Oleh Ngainun Naim
Tanggal 20 Juni 2013 saya menulis sebuah resensi buku
dengan judul ”Basis Kemajuan yang Terabaikan”.
Buku yang saya resensi adalah karya Heru Susanto yang judulnya ”The Power of Discipline, Kekuatan untuk Bertahan di Badai
Krisis dan Meningkatkan Apa Pun yang Anda Inginkan”. Saya terdorong untuk
meresensi buku ini karena menurut saya, aspek disiplin penting untuk
ditumbuhkembangkan di masyarakat. Disiplin harus menjadi bagian dari identitas
masyarakat jika kita ingin menjadi negara yang maju.
Saya merasakan kegelisahan berkaitan dengan fenomena
disiplin ini. Saya sendiri, dengan jujur harus saya akui, bukan orang yang
telah menerapkan disiplin dengan baik, walaupun sesungguhnya saya telah
berusaha keras. Memang tidak mudah menjaga disiplin di tengah tantangan situasi
yang mendorong untuk tidak disiplin. Justru karena kondisi semacam inilah, saya
merasa perlu berbagi pendapat bahwa disiplin itu penting, disiplin itu
seharusnya dijadikan bagian dari budaya, dan disiplin yang dilakukan secara
konsisten dapat menjadi ”habitus” atau kebiasaan hidup sehari-hari.
Karena saya menekuni dunia pendidikan sebagai seorang
pengajar di IAIN Tulungagung, saya berusaha membangun tradisi disiplin ini
melalui berbagai kesempatan. Kuliah, diskusi, dan perilaku saya usahakan dalam
kerangka ini. Hal lain yang dapat saya lakukan adalah melalui menulis.
Mengapa menulis? Ada beberapa alasan. Pertama, menulis telah menjadi bagian
dari kegiatan rutin saya sehari-hari. Saya selalu berusaha menulis setiap hari.
Berbagai bentuk tulisan saya buat, mulai buku, catatan di blog seperti ini,
atau resume dari hasil bacaan yang kemudian saya kembangkan menjadi buku.
Memang tidak mudah menjaga komitmen menulis ini, tetapi sejauh ini, saya
lumayan mampu menjaganya, walaupun belum maksimal.
Karena sering menulis inilah saya meyakini tulisan
menjadi media yang dapat dimanfaatkan untuk menyampaikan gagasan dan pemikiran
tentang disiplin. Tulisan yang mengusung misi disiplin—baik secara langsung
atau tidak—dapat menumbuhkan pemahaman dan juga kesadaran pembacanya akan arti
dan makna disiplin. Lebih jauh diharapkan pemahaman dan kesadaran ini ditransformasikan
menjadi perilaku hidup sehari-hari.
Kedua, menulis juga menjadi pembuktian bagi saya bahwa saya bisa
disiplin. Tulisan tidak akan mampu terwujud tanpa adanya disiplin dalam diri
saya. Menulis setiap hari di tengah aktivitas yang padat jelas bukan pekerjaan
mudah. Saya sendiri harus berjuang keras untuk bisa menulis dengan memanfaatkan
waktu jeda atau waktu senggang yang tidak banyak. Saya jelas belum ada
apa-apanya dibandingkan para penulis hebat yang mampu menghasilkan karya
berlimpah di tengah gempuran aktivitas yang sangat padat. Tetapi satu hal yang
ingin saya tekankan bahwa saya menulis merupakan perwujudan disiplin diri.
Ketiga, tulisan itu memiliki spektrum pembaca yang jauh lebih
luas. Aspek ini yang tidak mampu dicapai oleh berbicara. Cakupan pembicaraan
relatif terbatas oleh ruang dan waktu. Kalaupun kemudian dimasukkan media
semacam youtube, mereka yang dapat menyaksikannya juga terbatas. Sementara
tulisan memiliki rentang pembaca yang jauh lebih luas. Tulisan sederhana ini
saya yakin dibaca oleh banyak orang dari berbagai wilayah. Saya bersyukur
walaupun sangat sederhana tetapi blog yang saya buat telah dikunjungi lebih
dari 20.000 orang. Setiap hari rata-rata dikunjungi lebih dari 50 orang. Ini suatu
jumlah yang menurut saya cukup penting. Banyak yang blognya dikunjungi ribuan
orang setiap harinya. Tetapi bagi saya, ada yang mengunjungi saya sudah
merupakan sebuah kebahagiaan.
Keempat, tulisan Insyaallah lebih awet. Apa yang saya ucapkan
kemarin mungkin saja sudah terlupakan, baik oleh saya sendiri maupun oleh orang
lain. Tetapi tulisan dapat dibaca dalam jangka waktu yang panjang selama
wujudnya masih ada.
Atas pertimbangan itulah tulisan sederhana ini saya buat.
Semoga saja ada manfaatnya. Salam.
Trenggalek, 22 Desember 2013
Ngainun Naim
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.