OTOBIOGRAFI PEMBELAJARAN
MENGGAPAI PUNCAK PRESTASI
Judul Buku: The Art of
Learning,
Sebuah Perjalanan dalam
Pencarian Menggapai Puncak Prestasi
Penulis: Josh Waitzkin
Penerbit: Pustaka Pelajar
Yogyakarta
Edisi: April 2009
Tebal: xxiii+375 halaman
Peresensi: Ngainun Naim
Cara pandang yang dominan
memandang prestasi bukan dari sisi proses, tetapi dari sisi hasil. Ketika
melihat orang sukses dan berprestasi, biasanya orang terpana dengan penuh
kekaguman. Kata-kata pujian pun meluncur. Sementara bagaimana prestasi tersebut
diraih, jarang menjadi titik perhatian.
Cara pandang semacam ini
memiliki implikasi yang luas, bahkan dapat menjadi mentalitas. Orientasi hasil
menjadikan orang berpikir simplistis dan cenderung menempuh jalan pintas untuk meraih sesuatu. Padahal, jalan meraih
kesuksesan itu sangat panjang, terjal, dan penuh rintangan. Kesuksesan pada
hakikatnya adalah proses belajar tiada henti. Orang bisa meraih tangga
kesuksesan jika terus belajar dari kesalahan yang dilakukan dan berusaha untuk
memperbaikinya.
Spirit pembelajaran
semacam ini yang ditularkan oleh Josh Waitzkin, seorang juara dunia catur
selama beberapa kali dan seni bela diri Tai Chi Cuan. Waitzkin memang luar
biasa. Ia menorehkan spirit pembelajaran secara kuat dalam setiap prosesnya
dalam meniti karier. Buku ini adalah curahan pengalaman pembelajaran yang dialami
Waitzkin.
Apa yang diuraikan dalam
buku ini sesungguhnya merupakan hal biasa yang dekat dengan kehidupan kita
sehari-hari. Namun banyak dari kita yang mengabaikan dan tidak
memperhatikannya. Padahal, jika dirangkai secara cermat sebagai sebuah strategi,
kesederhanaan yang kita anggap biasa tersebut akan menjadi modal penting
mengantarkan kesuksesan. “Teknik-teknik yang paling mengagumkan dalam meraih
kesuksesan cenderung memiliki dasar pada prinsip-prinsip yang paling
sederhana”, kata Waitzkin.
Kelebihan Waitzkin adalah
ia berhasil mengolah dan mengelola teknik-teknik yang canggih dengan berprinsip
dari hal-hal yang sederhana. Dengan demikian, teknik yang dikembangkannya
menjadi model pembelajaran yang mudah didesimanasi bagi siapa pun yang ingin
meniru dan mengembangkannya.
Satu kunci paling mendasar
yang sangat ditekankan oleh Watzkin bagi siapa pun yang ingin sukses adalah ketahanan
mental. Ketahanan mental ini harus dipupuk dan dipelihara secara terus menerus.
Dalam pengalaman Watzkin, setiap waktu selalu ia manfaatkan untuk mencari cara
yang dapat membuatnya semakin mampu bertahan secara psikologis. Ketika merasa
tidak nyaman, instingnya tidak akan menghindar tetapi berusaha berdamai
dengannya. Ketika mengalami cidera, ia berusaha untuk menghindar dari pereda
rasa sakit dan berusaha mengubah sensasi rasa sakit itu menjadi perasaan yang
tidak harus selalu negatif. Instingnya selalu berusaha mencari tantangan sebagai
suatu usaha yang bertentangan dengan sikap menghindarinya.
Menyimak
keseluruhan buku ini akan membuat kita seolah membaca diri kita masing-masing. Uraian Watzkin yang sederhana dan mengalir menghentakkan
dan membangun kesadaran kita akan sesuatu yang selama ini kita abaikan, bahkan
mungkin kita benci.
Satu contoh sangat
menarik adalah bagaimana Watzkin membangun perspektif yang mencerahkan
berkaitan dengan kegiatan menunggu. Siapa pun pasti tidak suka menunggu. Jenuh,
kesal, marah dan ekspresi psikologis negatif akan selalu mengiringi kegiatan
menunggu. Tetapi bagi Watzkin, kegiatan menunggu justru dijadikan sebagai
momentum pembelajaran yang produktif. Bagi Watzkin, kita tidak hanya harus sabar
menunggu, tetapi kita juga harus mencintai saat menunggu itu. Oleh karena
menunggu sesungguhnya bukan menunggu. Menunggu itu adalah kehidupan. Terlalu
banyak di antara kita yang hidup tanpa sungguh-sungguh melibatkan pikiran kita,
menunggu saat-saat ketika kehidupan kita yang sesungguhnya dimulai. Tahun-tahun
berlalu dalam kebosanan, tetapi hal itu tidak mengapa karena ketika cinta
sejati kita datang menghampiri atau ketika kita menemukan panggilan sejati
kita, kita akan mulai melangkah [h. 262].
Terlihat betapa Watzkin
memiliki perspektif dan kedalaman filosofis dalam memaknai menunggu. Ia
membalik pandangan bahwa kegiatan menunggu yang begitu menjenuhkan menjadi
kegiatan yang penuh makna, dan produktif. Dengan paradigma ini, kegiatan
menunggu merupakan salah satu ujian sekaligus seni pembelajaran yang seyogyanya
dimanfaatkan secara produktif.
Kondisi psikologis lain
yang sering muncul dalam kegiatan apa pun adalah naiknya emosi dan meledaknya
kemarahan. Gejala ini, sebagaimana menunggu, juga diberdayakan oleh Watzkin
menjadi potensi untuk menggapai prestasi. Berkaitan dengan kemarahan, kata
Watzkin, kita harus merasa nyaman dengan orang atau situasi yang memancing
kemarahan. Oleh karena itu, kita harus mengenali hubungan antara kemarahan, ego
dan rasa takut. Kita harus mengembangkan kebiasaan untuk mengatasi kelemahan
teknis kita ketika ada orang mendorong batas emosi kita, daripada harus terjebak
dalam perlindungan diri dengan meluapkan amarah. Begitu penyesuaian ini
dilakukan, kita bebas untuk belajar.
Memang hambatan akan
selalu muncul dalam setiap langkah dalam mengukir prestasi. Hanya mereka yang
mau belajar dan terus berusaha melakukan perbaikan saja yang mampu untuk
sukses. Buku yang ditulis oleh Josh Watzkin ini memberikan referensi kepada
kita mengenai bagaimana ia menjalani kariernya, menundukkan hambatan,
berhadapan dengan kekalahan, dan belajar untuk melakukan perbaikan. Berbeda dengan
buku motivasi dan pembelajaran lainnya, buku ini merupakan gabungan antara
pengalaman penulisnya dan operasionalisasi teori pembelajaran yang dibangunnya.
Walaupun konteks isinya berkaitan dengan pembelajaran dalam bidang tertentu,
tetapi buku ini memiliki relevansi dalam berbagai bidang. Membaca buku ini akan
memberikan kepada kita tentang bagaimana jejak kesuksesan dibangun dan diraih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.