Rabu, 24 April 2013

BUKU TENTANG BUKU [BAGIAN PERTAMA]


Satu hal yang aku syukuri dari adanya FB dan blog adalah berkembangnya informasi penting yang tidak mungkin didapatkan dari media lain. Informasi tentang buku, misalnya. Selama ini  informasi tentang buku bisa diperoleh melalui rubrik resensi buku atau dengan rajin mengunjungi toko buku. Informasi semacam ini, selain memiliki kelebihan, juga ada kelemahan. Kelemahan pertama, buku yang dihadirkan di rubrik resensi sangat terbatas. Umumnya satu judul buku setiap minggunya. Itupun belum tentu buku yang sesuai dengan minat kita.  Kedua, toko buku yang representatif tidak ada di setiap kota. Di kota tempat tinggalku, ada beberapa toko buku, tetapi bukan buku bacaan yang dominan, melainkan buku tulis. Toko buku representatif kebanyakan ada di kota besar. Sekarang di Kediri, sebuah kota yang jauhnya sekitar 60 KM dari tempatku tinggal sekarang ini, sudah cukup lumayan karena beberapa toko buku mewarnai dinamika “Kota Tahu” ini. Persoalannya, selain dana, mengunjungi toko buku tidak bisa dilakukan setiap saat. Kesibukan, keuangan, dan kesempatan menjadi beberapa hal yang harus diperhitungkan.
Pada kondisi semacam inilah, aku merasakan betul betapa FB  dan blog menjadi seolah ”toko buku” alternatif. Yang aku maksudkan adalah tidak setiap buku bisa beredar di toko buku. Buku-buku penting yang dicetak terbatas juga tidak bisa nangkring di toko buku. Order buku semacam ini biasanya bisa dilakukan melalui pemesanan langsung. Cara semacam ini semakin banyak dalam beberapa waktu terakhir.
Aku sendiri beberapa kali pesan buku ke beberapa orang yang mempromosikan karyanya via FB. Salah satunya sebuah buku yang berjudul ”Aku & Buku”. Buku yang diterbitkan oleh Komunitas Sastra Pawon Solo ini berisi kumpulan kisah beberapa orang tentang bagaimana mereka akrab dan bergaul mesra dengan buku. Jadi, intinya adalah buku tentang buku sebagaimana judul tulisan ini.
Pertama kali aku melihat buku ini di FB. Di wall Sastra Pawon yang aku ikuti, aku melihat bahwa buku ini dibagikan secara gratis di setiap acara sastra di Surakarta. Karena tertarik, aku inbox ke wall Pawon. Tidak lama berselang ada SMS dari seseorang yang mengaku Mas Yudhi Herwibowo. Menurut Mas Yudhi, buku ini ternyata sudah habis sehingga tidak ada lagi edisi gratis. Memang kecenderungan orang itu ingin mendapatkan hal serba gratis. Padahal, kata seorang teman, ”Hargailah teman Anda yang menjadi penulis dengan membeli bukunya, bukan memintanya”. Banyak teman tidak paham bahwa penulis itu hanya mendapatkan jatah sekitar 10 eksemplar dari penerbit setiap kali sebuah buku terbit. Aku menghargai permintaan teman yang mengharap berkah gratisan he he he, tapi mohon maaf, penulis itu bukan penerbit buku sehingga saat buku habis, penulis justru harus membeli buku karya tulisnya sendiri. Ini yang aku kira perlu teman-teman mengerti.
Karena aku tahu bahwa menulis itu berat dan harus dihargai, maka aku SMS ke Mas Yudhi bahwa aku ingin memiliki buku tersebut. Setelah diberitahu harga dan biaya kirimnya, sore harinya aku transfer. Tidak lama berselang, buku menarik itu datang ke kampus.
Buku yang gambar sampulnya bocah cantik berpakaian tradisional ini aku baca dengan keingintahuan yang besar. Dan betul, buku ini berkisah tentang bagaimana para tokoh muda menekuni membaca, walaupun mereka tidak semuanya pelajar yang mengenyam bangku pendidikan memadai.
Tulisan pertama karya Endy Saputro yang berjudul ”Membuku”. Pada bagian awal Endy bertutur dengan penuh semangat mengenai bagaimana membaca tidak hanya mengobati lapar akan ilmu pengetahuan, tetapi juga memberikan asupan gizi yang sesungguhnya. Endy bertutur tentang bagaimana ia harus bersiasat hidup sebagai seorang mahasiswa baru. Uang SPP memang telah lunas, tetapi untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, masih harus berjuang keras. Salah satu alternatif yang ia lakukan adalah dengan mengunjungi perpustakaan. Ia terkejut dan tidak menyangka bahwa di tempat itu ia menemukan banyak makanan lezat nan melimpah ruah. Dengan penuh semangat, Endy bertutur:

Pagi, sore, dan malam kuganjal perut dengan bacaan. Bahkan ketika akhir minggu, melahap sajian tersebut sampai menjelang fajar menyingsing dan terus tenggelam kembali. Saking rakusnya aku, si pustakawan mengizinkanku membawa pulang buku-buku sampai tak terbatas. Biasa satu kardus kubawa ke kost saat akhir minggu.

Membaca, bagi Endy, memiliki dampak besar yang luar biasa. Endy bukan pembaca buku biasa. Ia pembaca buku yang kritis dan metodologis. Selesai membaca sebuah buku, ia tidak lupa terhadap yang dibacanya, bahkan justru mampu membuat peta pikiran atas buku-buku yang dibacanya.
Membaca ternyata telah memberikan manfaat lain bagi Endy, yaitu memberinya rejeki. Luasnya pengetahuan dan bacaan yang dimiliki membuat ia menjadi langganan teman-temannya untuk konsultasi. Bahkan pihak perpustakaan pun akhirnya memintanya membelikan buku-buku baru yang ada. Dari sinilah, narasi pengetahuan Endy terus tumbuh dan berkembang. Kini, ia menemukan manfaat lain dari akumulasi pengetahuannya yang luas, yaitu menulis. Tulisan-tulisan Endy Saputra menghiasi berbagai jurnal, majalah, dan media lainnya. Semua itu tidak lepas dari kegemarannya bergaul dengan buku. Maka, di sisi inilah judul tulisan Endy menjadi menarik, yaitu ”Membuku”. Maksud kata ini saya kira bisa Anda tebak sendiri. Salam.[Bersambung].

Trenggalek, 22/3/2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.