Oleh Ngainun
Naim
Kemarin saya meng-up load dua foto buku memori saat kuliah
S-1. Buku tersebut secara tidak sengaja
saya temukan ditumpukan berkas yang saya rapikan hari minggu lalu. Saya lihat
data teman-teman saat itu. Datanya masih lengkap, hanya memang foto yang
ditampilkan tidak ada yang asli satupun. Semuanya diambilkan dari foto artis
atau pesohor lainnya.
Kelihatan lucu sekali. Misalnya, teman sekelas yang menekuni dunia dakwah,
Muhammad Shodiq—kini mubaligh laris dan juga dosen UIN Sunan Ampel
Surabaya—ternyata foto yang ditampilkan
adalah fotonya K.H. Zainudin MZ. Wiwin Aida Istanti yang pakai kacamata dan
mirip Mbak Tutut, foto yang ditampilkan adalah fotonya Mbak Tutut. Tetapi ada
juga yang kurang pas yaitu fotonya Muthi’ Jailani. Saya tidak tahu itu fotonya
siapa. Tetapi kayaknya artis dari luar negeri yang rambutnya gondrong, mirip
rambut Muthi’ kala kuliah waktu itu.
Foto yang aku tampilkan di FB dan kemudian mendapatkan tanggapan
teman-teman. Cukup ramai dan banyak guyonan. Rasanya seperti berbicara secara
langsung. Semuanya seolah baru terjadi kemarin. Padahal, itu dua puluh tahun
yang lalu. Semuanya sekarang sudah berubah. Kini semuanya (?) sudah memiliki
keluarga dan hidup di berbagai wilayah. Memang hanya sebagian kecil dari
teman-teman yang aktif di FB. Tetapi dari mereka yang aktif sudah memberikan
banyak hal penting dalam ingatan.
Mengumpulkan mereka semua dalam sebuah reuni itu mustahil. Apa tidak
berlebihan? Saya rasa tidak. Saya yakin pasti selalu ada yang tidak bisa datang
karena satu dan lain hal. Reuni itu penting untuk menjalin tali silaturrahim
dan membangun ingatan bersama. Tetapi memang tidak mudah untuk melaksanakannya.
Saya teringat bagaimana beratnya menjalani kuliah saat itu. Persoalannya
bukan pada penguasaan materi pelajaran, tetapi pada persoalan finansial. Saya
harus berjuang keras menyelesaikan kuliah di jenjang S-1. Saya kira hanya
karena takdir Allah saja saya bisa meraih gelar sarjana.
Jika sekarang mengingat pengalaman saat itu, saya tiba-tiba teringat ucapan
sastrawan Milan Kundeera, ”Ingatan dan kenangan adalah hal terindah yang
dimiliki manusia”. Saya kira Kundeera benar. Tanpa memiliki anugerah ingatan
dan kenangan, apalah arti perjalanan hidup ini?
Trenggalek, 22 Januari 2013
Ngainun Naim
@naimmas22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.