Judul Buku: Tawa Show
di Pesantren
Penulis: Akhmad Fikri
AF
Penerbit: LKiS
Yogyakarta
Edisi: 2013
Tebal: 170 halaman
Peresensi: Ngainun Naim
Tertawa adalah obat yang ampuh untuk
menyegarkan jiwa. Tertawa yang muncul dari humor
dapat menjadi katarsis untuk melepaskan segenap tekanan dalam jiwa. Maka, humor
itu penting artinya untuk kesehatan.
Larisnya
acara-acara humor di berbagai televisi menunjukkan bahwa kebutuhan humor di
masyarakat itu sangat tinggi. Masyarakat membutuhkan hiburan setelah tertekan
oleh dinamika kehidupan yang kian kompleks. Menikmati acara humor, karena itu,
menjadi media yang ampuh untuk mencerahkan jiwa agar kembali sehat.
Humor sendiri
telah menjadi kajian ilmiah. Sebagaimana dikatakan oleh Jalaluddin Rakhmat
dalam bukunya Retorika Modern (2004:
126-128), ada beberapa teori tentang humor. Pertama,
teori superioritas dan degradasi. Kita tertawa bila menyaksikan sesuatu
yang janggal, aneh, atau menyimpang. Kita tertawa karena kita merasa tidak
mempunyai sifat-sifat objek yang ”menggelikan”. Sebagai subjek, kita memiliki
kelebihan, sedangkan objek tertawa kita mempunyai sifat-sifat yang rendah.
Kedua, bisosiasi. ”Kita
tertawa bila secara tiba-tiba kita menyadari ketidaksesuaian antara konsep
dengan realitas yang sebenarnya. Menurut teori ini, humor timbul karena kita
menemukan hal-hal yang tidak diduga.
Ketiga, teori pelepasan
inhibisi. Ini teori yang paling ”teoritis”, yang bermuara dari Sigmund Freud. Kita
banyak menekan ke alam bawah sadar kita pengalaman-pengalaman yang tidak enak
atau keinginan-keinginan yang tidak bisa kita wujudkan. Salah satu di antara
dorongan yang kita tekan itu adalah dorongan agresif. Dorongan agresif masuk ke
alam bawah sadar kita dan bergabung dengan kesenangan bermain di masa
kanak-kanak.
Bila kita
lepaskan dorongan ini yang bisa diterima masyarakat, kita melepaskan inhibisi.
Kita merasa senang karena lepas dari sesuatu yang menghimpit kita. Kita
melepaskan diri dari ketegangan. Kita senang. Karena itu, kita tertawa.
Tiga teori yang
diulas oleh Jalaluddin Rakhmat tersebut dapat kita gunakan untuk membaca buku
yang ditulis oleh Akhmad Fikri AF ini. Buku ini mengulas sisi-sisi tersembunyi
dunia pesantren. Dunia kiai, dunia santri, dan relasi antara keduanya ternyata
tidak selalu berlangsung secara formal dan penuh ketakdhiman. Tidak jarang
muncul hal-hal mengejutkan dan spontanitas.
Menelisik
dimensi humor kiai, sebagaimana dipaparkan dalam buku ini, akan mengantarkan
kita pada perspektif yang selama ini tidak terendus. Kiai misalnya, selama ini
diposisikan sebagai figur terhormat, serius, sarat norma, dan berbagai aspek
’kesempurnaan’ lainnya. tetapi masyarakat sering lupa bahwa kiai adalah manusia
sebagaimana yang lainnya. Status sebagai kiai tidak akan menghilangkan
keunikannya sebagai manusia. Maka, membaca buku ini akan membuat Anda
betul-betul terhibur dan ’ngakak’.
Pada bab yang
berjudul ”Kiai Bisri dan Strategi Kiai Wahab”, diceritakan bahwa ada seorang
warga yang ingin berkorban melakukan konsultasi kepada Kiai Bisri Syansuri.
Orang tersebut ingin korban sapi, tetapi karena anggota keluarganya delapan,
orang tersebut ingin di akhirat nanti satu keluarga bisa satu kendaraan agar
tidak terpencar.
