Foto usai pembekalan kepada mahasiswa |
Ngainun Naim
Jarum jam di
HP menunjukkan pukul 02.00. Saya segera bangun. Perjalanan dari rumah di
Trenggalek ke Bandara Juanda Surabaya bukan perjalanan yang dekat. Saya segera
mandi dan bersiap berangkat. Barang yang akan saya bawa sudah saya persiapkan
sebelum tidur. Jadi usai mandi tinggal berangkat menuju bandara.
Pukul 02.40 saya meninggalkan rumah menuju
Tulungagung. Suasana pada jam itu masih sangat sepi. Saya berjuang sekuat
tenaga untuk tidak mengantuk. Mandi ternyata tidak juga menjamin untuk tidur
mengantuk. Maklum, saya hanya tidur beberapa jam yang itupun kurang nyenyak.
Pukul 03.30 saya sampai kampus. Saya melihat
Mas Slamet dan Mas Gatot—sekuriti IAIN Tulungagung—sedang berjaga. Saya memasukkan
mobil ke halaman LP2M, lalu berjalan ke gerbang. Kunci mobil saya titipkan.
Beberapa saat kemudian Grab yang sudah saya pesan datang. Kami meluncur menuju
Terminal Gayatri Tulungagung.
Pukul 04.00 saya menuju mushola Terminal. Ternyata
musholla masih terkunci dari luar. Saya harus shalat. Teringat ceramah KH
Marzuki Mustamar agar kita jangan sekalipun meninggalkan shalat. Itu harus
diperjuangkan sekuat tenaga. Shalat itu besar sekali berkahnya dalam kehidupan.
Menyampaikan materi kepada para dosen IAIN Metro |
Saya berjalan menuju SPBU yang terletak di
barat terminal. Itung-itung sambil olahraga. Saya lihat mushola buka. Saya membuka
pintu pagar mushola, mengambil air wudhu, lalu membaca Al-Qur’an sambil
menunggu waktu subuh tiba. Tidak lama. Hanya 2 halaman saya membaca Al-Qur’an
terdengar adzan subuh. Saya segera shalat sunnah dan shalat subuh.
Tanpa dzikir saya berlari ke terminal. Saya segera
naik Bus Harapan Jaya Patas Via Tol. Sepi. Tidak butuh waktu lama, bus
berangkat dan saya terlelap. Saya baru bangun begitu sampai jalan tol. Saya buka
HP untuk mencari informasi yang saya butuhkan. Beberapa pesan WA saya balas.
Pukul 06.40 Bus Harapan Jaya memasuki Terminal
Bus Bungurasih. Saya turun, cari sarapan soto ayam dan segelas kopi hitam. Saya
menikmati sarapan pagi itu. Setelah cukup saya menuju Bus Damri yang
mengantarkan menuju Terminal 2 Juanda. Pesawat yang saya tumpangi adalah Garuda.
Pesawat mahal yang dibelikan oleh panitia.
Foto bersama di akhir acara |
Saya menikmati waktu menunggu dengan shalat
dhuha, membuka komputer untuk menyempurnakan PPT, dan membaca buku. Ada dua
buku yang saya bawa, yaitu karya Deliar Noer, Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900-1942 dan karya Arvan
Pradiansyah, Life is Beatuful.
Perjalanan kali ini sungguh sensasional. Saya berusaha
menikmatinya di tengah kondisi gigi ngilu yang kadang datang. Entahlah, dalam
beberapa hari ini gigi terasa ngilu. Semoga segera sembuh.
Perjalanan Surabaya—Jakarta dan lanjut ke
Jakarta—Bandar Lampung berjalan lancar. Membaca, makan, dan tidur. Itu
aktivitas utama selama perjalanan.
Pukul 13.20 pesawat landing. Saya segera keluar
dan duduk di ruang tunggu penumpang. Saya melirik mencari-cari penjemput. Belum
ada tanda-tanda sampai kemudian Nasrul dari LP2M IAIN Metro mengirim SMS. Saya bilang
bahwa saya sudah di ruang tunggu. Sesaat kemudian Kapus Pengabdian—Dr.
Zuhairi—menemui. Setelah itu kami meluncur menuju Metro.
