Oleh
Ngainun
Naim
Seorang teman menulis
status lucu di Facebook. Katanya, ARB (Aburizal Bakri) kini mendapatkan saingat
berat, yaitu ARD (Airin Rahmi Diana), adik tiri Atut. Walikota yang cantik
jelita itu ternyata banyak pengagumnya. Banyak yang menyayangkan kalau sampai ia
masuk jeruji besi. Karena itu,
teman tersebut dengan nada guyon menulis, “SAVE Airin”. Saya tersenyum membaca
status tersebut, lalu menulis komentar singkat, ”Wah, rupanya Airin mania,
ya!”.
Belakangan ini memang cukup banyak para pejabat yang menjadi penghuni rutan
KPK. Mereka adalah orang yang sebelumnya sukses meraih kursi kekuasaan. Disebut
sukses karena memang perjuangan untuk mendapatkan kursi tersebut memang tidak
mudah. Dibutuhkan perjuangan—termasuk dana besar—agar sukses meraih kedudukan
tersebut.
Ada hal penting yang tampaknya perlu untuk kita renungkan bersama, yakni:
apakah para pejabat yang sekarang menghuni rumah tahanan itu masih bisa disebut
sukses? Secara seloroh seorang teman berkomentar, ”Ya bisa saja. Mereka kan
sukses menjadi pejabat dan sekarang sukses ditahan”.
Saya hanya tersenyum kecut mendengar komentarnya. Ambisi, jalan pintas,
politik uang, dan hal-hal yang melanggar aturan semakin sering dilakukan oleh
orang yang selama ini kita percaya menjadi pemimpin. Pemimpin semacam ini dalam
realitasnya justru tidak mensejahterakan, tetapi justru menyengsarakan.
Pada kondisi semacam ini, saya teringat dengan tulisan Jamil Azzaini. Ia
merupakan seorang motivator yang terkenal dengan slogannya SUKSES MULIA.
Pemikiran Azzaini saya kira menarik untuk kita jadikan sebagai bahan renungan
bersama. Sukses itu penting, tetapi yang jauh lebih penting adalah bagaimana
sukses sekaligus mulia.
Jamil Azzaini menyatakan bahwa seseorang dikatakan sukses bila telah
memiliki ”4-ta” (harta, takhta, kata, cinta) level tinggi. Jauh di atas
rata-rata kebanyakan orang. Level ”4-ta” yang tinggi itu diperoleh karena expertise (keahlian, core competence, prestasi) yang
dimilikinya. Selain itu, ”4-ta” yang dimiliki juga diperoleh dengan cara yang fair, tidak melanggar etika serta ajaran
agama yang dianutnya.
Bila orientasi hidup kita hanya sukses semata, hidup akan terisolasi.
Egoisme niscaya muncul dalam diri kita. Boleh saja harta kita berlimpah,
memiliki jabatan bergengsi, berpendidikan tinggi, atau menjadi buah bibir di
media massa, tapi jiwa dan kehidupan terasa gersang. Bahkan boleh jadi, kita
tidak memiliki sahabat sejati.
Kata Jamil Azzaini, SUKSES saja tidak cukup. Kita perlu menambahkan satu
kata lagi: MULIA. Orang bisa disebut hidup mulia bila ia mampu memberi banyak
manfaat kepada orang lain. Orang mulia adalah orang yang senang berbagi. Ajaran
agama mengajarkan tindakan mulia semacam ini (Jamil Azzaini, Menyemai Impian Meraih Sukses Mulia,
Inspirasi Pembangkit Motivasi dan Pemakna Hidup (Jakarta: Gramedia, 2009),
hlm. 227-228).
Penting bagi kita untuk membangun sebuah pemahaman yang melihat sukses
bukan hanya dari ukuran material semata. Ada aspek spiritual yang perlu
dijadikan landasan agar sukses lebih bermakna.
Trenggalek, 29 Desember 2013
Ngainun Naim
www.ngainun-naim.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.