Ngainun Naim
Namanya Nafik Widodo. Beliau teman satu kelas saat kuliah di IAIN
Sunan Ampel Surabaya.
Saat itu kelas disebut kosma. Saya dan beliau anggota
Kosma B. Alhamdulillah, anggota kosma masih saling terhubung sampai sekarang. Kami
memiliki Grup WA Kosma B.
Memang tidak semua masuk anggota. Ada
yang tidak berkenan. Ada yang telah berpulang mendahului kami. Ada juga yang
memang tidak aktif bermedia sosial.
Secara personal saya beberapa kali saling berkirim kabar
dengan Nafik Widodo. Saling bertanya tentang satu dan lain hal. Pernah lewat
telepon. Lebih sering lewat pesan WA.
Hari Senin, 2 Juni 2025, beliau
kirim WA. Intinya menanyakan kapan saya ada waktu longgar. Beliau ingin
bertemu.
Tentu kabar semacam ini sangat membahagiakan. Secara fisik—seingat
saya—kami tidak bertemu sejak tahun 1995. Jadi sudah 30 tahun. Sudah ratusan purnama.
Foto demi foto yang sering muncul di grup memang bermanfaat, paling
tidak sebagai obat kerinduan karena tidak lagi bersama sebagaimana
zaman kuliah. Tapi itu akan berbeda rasanya dengan perjumpaan secara langsung.
Hari selasa tanggal 3 Juni 2025 ada Wisuda ke-43 UIN
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Saya sampaikan ke beliau agar sekitar pukul
14.00 saja ke kampus. Saya ada waktu senggang yang lumayan untuk berbincang. Kondisi
kampus pada jam itu sudah longgar.
Sesuai dengan kesepakatan, Selasa 3 Juni 2025, beliau
berkunjung ke kantor bersama istri. Kami pun kemudian terlibat dalam aneka
topik perbincangan. Topiknya random tetapi asyik.
Pertemuan ini membuat saya menjadi tahu bahwa istri Mas
Nafik adalah alumni Program D2 STAIN Tulungagung angkatan pertama.
Mas Nafik ternyata juga teman Prof. Dr. Zamroni, Wakil Rektor 2 UINSI Samarinda
yang juga teman saya. Jadinya ada titik-titik penghubung dalam persahabatan
kami.
Pertemuan dengan Mas Nafik dan istri memberikan refleksi tentang banyak hal. Saya menemukan kembali memori
tentang bagaimana kami dulu menjalani kuliah. Mas Nafik adalah salah seorang
kawan yang sangat aktif berpendapat
dalam setiap matakuliah. Beliau kritis. Seingat
saya beliau tidak pernah sekalipun tidak berpendapat.
Mengenang perjalanan kehidupan memberikan makna penting dalam diri. Manusia
memang makhluk pencari makna (Martokoesoemo: 2008, 33). Makna ini bisa
diperoleh melalui banyak jalan. Persahabatan adalah salah satu jalan mendapatkan
makna.
Persabahatan dalam maknanya yang substantif adalah relasi
antarpersonal. Relasi antara dua orang yang saling memproduksi sesuatu hal
yang positif secara bersama-sama (Liwer: 2017, 393). Relasi saya dan Mas
Nafik, semoga dalam kerangka ini. Persahabatan itu saling memberikan manfaat
positif. Semoga.
Trenggalek, 7 Juni 2025
Bacaan
Alo Liweri, Relasi Antar-Personal, (Jakarta:
Kencana, 2017).
Priatno H. Martokoesoemo, Law of Spiritual Attraction,
(Bandung: Mizania, 2008).
Alhamdulillah, masih bisa bersilaturahmi
BalasHapusSaling berbagi ilmu serta pengalaman
Amin. Terima kasih atas kunjungan dan komentarnya.
HapusPersahabatan yang luarbiasa dan sangat bermakna...
BalasHapusMatur nuwun Lur
HapusIkut seneng mas... prof...... smga selalu diberkahi oleh Nya
BalasHapusAmin. Terima kasih Ndan.
Hapus