Buku karya Imam Mustofa dan Nurul Mahmudah |
Pukul 15.00 kami sampai di Grand Venetian Hotel
Metro Lampung. Pak Zuhairi dan Mas Nasrul mengantarkan sampai ke kamar kemudian
mempersilahkan istirahat. Begitu beliau berdua pulang, saya mencari informasi di
google tentang waktu shalat Ashar. Masih ada 20 menit sebelum masuk ashar.
Begitu masuk ashar saya shalat lalu menyetel alarm untuk bangun. Ternyata saya bangun
melebihi waktu yang saya stel.
Tidur siang sungguh nikmat. Rasanya tubuh
segar. Semoga agenda berikutnya juga lancar. Amin.
Pukul 19.00 Pak Sukmono—Kasubag LP2M IAIN
Metro—menelpon bahwa beliau sedang dalam perjalanan ke Hotel. Saya pun bersiap.
Malam itu kami makan di Saung Sunda. Perjalanan menuju lokasi sekitar 10 menit.
Di sana kami mengambil tempat lesehan. Tidak seberapa lama Ketua LP2M, Dr.
Zaenal Abidin datang menyusul. Saya memesan gurami bakar, Pak Zaenal lele
goreng, Pak Sukmono dan staf LP2M memesan ayam.
Sesungguhnya makan malam kami sungguh nikmat.
Sayang kenikmatan makan kami terganggu oleh kucing-kucing liar yang masuk di
bawah meja. Sungguh tidak nyaman. Rasa nikmat berkurang gara-gara kucing.
Malam itu saya istirahat dan sedikit membaca
buku Arvan Pradiansyah sebelum tidur. Lumayan sebagai asupan gizi untuk
pengantar tidur. Sebuah buku yang menurut saya cukup mencerahkan.
Kopiah khas Metro |
Pagi hari saya jalan pagi, sarapan, lalu
mengedit sebuah artikel. Lumayan menyelesaikan beban tanggung jawab. Pukul
08.40 Pak Sukmono datang menjemput. Saya segera membawa semua barang saya
menuju mobil. Kami pun meluncur ke IAIN Metro.
Saya langsung menuju Gedung Serga Guna (GSG)
IAIN Metro. Di ruangan yang besar itu saya berceramah kepada lebih 700
mahasiswa calon peserta Kuliah Pengabdian Masyarakat (KPM). Saya sangat
menikmati kegiatan tersebut. Saya mendapatkan jatah waktu sekitar 2 jam untuk
memberikan pembekalan kepada para mahasiswa yang akan terjun ke lapangan. Tentu
karena bukan motivator saya tidak sepenuhnya bisa mengendalikan para peserta. Jumlah
sangat banyak. Ditambah lagi ruangan yang penuh sesak dan panas. Tetapi
menurutku cukup lumayanlah. Sejauh pengamatanku, mereka cukup memperhatikan
ceramahku selama hampir dua jam itu.
Usai acara saya diajak ke ruang istirahat
pimpinan di Gedung Rektorat IAIN Metro. Tidak seberapa lama kemudian Dr.
Zuhairi dan tim mengajak makan siang. Kami meluncur menuju RM Yohana. Ikut
serta dalam rombongan adalah Dr. Zuhairi, Pak Sukmono, Dr. Dedi Irwansyah, Mbak
Nurul Mahmudah, dan Bu Mufliha. Siang itu kami makan sangat nikmat. Pak Zuhairi
memerintahkan Nurul Mahmudah dan Pak Sukmono untuk mencari durian. Dan saat
itulah saya menemukan menu yang sungguh unik, yaitu durian yang diaduk dalam
sambal. Anti-mainstream tetapi enak. Penting juga dicoba, apalagi lauknya
adalah pindang baung yang menjadi kuliner khas Lampung.
Kopi khas Lampung |
Sore hari saya diminta memberikan pembekalan
kepada para DPL. Substansi materi yang saya sampaikan adalah bagaimana KPM itu
bukan sekadar KPM. Idealnya, DPL menghasilkan produk yang terukur, jelas, dan
bermanfaat. Manfaat buat siapa? Ya buat dosen sendiri, jurusan, dan kampus.
