ekstrim, pernyataan pengarang asal Rusia, Joseph Brodsky,
menjadi menarik untuk disimak. Kata Brodsky, “Ada beberapa kejahatan yang lebih
buruk daripada membakar buku. Salah satunya adalah tidak membaca buku”.
Mungkin kita tidak sepenuhnya sepakat dengan pernyataan
ini. Tetapi jika kita memetik kandungan maknanya, apa yang dikatakan Brodsky
ini sesungguhnya merupakan bentuk penekanan akan arti penting kegiatan membaca
sehingga tidak membaca buku dinilai oleh Brodsky sebagai sebuah kejahatan.
Dikutip dari buku terbaru
saya, The Power of Reading (Yogyakarta:
Aura Pustaka, 2013), hlm. 10-11.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.