Oleh Ngainun Naim
Sebagai peminat buku, saya sering menyambangi toko buku dan perpustakaan.
Memang belum tentu membeli, tetapi paling tidak bisa mengetahui buku apa yang
sedang menjadi trend. Masuk toko buku dan kemudian melihat berbagai buku
dipajang juga menjadi media penting untuk menumbuhkan spirit menulisl. Melihat
berbagai buku baru, saya sering membayangkan betapa indahnya jika yang dipajang
itu adalah buku karya saya.
Sebagai pembeli, saya kadang ’tertipu’. Membeli buku sekarang ini ibarat
kucing dalam karung. Kita tidak bisa mengetahui isi di dalamnya karena setiap
buku disampul plastik. Memang tujuannya saya kira bagus agar buku tidak cepat
rusak. Atau paling tidak meminimalisir pembaca buku gratis yang datang ke toko
buku sekadar untuk membaca semata.
Judul buku, demi menarik minat calon pembeli, biasanya memang dibuat
semenarik mungkin. Ditinjau dari sudut pemasaran, tentu ini merupakan strategi
yang menarik. Tetapi tidak jarang, judul buku tidak berhubungan secara langsung
atau bahkan tidak berhubungan sama sekali dengan isi buku. Menurut saya, cara
semacam ini bukan cara elok. Justru cara semacam ini membuat calon pembeli
kapok untuk membeli (lagi) buku karya si penulis dan buku-buku lain dari
penerbit yang sama. Mungkin ini terlalu berlebihan, tetapi paling tidak, ada
pertimbangan yang lebih cermat lagi sebelum membeli kembali buku dari penulis
dan penerbit yang pernah mengecewakan tersebut.
Saya bisa ambil contoh tentang kekecewaan yang pernah saya alami. Ceritanya
saya membeli sebuah buku yang judulnya cukup provokatif, yaitu tentang
bagaimana membuat sebuah buku bisa laris-manis atau best seller. Begitu saya buka dan saya baca isinya, saya menemukan
bahwa buku itu merupakan buku pertama kali dari si penulis. Logikanya,
bagaimana ia bisa menulis tema semacam itu, padahal bukunya bekum teruji
menjadi buku yang cetak ulang berkali-kali?
Saya juga pernah membeli sebuah buku tentang metode penelitian. Setelah
saya cermati, ternyata si penulis belum banyak memiliki pengalaman meneliti.
Penelitian yang dilakukannya baru sebatas untuk kepentingan tugas akhir studi.
Ada lagi beberapa buku yang isinya kurang sesuai dengan judulnya yang
mentereng. Walaupun agak kecewa, pembelian buku semacam ini memberikan
pelajaran berharga agar saya lebih cermat dalam menentukan sebuah buku untuk
dibeli. Terlepas dari kekecewaan yang saya alami, saya tetap menjadikan buku
yang telah saya miliki sebagai aset penting untuk menambah wawasan. Salam buku.
Tulungagung, 20 Januari 2014
Ngainun Naim
twitter: @naimmas22
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.