Minggu, 28 Juni 2020

Inspirasi dari Kesederhanaan


Ngainun Naim


Zaman sekarang ideologi hedonisme sedang mendominasi. Tidak sedikit orang yang menghabiskan hari-harinya untuk mengejar kenikmatan hidup. Demi kenikmatan, uang bukan menjadi persoalan. Bahkan demi kenikmatan, hutang pun dilakukan.
Berita tentang orang-orang yang bergaya hidup mengejar kenikmatan tanpa mempertimbangkan kemampuan keuangan sudah sangat sering kita ketahui. Demi gengsi memaksakan diri membeli mobil. Belum terhitung tahun, mobil pun diambil oleh dealer karena tidak mampu mengangsur rutin setiap bulan.
Lihat saja bagaimana makan pun menjadi gaya hidup. Pertimbangan penting makan bukan pada rasa dan harga tetapi pada gaya. Jika spot fotonya bagus, harga mahal biasanya tidak lagi menjadi pertimbangan.
Tentu daftar semacam ini bisa kita buat secara sangat panjang. Mobil, rumah, baju, alat komunikasi, rekreasi, dan berbagai hal lainnya adalah objek kenikmatan yang terus diburu. Mengunggah capaian-capaian fisik material seolah menjadi ukuran sukses sekaligus kebanggaan diri.
Perbincangan tentang persoalan ini mengingatkan saya pada tulisan satiris sastrawan Aceh, Musmarwan Abdullah. Dalam buku karyanya Dijamin Bukan Mimpi (2016: 302-304), ia menulis bahwa kebutuhan manusia itu 90% berkaitan dengan nafsu. Jika manusia disuruh menulis kebutuhan hidupnya, beribu-ribu kertas tidak akan habis. Semuanya akan menjadi kebutuhan dan dianggap penting. Ada satu hal yang menjadi penentu, yaitu kemampuan. “Kemampuan memiliki sesuatu membuat kita sangat butuh pada sesuatu itu”, tulisnya.
Saya tidak tahu mengapa terjadi pergeseran dalam gaya hidup manusia sekarang. Saya juga mungkin bagian di dalamnya. Tetapi saya tidak ingin larut. Saya justru melihat bahwa sederhana itu istimewa. Sederhana itu inspirasi meskipun mungkin akan ditertawakan oleh generasi masa kini.
Saya menyukai kisah orang-orang yang bertahan dengan kesederhanaan dalam hidupnya. Kesederhanaan itu yang justru membuat hidup menjadi bahagia. Kata kuncinya sesungguhnya adalah bersyukur. Ya, mensyukuri pemberian Allah dengan apa adanya. Tidak berlebihan. Itu adalah inspirasi hidup yang luar biasa.

Ngainun Naim, Dosen IAIN Tulungagung. Aktif dalam kegiatan literasi. Beberapa bukunya yang bertema literasi adalah Literasi dari Brunei Darussalam (2020),  Proses Kreatif Penulisan Akademik (2017), The Power of Writing (2015), dan Spirit Literasi: Membaca, Menulis dan Transformasi Diri (2019). Untuk komunikasi via email: naimmas22@gmail.com. WA: 081311124546.

30 komentar:

  1. Luar biasa Pak. Bersyukur membuat kita selalu merasa cukup dan mampu berbagi kebahagiaan dengan yang lain.

    BalasHapus
  2. Warung yg difoto ini low budget atau lifestyle pak?😁😁😁

    BalasHapus
    Balasan
    1. Low budget. 10 ribu sudah dapat nasi dan teh. Juga lifestyle karena kepentingan konten blog he he he

      Hapus
  3. Masyaa Allah...selalu menyejukkan membaca tulisan bapak...penuh inspirasi..

    BalasHapus
  4. Kebahagiaan dalam Kesederhanaan

    BalasHapus
  5. Ngeh bapak. Estu.
    Belajar terus untuk mesyukuri nikmat. Supaya bahagia 😊😊🙏

    BalasHapus
  6. Begitu sulit mempraktikkan kesederhanaan di era hedonis seperti sekarang. Namun karena sulit itu, justru kesederhanaan menjadi sesuatu yang istimewa.

    BalasHapus
  7. Bersyukur mrpkan inspirasi hidup yg membahagiakan. Thanks pak.

    BalasHapus
  8. Mewah dalam kesederhanaan.. 😊

    BalasHapus
  9. Keren sekali Prof. Tulisan ini mengingatkan untuk tidak larut dengan gaya hidup yang semu.

    BalasHapus
  10. menikmati hidup yg membuat bahagia meskipun dlm kesederhanaan
    dan tidak terjerumus spt istilah gali lobang tutup lobang...
    Tulisannya selalu mengena di hati

    BalasHapus
  11. Bersyukur dg apa yg ada adalah suatu kewajiban. Hidup sederhana itu pilihan. Untuk apa hidup mewah kalau menyiksa diri. Memilih hidup sederhana walau berada menunjukkan bahwa dia seorang insan yg bijaksana. Pasti kelebihan hartanya digunakan pada jalan kebaikan. Justru kesederhanaannya terlihat indah, anggun, dan berwibawa.

    BalasHapus
  12. Saya pengin sesekali hedonis...
    Berarti selama ini???

    BalasHapus
  13. Dengan hidup bersyukur dan qonaah hati semakin tenang, tapi kalau menuruti keinginan maka akan selalu kurang dari rasa cukup sehingga gelisah akan tetap bersarang.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.