Selasa, 16 April 2013

BELAJAR DARI KESUKSESAN CHINA (BAGIAN KEDUA)


Saya ingin melanjutkan tulisan yang sempat terputus dengan tulisan lain kemarin, Membangun Tradisi Membaca. Lebih lanjut Kiai Hasyim Muzadi menyatakan bahwa orang China jarang yang gemuk, padahal makannya banyak. Mereka bisa langsing karena sering jalan kaki dan berolahraga. Kiai Hasyim menyebut China sebagai ”bangsa aneh”. Disebut begitu karena—salah satunya—mereka lebih mendahulukan bekerja daripada makan. Jumlah yang dimakan harus di bawah hasil kerja. Sebenarnya makannya orang China itu banyak, akan tetapi karena mereka berolahraga terus, maka jarang yang gemuk.
Ketiga, proyektif. Bangsa China itu pekerja keras dan pekerja cerdas.  Kalau ayahnya jualan kacang buntelan, maka pada saat anaknya nanti, usahanya sudah jadi pabrik kacang. Mereka berusaha memproyeksikan masa depannya secara cermat. Dengan menyindir, Kiai Hasyim mengatakan, ”Orang Barat memang heba dalam hal penelitian dan penemuan. Adapun masalah berdagang dan mencari rejeki, jagonya orang China. Kalau makan tapi tidak kerja, jagonya orang Indonesia”.
Keempat, banyak kerja, sedikit bicara. Ini beda dengan orang Indonesia—tentu saya juga termasuk di dalamnya—yang kalau berbincang-bincang bisa sampai empat jam dengan menghabiskan bergelas-gelas kopi.
Karena itulah, setelah menyimak berbagai pelajaran penting yang diutarakan tersebut, Kiai Hasyim menganjurkan agar generasi muda untuk jangan memubadzirkan waktu demi menegakkan etos kerja dan berusaha berprestasi lebih tinggi daripada yang kita butuhkan. Cara semacam inilah yang akan membuat kita bisa maju dan lebih berkembang. 
Pada bagian akhir tulisan, Kiai Hasyim mengajarkan bahwa perintah melihat bangsa China adalah bagian dari Hadits yang menyatakan bahwa hikmah itu adalah milik orang mukmin. Kalau hikmah itu kececer pada orang lain, maka hikmah itu adalah milik kita. Jangan karena tidak Islam, lalu kita musuhi.
Tidak semua orang China sebaik yang diuraikan Kiai Hasyim. Tetapi adanya nilai-nilai positif yang mengantarkan kemajuan mereka adalah hikmah yang harus kita petik. Prinsipnya, nilai-nilai kebaikan yang ada pada mereka kita ambil, sementara yang tidak baik kita tinggalkan. Semoga kita bisa mengambil hikmah untuk kemajuan hidup kita. Salam! [Parakan Trenggalek, Minggu, 14/4/2013].

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.