Oleh Ngainun
Naim
Salah
satu buku yang saya sukai adalah buku biografi atau autobiografi. Buku semacam
ini membuat saya banyak belajar tentang hidup. Ada banyak keteladanan yang bisa
saya petik dari kisah hidup para tokoh. Misalnya tentang jejak hidupnya,
perilakunya, kesederhanaannya, kejujurannya, dan sebagainya.
Salah
seorang tokoh yang menarik untuk diulas adalah Anton Tabah. Nama Anton Tabah
tentu tidak asing bagi kita yang menyaksikan kehidupan sosial politik pasca
lengsernya Presiden Soeharto. Ya, beliau adalah Asisten Pribadi Pak Harto pada
masa itu. Karena Pak Harto selalu menjadi pusat perhatian publik, maka nama
Anton Tabah pun ikut menjadi bagian di dalamnya.
Mendampingi
Mantan Presiden yang sedang menjadi sorotan
negatif tentu bukan pekerjaan yang mudah. Kala itu, nyaris semua media
menjadikan segala hal yang berkaitan dengan Pak Harto sebagai konsumsi
pemberitaan. Kepemimpinan selama 32 tahun dinilai sarat dengan masalah. Oleh
karena itu, tuntutan agar Soeharto diadili pun bergema dan dilakukan oleh
berbagai elemen masyarakat, khususnya para pejuang reformasi.
Di
tengah arus dominan menghujat Soeharto itulah, Anton Tabah memberikan
perspektif berbeda. Ia melihat bahwa hujatan yang dilakukan oleh publik tidak
semuanya benar. Ia mengajukan perspektif objektif. Penilaian harus berdasarkan
bukti, bukan asumsi atau prasangka. Pada titik inilah, posisi Anton Tabah
terlihat mewakili dua posisi sekaligus, yaitu sebagai polisi sekaligus ilmuwan.
Ya, Anton Tabah adalah seorang polisi aktif. Tetapi aspek yang tidak boleh
dilupakan, ia juga kolomnis yang sangat produktif. Perpaduan kedua hal inilah
yang membuatnya mampu memberikan cara pandang yang obyektif, termasuk terhadap
Mantan Presiden Soeharto.
Aku mulai
membaca nama Anton Tabah saat duduk di bangku kuliah S-1 di IAIN Sunan Ampel
Surabaya. Di Fakultas Tarbiyah tempat saya kuliah—teman-teman sering
menyebutnya sebagai lorong rumah sakit karena gedungnya yang mirip kamar-kamar
di rumah sakit—ada koran yang dipajang di tempat baca. Setiap pagi, atau pada
jam-jam istirahat, puluhan mahasiswa berdesakan membacanya. Lewat ”membaca
berjamaah” inilah aku mendapatkan banyak informasi, termasuk mengenai artikel
para tokoh ternama.
Salah
satu nama yang kurasakan aneh ketika itu adalah Anton Tabah. Kusebut aneh
karena dalam artikel yang ditulisnya, disebutkan diidentitasnya bahwa Penulis adalah Kapolres Klaten, Jawa Tengah.
Bagiku ini fenomena luar biasa karena seorang polisi ternyata mampu menjadi
penulis artikel yang cukup produktif di Koran Jawa Pos. Anton Tabah memang cukup rajin menulis. Kolom-kolomnya
bagiku tidak terlalu istimewa. Mungkin karena apa yang ditulisnya berbeda
dengan bidang ilmu yang sedang aku tekuni. Tetapi produktivitasnya sangat luar
biasa. Inilah yang membuatku selalu menyempatkan membaca kolom-kolomnya.
Lama
tidak mendengar nama dan kiprah Anton Tabah. Memang sesekali aku masih melihat
artikelnya di media, tetapi informasi lebih lanjut mengenai tokoh ini tidak
banyak kudapatkan. Berbagai isu memang sempat aku dengar, atau aku baca di
internet. Tetapi bagiku informasi semacam ini jelas tidak bisa
dipertanggungjawabkan validitasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.