Saya menawarkan kepada peserta untuk mengolah
laporan DPL menjadi buku ber-ISBN. Menurut saya, salah satu kelemahan DPL
adalah jarang memiliki dokumentasi tertulis. Jika kemudian mengolahnya menjadi
dokumentasi tertulis, tentu akan luar biasa.
Acara usai pukul 15.00. Agenda selanjutnya foto
bersama dan berbincang-bincang. Beberapa teman dari IAIM Metro sudah menunggu
karena mereka yang akan mengantarkan saya ke Bandara. Mereka adalah Habib,
Suhono, Aprezo, dan Mudi. Baru jam 15.30 kami bisa meninggalkan IAIN Metro.
Kami tidak langsung ke Bandara karena saya
berjanji untuk silaturrahim ke rumah Imam Mustofa. Hujan sangat deras ketika
kami sampai di rumah dosen muda yang produktif berkarya tersebut. Beliau
menyambut kami dengan sangat ramah. Kopi panas menemani perbincangan kami.
Sayang, waktu saya mepet. Mungkin hanya 20
menit kami di rumah Mas Imam. Pesawat yang akan mengantarkan saya akan terbang
pukul 18.20 WIB. Kami pun pamit. Sebelum pulang, beliau menghadiahi saya buku
terbaru beliau, kopiah khas Lampung, dan dua bungkus kopi. Terima kasih banyak
ya Mas.
Rehat |
Kami kemudian meluncur menuju Bandara Raden
Intan Tanjung Karang Bandar Lampung. Hujan turun dengan sangat deras. Meskipun
demikian perjalanan lumayan lancar karena kami lewat jalur tol. Pembangunan
jalan tol sungguh terasa sekali manfaatnya.
Pesawat Garuda yang mengantarkan saya ke
Bandara Soekarno Hatta cukup banyak kursi kosong. Ini cukup melegakan karena
saat berangkat dari Surabaya—Jakarta, lalu Jakarta—Lampung kondisi kursis full.
Tidak ada satu pun kursi kosong.
Mendarat di Soekarno Hatta, saya berusaha
menentukan pilihan menginap. Beberapa hotel yang saya tuju ternyata full. Saya
pun memilih untuk menginap di Digital Airport Hotel. Menuju lokasinya ternyata
tidak mudah. Sempat beberapa kali bertanya sebelum akhirnya masuk ke hotel
super mungil tersebut. Saya tidak banyak mengulas hotel itu. Intinya untuk
transit, lumayanlah untuk mengistirahatkan fisik yang lelah.
Bangun pukul 02.00 dan bersiap menuju Terminal
2 karena pesawat yang saya naiki ada di Terminal 2. Pada jam seperti itu,
transportasi gratis antar terminal belum beroperasi. Tidak ada pilihan. Saya naik
taksi yang harganya cukup lumayan. Tidak apa-apa. Dibandingkan dengan menginap
di hotel luar bandara, tetap saja apa yang saya pilih lebih hemat. Sebuah
pengalaman yang sangat berarti dan tidak akan terlupakan.
Tulungagung,
16 Januari 2020
Sambal tempoyak pak niku hehehe... kalau dipalembang ada empek-empek, krupuk kemplang, kopi cap ibu anak. Dan masih banyak lagi bapak... hehe
BalasHapusSiap Mas. Semoga suatu saat bisa mencicipi.
HapusRingan menyenangkan
BalasHapusTerima kasih pujiannya Bu Nyai.
HapusSiap. Insyaallah.
BalasHapusDurian disambal itu tempoyak namanya pak doktor..
BalasHapusSaya tahu karena suami orang Lampung dan sering di minta buatin sambal durian.
Bahkan ada kopi durian. Enak lhoo .
Sudah mencoba??
Kapan-kapan sowan ke Bu Etik untuk mencoba he he
HapusMantul... mantab betulll
BalasHapusMatur suwun
BalasHapusthanks for this wonderful post. Great Article. rovide value to the readers. Also, Title is very important.
BalasHapusI'm really enjoying the theme/design of your weblog.
wisit us : http://ilmukomunikasi.uma.ac.id
Tulisannya sangat renyah dan mengalir deras...
BalasHapusTerima kasih
Hapus