Kiai Bisri yang
sangat ketat dalam urusan fikih mengatakan bahwa kurban sapi hanya untuk tujuh
orang. Bahkan saat orang itu menanyakan kalau anggota keluarganya yang
kedelapan adalah anaknya yang berumur tiga bulan, Kiai Bisri tetap menjawab,
”Tidak bisa”.
Merasa tidak
puas, orang itu mengadu ke Kiai Wahab. Apa jawab Kiai Wahab, ”Agar anakmu yang
masih kecil itu bisa naik ke punggung sapi, harus pakai tangga. Sampeyan sediakan seekor kambing agar
anak sampeyan bisa naik ke punggung sapi”, kata Kiai Wahab.
Orang itu dengan
semangat mengatakan, ”Siap Kiai. Jangankan satu, dua pun siap”.
Coba Anda simak
kisah ini. Terlihat bahwa kisah ini, memakai teori Jalaluddin Rakhmat, termasuk
bisosiasi. Ada kejanggalan, tetapi kisah tersebut menyuguhkan humor yang sarat
makna. Ketegasan prinsip sebagaimana Kiai Bisri penting artinya untuk menjaga
integritas norma agama, tetapi strategi fleksibel sebagaimana dikembangkan Kiai
Wahab juga merupakan strategi efektif untuk merangkul masyarakat agar tetap
berada dalam bingkai norma agama.
Kisah menarik
yang dapat kita petik di sini adalah ”Kiai Alhamdulillah”. Kiai biasanya
dipanggil dengan hal-hal unik yang melekat dalam dirinya. Seorang kiai yang
sering berkata subhanallah dipanggil Kiai Subhanallah. Maka ada Kiai
Astaghfirullah, Kiai Innalillahi, dan ada juga Kiai Alhamdulillah. Alkisah,
suatu hari, empat orang kiai ini sedang bepergian bersama dalam satu mobil.
Dalam perjalanan, mereka melewati sungai yang menjadi pusat aktivitas
masyarakat, termasuk mandi. Tanpa malu para wanita muda mandi di pinggir
sungai. Melihat itu, Kiai Astaghfirullah spontan berkata, ”Astaghfirullah”.
Tidak mau kalah, Kiai Innalillahi mengatakan, ”Innalillahi”, dan Kiai
Subhanallah pun mengatakan ”Subhanallah”. Mengikuti teman-temannya, Kiai
Alhamdulillah pun berkata, ”Alhamdulillah”.
Ada banyak
sekali kisah humor yang dimuat dalam buku ini. Totalnya ada 51 humor. Tentu
saja, kisah semacam ini penting untuk dibaca. Tidak hanya agar terhibur, tetapi
juga menjadi bagian dalam memahami dunia pesantren yang sesungguhnya sangat
kaya warna.
Membaca buku
akan membuat Anda menemukan kesegaran, keceriaan, dan keterkejutan. Banyak hal
tak terduga yang muncul dan terjadi. Para kiai ternyata memiliki selera humor
tinggi. Humor tersebut merupakan spontanitas dan kadang dengan kesengajaan.
Maksudnya juga bermacam-macam.
Humor,
sebagaimana dikatakan Gus Dur dalam bukunya Melawan
Melalui Lelucon (2000: 274), memang tidak dapat mengubah keadaan atas
”tenaga sendiri”. Ini sudah wajar, karena apalah kekuatan percikan perasaan di
hadapan kenyataan yang mencekam kehidupan. Namun, lelucon yang kreatif, tetapi
kritis, akan merupakan bagian yang tidak boleh tidak harus diberi tempat dalam
tradisi perlawanan kultural suatu bangsa, kalau bangsa itu sendiri tidak ingin
kehilangan kehidupan waras dan sikap berimbang dalam menghadapi kenyataan pahit
dalam lingkup yang sangat luas. Dera kepahitan dalam jangka panjang tidak mustahil
akan ditundukkan oleh kesegaran humor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.