Selasa, 12 Januari 2021

IKHTIAR MENJADI MANUSIA BAIK

 

Oleh Ngainun Naim

 


Salah satu kebahagiaan saya adalah ketika ada mahasiswa yang mau menulis dan kemudian menerbitkan karya. Tulisannya bisa berupa artikel yang diunggah di blog, artikel jurnal, dan bahkan buku. Menurut saya mereka adalah orang istimewa karena kemampuan menulis itu menunjukkan perjuangan yang tidak mudah. Banyak orang ingin menulis tetapi tidak juga mewujudkan keinginannya dalam bentuk tulisan.

Salah satu mahasiswa saya yang cukup rajin menulis adalah M. Fauzi Ridwan. Ia cukup aktif menulis. Catatan demi catatan di facebook menjadi bukti keseriusannya dalam menulis. Buku ini merupakan kompilasi dari tulisannya yang diunggah di facebook dan media lainnya. Tentu saya mengapresiasi terhadap kerja keras Mas Fauzi. Ketika beliau meminta saya membuat kata pengantar untuk bukunya, saya pun segera menyanggupinya.

Tulisan-tulisan Mas Fauzi cukup menarik. Topiknya biasanya adalah agama dan secara khusus filsafat-tasawuf. Saya kira pilihan tema itu wajar karena Mas Fauzi studi dalam dua bidang tersebut. S-1 dia mengambil Jurusan Tasawuf-Psikoterapi dan S-2 mengambil Jurusan Akidah Filsafat Islam.

Buku solo perdana Mas Fauzi ini berkisah tentang berbagai hal. Sejauh pembacaan saya, muara dari tulisan demi tulisan di buku ini adalah tentang bagaimana menjadi manusia yang baik. Menjadi manusia yang baik itu tidak mudah. Semua tahu bahwa menjadi manusia baik itu penting namun tidak semua orang mau dan mampu untuk mewujudkannya. Saya belajar banyak dari buku yang ditulis dan diolah secara baik ini.

Salah satu cara menjadi orang baik adalah terus belajar. Ya, belajar dalam makna yang luas. Belajar dari buku, dari pergaulan sehari-hari, dari alam, dan dari berbagai hal yang ditemui dalam kehidupan. Kunci pentingnya adalah mau membuka hati, memiliki niat yang kuat untuk mengambil pelajaran hidup, dan optimis dapat mewujudkannya. Jika tiga kunci ini tidak dipegang maka saat pelajaran hidup sudah ditemukan, tidak ada dampak apa pun dalam kehidupan. Bahkan adanya pelajaran itu juga tidak diketahui.

Saat membuat catatan ini, saya menemukan sebuah buku mini karya Drs. H. Mahmud Sujuthi yang berjudul Catatan Kecil Seorang Dai, Dari Nasehat sampai Syafaat terbitan CV Al-Ihsan Surabaya. Buku yang awalnya artikel rutin penulisnya di Majalah Mimbar Pembangunan Agama (MPA) terbitan Kantor Wilayah Kementerian Agama Jawa Timur ini era 1990-an ini menjelaskan tentang banyak hal. Salah satunya adalah tentang silaturrahmi. Penjelasan di buku ini sangat mendasar. Menurut Mahmud Sujuthi, nilai dasar yang menjadi pilar tegaknya silaturrahmi yaitu ”memanusiakan manusia”, menghormati dan menghargai harkat sesama serta seperangkat nilai-nilai kemanusiaan selengkapnya dan seutuhnya. Silaturrahmi bukan sekadar basa-basi, tapi ada kedalaman nilai yang sama-sama dijunjung tinggi, sebagai sesama khalifah Ilahi yang dipasrahi mengelola bumi ciptaan-Nya ini. Tak ada yang mendapatkan mandat istimewa, lebih daripada yang lain, hanya karena kelebihan-kelebihan lahiriah duniawi.

Penjelasan Mahmud Sujuthi di atas menegaskan tentang beberapa hal. Pertama, memanusiakan manusia. Kata ini sesungguhnya sudah sangat sering didengar, khususnya bagi yang menekuni dunia pendidikan. Secara substansial, memanusiakan manusia berarti memposisikan manusia secara apa adanya sebagai manusia. Manusia yang semacam ini adalah manusia yang tidak terikat secara hegemonik kepada kelompok atau golongan. Manusia yang terbebas adalah manusia yang merdeka. Kemerdekaan ini tidak akan diperoleh kecuali dengan kesadaran, pengetahuan, pemahaman, kemauan, dan usaha.

Kedua, ”menghormati dan menghargai harkat sesama serta seperangkat nilai-nilai kemanusiaan selengkapnya dan seutuhnya”. Aspek ini sesungguhnya merupakan konsekuensi dari aspek pertama. Jika kita menghargai manusia secara apa adanya, maka kita juga harus menghormati dan menghargai harkat sesama lengkap dengan nilai-nilai kemanusiaannya. Nilai ini mudah untuk diucapkan, tetapi sulit dipraktikkan. Kecenderungan umum manusia adalah minta dihormati dan tidak mudah menghormati yang lain.

Manusia yang baik selalu membuka hati dan pikirannya untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Proses mewujudkannya berlangsung sepanjang hidup. Terus belajar dan belajar tiada henti. Buku karya Mas M. Fauzi Ridwan dapat kita posisikan sebagai sarana untuk belajar.

Saya sampaikan selamat kepada Mas Fauzi atas terbitnya buku ini. Mari terus menulis dan berbagi untuk kebajikan bersama. Cara ini semoga menjadi ikhtiar untuk menjadi manusia yang lebih baik.

 

Tulungagung, 12-1-2020

 

7 komentar:

  1. luar biasa kalimat yang ada pada paragraf kedua dari bawah.
    Terimakasih Pak Naim
    Terimakasih Mas Fauzi Ridwan

    BalasHapus
  2. Nge-prank setan. Misal sengaja baca doa mau makan disaat hampir selesai makan.🤭

    BalasHapus
  3. Menjadi manusia baik dan mengajak orang menjadi baik

    BalasHapus
  4. Manusia yang baik selalu membuka hati dan pikirannya untuk berubah menjadi lebih baik lagi. Selamat mas Fauzi

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.