Selasa, 28 April 2015

Mengenang Mbah Bisri, Ahli Fikih yang Tegas



Oleh Ngainun Naim
Nama KH Bisri Syansuri—selanjutnya disebut Mbah Bisri—cukup dikenal dalam khazanah Islam Indonesia. Nama beliau menjadi sangat dikenal di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU) karena beliau adalah salah seorang pendiri NU sekaligus Rais Am sepeninggal KH Wahab Hasbullah. Mbah Bisri menjadi Rais Am NU sampai beliau wafat pada tahun 1980.
Tahun 2015 ini Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar Jombang yang didirikan oleh Mbah Bisri genap berusia seabad. Ini tentu bukan usia yang pendek. Selama seabad ini ada begitu banyak kiprah, perjuangan, dan kontribusi yang telah diberikan oleh Pondok Denanyar yang didirikan oleh Mbah Bisri.
Sebagai orang yang pernah merasakan belajar di Denanyar, saya merasakan ada begitu banyak hikmah dan pelajaran hidup yang saya peroleh. Tidak mungkin saya mengabaikan jejak Pondok Denanyar karena di sanalah, selama tiga tahun, jejak hidup saya tertoreh. Dan saya mulai mengasah keterampilan menulis saya juga di sana.
Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif yang didirikan Mbah Bisri adalah bukti nyata kiprah dan perjuangan beliau. Pertengahan April dengan serangkaian acara—mulai dari pagelaran wayang dengan dalang kondang Ki Enthus, Bahsul Masail, shalawat Habib Sekh, temu alumni dan pengajian akbar--Pesantren Denanyar memperingati usianya yang seabad. Ya, seratus tahun. Sebuah usia yang sangat matang dan kenyang dengan dinamika pengalaman.
Kini pesantren Denanyar telah mengalami perkembangan pesat, baik bangunan maupun lembaga pendidikannya. 21 tahun lalu--ternyata sudah cukup lama juga--saat saya menyelesaikan MAN, kondisi pondok belum sepesat sekarang. Alhamdulillah, ada begitu banyak kemajuan di Pesantren Denanyar sekarang ini.
Ribuan santri dan alumni tersebar di seluruh pelosok nusantara. Berbagai macam profesi yang dipilih. Semua itu menunjukkan bahwa Pesantren Denanyar yang didirikan Mbah Bisri telah memberikan kontribusi nyata bagi santri, alumni, masyarakat, dan bangsa Indonesia.
Nama Mbah Bisri bukan nama yang asing bagi masyarakat Muslim Indonesia. Nama beliau lebih popular lagi di lingkungan Nahdlatul Ulama (NU). Beliau adalah salah seorang pendiri NU dan menjabat sebagai Rais Am sampai wafat pada tahun 1980.
Tidak perlu diragukan lagi bahwa beliau merupakan tokoh besar. Mengikuti kriteria Furchan dan Maimun (2005: 12-13), ada empat hal yang menjadi penandanya. Pertama, berhasil di bidangnya. Dua catatan singkat sebelum catatan ini adalah satu bukti keberhasilan beliau. Kedua, mempunyai karya-karya monumental. Lihatlah Pondok Denanyar yang sekarang terus tumbuh dan berkembang. Bacalah jejak para alumninya yang mengisi banyak bidang di berbagai wilayah. Cermatilah berbagai hal yang berkaitan dengan Pondok Denanyar. Semua itu menjadi bukti karya monumental beliau.
Ketiga, mempunyai pengaruh pada masyakat. Aspek ini tidak perlu diragukan dan diulas panjang lebar. Dan keempat, ketokohannya diakui secara "mutawatir".
Empat kriteria ketokohan jelas dimiliki Mbah Bisri. Jika dibuat grade, beliau pasti berada di level tinggi. Semoga apa yang beliau kerjakan terus menebarkan manfaat dan santri, alumni serta masyarakat umum mendapatkan keberkahan selalu. Amin.
Saat dulu mondok, saya membaca sebuah buku biografi Mbah Bisri. Kalau tidak salah yang menulis Gus Dur. Judulnya--sekali lagi kalau tidak salah--'KH Bisri Syansuri, Pecinta Fiqih Sepanjang Hayat'.
Ketika hadir di acara temu alumni dalam rangkaian seabad Pondok Denanyar hari sabtu tanggal 18 April lalu, saya mendapatkan buku biografi Mbah Bisri. Judulnya "Mbah Bisri: Tegas Berfiqih, Lentur Bersikap". Buku ini melengkapi ingatan akan bacaan dulu saat mondok. Sebenarnya bukan melengkapi karena bacaan yang dulu sudah banyak yang lupa. Mungkin menambah.
Di buku ini ada lima bab. Bab pertama bertajuk "Riwayat Hidup". Bab kedua bertajuk "Masa Perjuangan". Bab ketiga bertajuk "Pemikiran dan Wasiat". Bab keempat "Putra putri KH Bisri Syansuri". Dan bab kelima "Catatan Penutup".
Ada banyak hal menarik yang bisa kita petik dari buku biografi Mbah Bisri. Buku dengan sampul menarik tersebut memaparkan banyak hal dalam diri Mbah Bisri. Pada bab pertama kita mendapatkan penjelasan bagaimana beliau bisa menjadi tokoh besar.
Secara sederhana saya menyimpulkan bahwa Mbah Bisri menjadi besar karena beberapa hal. Pertama, pribadi beliau yang agung. Beliau adalah ahli fiqih dalam makna yang sesungguhnya. Segala hal dalam hidup mengacu terhadap fiqih. Namun beliau juga orang yang lembut. Kesehariannya penuh keteladanan. Demikian juga dengan kiprah beliau dalam bidang sosial dan keagamaan.
Kedua, keturunan beliau adalah generasi yang mumpuni. Gus Dur adalah salah satunya. Sesungguhnya sangat banyak keturunan beliau yang hebat dari berbagai bidang, tetapi menyebut nama Gus Dur saja saya kira sudah cukup menjadi bukti.
Ketiga, inovasi pendidikan. Mbah Bisri merintis pesantren yang kini tumbuh besar, yaitu Pondok Pesantren Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang. Pondok Denanyar yang kini berusia seabad dan terus berkembang adalah bukti nyata kiprah Mbah Bisri. Beliau juga memelopori pondok putri; sebuah inovasi yang kurang lazim di masanya.
Keempat, Pondok Denanyar telah menghasilkan ribuan alumni yang berkiprah di berbagai bidang kehidupan.

2 komentar:

  1. Terimakasih ustadz, secara disadari ataupun secara kasat mata guru merupakan gelar mulia yang selalu melekat pada diri manusia. Jika belum ditakdirkan menjadi guru di instansi, ataupun lembaga non formal manusia bisa menjadi guru untuk keluarga dirumah agar memunculkan generasi yang kuat, disiplin, penuh tanggungjawab dan berjiwa islami.

    BalasHapus

Terima kasih sudah berkenan membaca tulisan ini. Komentar anda sangat saya hargai.