Jumat, 12 Juli 2019

Momentum dan Peluang dalam Pendidikan


Ngainun Naim



Dunia pendidikan kini mengalami tantangan yang sangat kompleks. Eksistensi dunia pendidikan dipengaruhi oleh bagaimana menjawab tantangan yang sedemikian kompleks secara aktif, kreatif, dan konstruktif. Tanpa kemampuan dalam merespon tantangan yang ada, dunia pendidikan akan kehilangan relevansi dan peran transformatifnya dalam kehidupan. Jika ini yang terjadi maka dunia pendidikan kehilangan kepercayaan dari masyarakat luas.
Justru karena itulah maka dunia pendidikan dituntut untuk terus berbenah. Tidak mungkin dunia pendidikan mati-matian mempertahankan diri tanpa mau berubah sama sekali. Memang ada aspek yang harus dipertahankan, tetapi ada juga yang harus ditinggalkan karena telah kehilangan relevansi.
Wakil Gubernur Jawa Timur, Dr. Emil Elestianto Dardak, M.Sc saat menyampaikan sambutan pada Wisuda Sarjana ke-24 IAIN Tulungagung pada 22 Juni 2019 menyebutkan bahwa perguruan tinggi seperti IAIN Tulungagung harus mencermati dua hal, yaitu momentum dan peluang. Momentum itu tidak datang dua kali. Karena itu begitu menemukan momentum maka harus dimanfaatkan sebaik mungkin.
Momentum akan semakin penting begitu bersinergi dengan peluang. Momentum bahkan harus diperjuangkan sehingga bisa melahirkan peluang. Perpaduan keduanya akan menghasilkan perubahan. Alih status STAIN Tulungagung menjadi IAIN Tulungagung lahir karena sinergi antara momentum dan peluang. Usulan alih status IAIN Tulungagung menjadi UIN juga harus diperjuangkan. Jangan sampai momentum sudah ada, tetapi peluangnya tidak tersedia. Karena itu harus terus diupayakan persiapan secara matang jika IAIN Tulungagung memang berharap menjadi UIN.
Tantangan lainnya adalah bagaimana IAIN Tulungagung mempersiapkan mahasiswanya menjadi manusia yang memiliki kompetensi memadai sebagaimana kebutuhan di masyarakat. Dalam kerangka ini, pemikiran Dr. Emil Elestianto Dardak penting untuk dijadikan sebagai bahan renungan. Kata Dr. Emil, sekarang ini telah terjadi pergeseran di berbagai perusahaan besar. Ijasah bukan lagi sebagai ukuran karena sekarang diganti dengan sertifikat kompetensi.
Fenomena ini bisa jadi sebagai otokritik terhadap dunia perguruan tinggi. Saat orang terkungkung pada yang tertulis di ijasah maka sesungguhnya ia akan tertinggal. Ijasah, tentu saja, sangat penting. Tetapi yang harus dipahami, ijasah bukan sebagai satu-satunya ukuran. Apalagi sampai tidak mau memiliki soft skill yang di luar ijasah. Jika seorang pemilik ijasah kondisinya semacam ini maka sesungguhnya ijasahnya bukan lagi berfungsi sebagai aset, melainkan sebatas sebagai dokumen kebanggaan yang kurang fungsional.
Kuliah di IAIN sesungguhnya memiliki potensi besar. Sayangnya, potensi ini belum banyak digali dan diberdayakan sehingga IAIN secara umum masih membutuhkan kerja keras agar bisa sejajar dengan perguruan tinggi lain. Berkaitan dengan hal tersebut, Dr. Emil membuat tamsil menarik, yaitu tentang tim sepak bola.

Jangan berharap tim sepak bola bisa menang dalam pertandingan dengan hanya berdoa tanpa berlatih. Itu melawan sunnatullah. Juga jangan sampai hanya mengandalkan latihan tanpa berdoa. Itu bentuk kesombongan. Jadi kita ini perlu perpaduan usaha yang serius dan berdoa. Jika ini kita lakukan maka hidup kita akan berkah.

Tamsil tersebut bisa dimaknai secara luas. Dalam konteks pendidikan, tamsil tersebut sesungguhnya menegaskan bahwa pendidikan itu penting. Kata Dr. Emil Elestianto, pendidikan itu memberikan jawaban atas berbagai persoalan dalam kehidupan. Jawaban ini kecil kemungkinannya diberikan oleh institusi lain. Namun perspektif religius tidak bisa dilepaskan sama sekali. Dalam kerangka inilah maka IAIN mendapatkan tantangan yang tidak ringan.

Parakan Trenggalek, 3 Juli 2019

4 komentar:

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.