Sabtu, 27 April 2013

JOSH WAITZKIN

OTOBIOGRAFI PEMBELAJARAN MENGGAPAI PUNCAK PRESTASI

Judul Buku: The Art of Learning,
Sebuah Perjalanan dalam Pencarian Menggapai Puncak Prestasi
Penulis: Josh Waitzkin
Penerbit: Pustaka Pelajar Yogyakarta
Edisi: April 2009
Tebal: xxiii+375 halaman
Peresensi: Ngainun Naim

Cara pandang yang dominan memandang prestasi bukan dari sisi proses, tetapi dari sisi hasil. Ketika melihat orang sukses dan berprestasi, biasanya orang terpana dengan penuh kekaguman. Kata-kata pujian pun meluncur. Sementara bagaimana prestasi tersebut diraih, jarang menjadi titik perhatian.
Cara pandang semacam ini memiliki implikasi yang luas, bahkan dapat menjadi mentalitas. Orientasi hasil menjadikan orang berpikir simplistis dan cenderung menempuh jalan pintas untuk  meraih sesuatu. Padahal, jalan meraih kesuksesan itu sangat panjang, terjal, dan penuh rintangan. Kesuksesan pada hakikatnya adalah proses belajar tiada henti. Orang bisa meraih tangga kesuksesan jika terus belajar dari kesalahan yang dilakukan dan berusaha untuk memperbaikinya.
Spirit pembelajaran semacam ini yang ditularkan oleh Josh Waitzkin, seorang juara dunia catur selama beberapa kali dan seni bela diri Tai Chi Cuan. Waitzkin memang luar biasa. Ia menorehkan spirit pembelajaran secara kuat dalam setiap prosesnya dalam meniti karier. Buku ini adalah curahan pengalaman pembelajaran yang dialami Waitzkin.
Apa yang diuraikan dalam buku ini sesungguhnya merupakan hal biasa yang dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Namun banyak dari kita yang mengabaikan dan tidak memperhatikannya. Padahal, jika dirangkai secara cermat sebagai sebuah strategi, kesederhanaan yang kita anggap biasa tersebut akan menjadi modal penting mengantarkan kesuksesan. “Teknik-teknik yang paling mengagumkan dalam meraih kesuksesan cenderung memiliki dasar pada prinsip-prinsip yang paling sederhana”, kata Waitzkin.
Kelebihan Waitzkin adalah ia berhasil mengolah dan mengelola teknik-teknik yang canggih dengan berprinsip dari hal-hal yang sederhana. Dengan demikian, teknik yang dikembangkannya menjadi model pembelajaran yang mudah didesimanasi bagi siapa pun yang ingin meniru dan mengembangkannya.
Satu kunci paling mendasar yang sangat ditekankan oleh Watzkin bagi siapa pun yang ingin sukses adalah ketahanan mental. Ketahanan mental ini harus dipupuk dan dipelihara secara terus menerus. Dalam pengalaman Watzkin, setiap waktu selalu ia manfaatkan untuk mencari cara yang dapat membuatnya semakin mampu bertahan secara psikologis. Ketika merasa tidak nyaman, instingnya tidak akan menghindar tetapi berusaha berdamai dengannya. Ketika mengalami cidera, ia berusaha untuk menghindar dari pereda rasa sakit dan berusaha mengubah sensasi rasa sakit itu menjadi perasaan yang tidak harus selalu negatif. Instingnya selalu berusaha mencari tantangan sebagai suatu usaha yang bertentangan dengan sikap menghindarinya.
Menyimak keseluruhan buku ini akan membuat kita seolah membaca diri kita masing-masing.  Uraian Watzkin yang sederhana dan mengalir menghentakkan dan membangun kesadaran kita akan sesuatu yang selama ini kita abaikan, bahkan mungkin kita benci.
Satu contoh sangat menarik adalah bagaimana Watzkin membangun perspektif yang mencerahkan berkaitan dengan kegiatan menunggu. Siapa pun pasti tidak suka menunggu. Jenuh, kesal, marah dan ekspresi psikologis negatif akan selalu mengiringi kegiatan menunggu. Tetapi bagi Watzkin, kegiatan menunggu justru dijadikan sebagai momentum pembelajaran yang produktif. Bagi Watzkin, kita tidak hanya harus sabar menunggu, tetapi kita juga harus mencintai saat menunggu itu. Oleh karena menunggu sesungguhnya bukan menunggu. Menunggu itu adalah kehidupan. Terlalu banyak di antara kita yang hidup tanpa sungguh-sungguh melibatkan pikiran kita, menunggu saat-saat ketika kehidupan kita yang sesungguhnya dimulai. Tahun-tahun berlalu dalam kebosanan, tetapi hal itu tidak mengapa karena ketika cinta sejati kita datang menghampiri atau ketika kita menemukan panggilan sejati kita, kita akan mulai melangkah [h. 262].
Terlihat betapa Watzkin memiliki perspektif dan kedalaman filosofis dalam memaknai menunggu. Ia membalik pandangan bahwa kegiatan menunggu yang begitu menjenuhkan menjadi kegiatan yang penuh makna, dan produktif. Dengan paradigma ini, kegiatan menunggu merupakan salah satu ujian sekaligus seni pembelajaran yang seyogyanya dimanfaatkan secara produktif.
Kondisi psikologis lain yang sering muncul dalam kegiatan apa pun adalah naiknya emosi dan meledaknya kemarahan. Gejala ini, sebagaimana menunggu, juga diberdayakan oleh Watzkin menjadi potensi untuk menggapai prestasi. Berkaitan dengan kemarahan, kata Watzkin, kita harus merasa nyaman dengan orang atau situasi yang memancing kemarahan. Oleh karena itu, kita harus mengenali hubungan antara kemarahan, ego dan rasa takut. Kita harus mengembangkan kebiasaan untuk mengatasi kelemahan teknis kita ketika ada orang mendorong batas emosi kita, daripada harus terjebak dalam perlindungan diri dengan meluapkan amarah. Begitu penyesuaian ini dilakukan, kita bebas untuk belajar.
Memang hambatan akan selalu muncul dalam setiap langkah dalam mengukir prestasi. Hanya mereka yang mau belajar dan terus berusaha melakukan perbaikan saja yang mampu untuk sukses. Buku yang ditulis oleh Josh Watzkin ini memberikan referensi kepada kita mengenai bagaimana ia menjalani kariernya, menundukkan hambatan, berhadapan dengan kekalahan, dan belajar untuk melakukan perbaikan. Berbeda dengan buku motivasi dan pembelajaran lainnya, buku ini merupakan gabungan antara pengalaman penulisnya dan operasionalisasi teori pembelajaran yang dibangunnya. Walaupun konteks isinya berkaitan dengan pembelajaran dalam bidang tertentu, tetapi buku ini memiliki relevansi dalam berbagai bidang. Membaca buku ini akan memberikan kepada kita tentang bagaimana jejak kesuksesan dibangun dan diraih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.