Oleh Ngainun Naim
Satu titik pembeda
antara negara maju dengan negara Indonesia adalah
perspektif. Perspektif ini menentukan cara pandang dan sikap masyarakat dalam
menghadapi setiap persoalan.
Saya ingin mengambil
satu contoh, yaitu Jepang. Sama seperti Indonesia, Jepang juga sering
menghadapi bencana tsunami. Tetapi perspektif pemberitaan yang dikembangkan jauh berbeda. Jika Anda mencermati bagaimana Jepang mempublikasikan bencana
tsunami, Anda akan menemukan berita mengenai bagaimana korban bencana rela
antri secara tertib menerima bantuan, bagaimana puing-puing bekas bencana
segera dibersihkan, dan tidak sampai satu minggu jalan-jalan rusak sudah
diaspal kembali. Sementara di Indonesia yang diberitakan justru bagaimana
mayat-mayat bergelimpangan, korban-korban yang tidak tertangani secara baik,
dan bantuan yang disunat oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab.
Perbandingan ini
sesungguhnya bermuara pada perspektif. Jika perspektif positif dan optimis yang
selalu disebarluaskan kepada masyarakat, maka di masyarakat juga akan tumbuh
spirit untuk maju. Sayangnya, hal semacam ini kurang mendapatkan apresiasi dari
media. Media lebih suka mengangkat hal-hal yang justru menimbulkan keriuhan,
perdebatan, dan bombastis.
Pada kondisi semacam
ini, saya cukup apresiatif ketika media memberitakan hal-hal yang bersifat
positif. Misalnya tentang orang-orang berprestasi, kreativitas di masyarakat,
temuan-temuan baru, dan tulisan-tulisan yang membangkitkan optimisme.
Salah satu berita yang
saya baca dengan penuh apresiasi adalah berita mengenai seorang siswi SMPN 1
Tulungagung. Berita dengan judul ”Kiat Debita Istifada Divaningrum, Siswi SMPN
1 Tulungagung Raih Segudang Prestasi Belajar Disiplin-Mandiri dan Banyak Teman”
tersebut dimuat di Harian Radar Tulungagung edisi 20 Februari 2013. Dalam
berita, atau lebih tepatnya feature tersebut
wartawan Harian Radar Tulungagung yang menulisnya menyatakan bahwa tidak mudah
menemui siswa berprestasi tersebut, sebab baginya waktu begitu sangat berharga.
Ia lebih mengutamakan kedisiplinan waktu. ”Kedisiplinan sangat penting karena dengan
disiplin maka hidup kita akan teratur”. Pelajar yang disiplin mudah untuk
meraih prestasi.
Kedisiplinan yang
telah menjadi bagian dari kehidupan Diva tersebut membawa hasil yang positif.
Berbagai prestasi telah diraihnya. Ia juara menari, menyanyi, olimpiade bahasa
Inggris tingkat provinsi, dan di bangku sekolah selalu rangking lima besar.
Disiplin saja tidak
cukup untuk mengantarkannya menjadi siswa yang berprestasi. Selain disiplin, ia
juga mengutamakan belajar mandiri. ”Bahasa Inggris saya lancar ketika saya
belajar otodidak”.
Siswa yang berprestasi
tidak selalu sukses dalam meraih prestasi. Kegagalan seringkali ia alami.
Tetapi aspek yang membedakannya dengan siswa yang tidak atau kurang berprestasi
adalah semangatnya. Siswa berprestasi, dengan segenap modal yang dimilikinya,
selalu bangkit dari kegagalan. ”Jadikan juga kegagalan sebagai awal kesuksesan”,
kata Diva.
Diva adalah satu
contoh mengenai siswa yang berprestasi. Contoh lainnya adalah Andi Dwi Putra. Profilnya dimuat di Harian Jawa Pos edisi Kamis, 7 Maret 2013. Di halaman
bawah Jawa Pos diberi judul ”Ciptakan
Tujuh Inovasi sejak Kelas III SMA”. Andi Dwi Putra merupakan generasi muda
sarat prestasi. Ia
telah menyabet Nobel Inventor Order of Merit dalam 1st World
Inventor Award Festival (WIAF) 2012 di Korea Selatan. Penganugerahannya
dilakukan pada 15 Desember 2012.
WIAF merupakan ajang
untuk menjaring orang-orang kreatif dan inovatif. Penghargaan kategori nobel
itu diperebutkan oleh mereka yang memiliki track
record gemilang dengan berbagai karya inovasi secara konsisten. Andi layak
mendapatkan penghargaan tersebut karena karya-karyanya yang dibikin sejak SMA
itu memang paling baik. Menurut pengakuannya, sejak kelas III SMA, ia sudah
memiliki tujuh inovasi.
Lewat penghargaan tersebut, Andi ingin
menyampaikan pesan kepada dunia internasional bahwa masyarakat Indonesia
tersebut tidak hanya suka memakai karya orang lain. Masyarakat
kini mau memeras otak untuk menelurkan karya-karya inovasi.
Salah satu inovasinya
adalah penelitian tentang ginseng jawa atau som jawa (Talinum paniculatom) untuk jamu peningkat libido tikus jantan.
Penelitian ini dianggap Andi sebagai yang mengesankan karena membutuhkan waktu
lumayan lama. Yakni, mulai menjelang lulus SMA hingga masuk kuliah. Penelitian
pemuda kelahiran 6 Mei 1991 ini juga telah mendapatkan pengakuan internasional
sebagai runner-up dalam ajang Altech
Young Scientist tingkat Asia Pasifik di Amerika pada 2012. Inovasi ini, menurut
Andi, juga bisa diterapkan untuk meningkatkan libido pada manusia.
Di luar kedua anak
muda tersebut, masih banyak bibit-bibit muda penuh prestasi. Mereka menjadi
warna lain yang menawarkan optimisme di tengah iklim kehidupan sekarang ini
yang banyak diwarnai oleh kompleksitas persoalan yang seolah tidak ada
ujungnya. Spirit positif memang harus terus-menerus disuarakan dan
disosialisasikan secara luas agar kehidupan yang lebih baik selalu berpihak
kepada masyarakat Indonesia. Belajar dari pengalaman Jepang, seyogyanya media
lebih banyak menampilkan aspek positif dan optimis demi kemajuan masyarakat.
Tulungagung, 7/3/2013.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.