Ngainun Naim
Saya ingin mengawali catatan sederhana ini dengan mengutip pemikiran Arvan Pradiansyah di buku Life is Beautiful, Sebuah Jendela untuk Melihat Dunia (2012). Pada salah satu bagian buku tersebut dijelaskan tentang fenomena aktual yang cukup sering hadir dalam kehidupan kita. Fenomena yang sesungguhnya saya sendiri juga menjadi bagian di dalamnya.
Hidup manusia itu dinamis. Salah satu aspek yang membuat menjadi dinamis adalah persoalan. Ya, persoalan itu mungkin tidak kita sukai tetapi harus kita hadapi. Arvan Pradiansyah menyatakan bahwa jika ada persoalan, kita ini kebanyakan justru lebih sibuk memikirkan persoalan tersebut, bukannya memberikan respon solutif. Implikasinya, persoalan bukannya selesai melainkan semakin merembet ke mana-mana.
Ini zaman digital. Zaman di mana relasi antar manusia terhubung oleh jejaring sosial. Persoalan personal pun bukan hal tabu untuk menjadi persoalan publik. Percakapan yang sesungguhnya sifatnya personal di WA pun secara santai diunggah ke story sehingga menjadi konsumsi publik. Tentu ini tidak etis. Percakapan itu harus tetap menjadi percakapan antara dua orang. Jika pun diunggah di story, harus seizin yang bersangkutan.
Inilah zaman yang disebut oleh Jean Baudrillard sebagai zaman hilangnya batas antara ruang privat dan ruang publik. Zaman yang menyajikan informasi tanpa batas. Jika dulu orang yang menguasai informasi adalah yang berada di barisan terdepan, kini bukan lagi. Pada zaman ini, orang yang penuh kearifan dan menjaga relasi secara bijak itulah yang berada di barisan terdepan.
Demikian, sekadar catatan. Mohon maaf jika ada yang tidak berkenan. Salam Literasi.
Trenggalek, 23-1-2021
Masya Allah pak, tanpa sadar kita sering foward tanpa permisi
BalasHapusTulisan ini pendapat saya pribadi Bu. Orang mungkin memiliki pendapat berbeda.
HapusSetujuuuuuuu.. terima kasih bapak inspirasi 🙂
BalasHapusSama-sama
HapusEnggeh tadz leres persoalanlah yang mendewasakan kita. Matur nuwun
BalasHapusSami-sami
HapusBegitulah, Katanya zaman edan prof....
BalasHapusHe he he
HapusSepakat
BalasHapusButuh "wisdom" nggih prof
BalasHapusBegitulah
HapusNgena banget prof, dan sy termasuk😥
BalasHapusHe he he
Hapussangat menyadarkan sekali... terimakasih pak
BalasHapusMantul pak na'...dan tdk terasa pula smakin banyak sumber dosa ...walau banyak jg sumber pahala...semga Alloh selalu memberi rahmat bg kita smua..amin
BalasHapusAamiinn
HapusBenar sekali Pak. Prihatin. (Lama2 kata prihatin pun bakal hilang. Aduh. Aduh.....
BalasHapusBegitulah Bu
HapusSetuju Mas Doktor Naim, semoga jadi pembelajaran semua
BalasHapusAamiinnnn
Hapus